encana awal Jimin ingin mengajak Yoongi untuk mengunjungi taman yang pernah mereka berdua datangi. Taman dimana menjadi kenangan masa kecil yang sempat mereka habiskan bersama.
Setelah sampai di taman yang selalu sepi pengunjung karena sudah lama tak terawat, Jimin langsung menuju ke sebuah ayunan usang yang selalu berderit bersama semilir angin. Jimin duduk di salah satu ayunan itu, begitu pula dengan Yoongi yang memutuskan untuk duduk di samping ayunan Jimin.
"Sayang sekali ya hyung, taman ini tidak ada yang merawatnya." racau Jimin yang membuat Yoongi mengedarkan pandangannya ke area taman.
"hm, sayang sekali." balas Yoongi sekenanya.
Dan entah kenapa, suasana menjadi canggung diantara mereka. Jimin yang masih memilih diam dan Yoongi yang masih memilih untuk memandangi Jimin tak berkedip. Takut jika ia menyempatkan untuk sekali berkedip saja, sosok manis di sampingnya sudah menghilang secepat kedipan mata.
"hyung," akhirnya Jimin bersuara dan menoleh kearah Yoongi. "Apa kau membenci ayahmu?" tanya Jimin. Yoongi terdiam sejenak.
"Aku tidak pernah membencinya. Tapi, aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa akur dengannya." Jimin terkekeh.
"Tapi, ayahmu itu sangat baik hyung. yah, meskipun beliau masih memiliki hutang padaku." Yoongi mengeryitkan keningnya tak percaya.
"Hutang? Ayahku berhutang padamu?" Jimin mengangguk.
"nde, ayahmu berjanji untuk makan bersamaku, tapi sampai sekarang?" Yoongi menggelengkan kepalanya dan tertawa lepas.
"orang tua itu masih saja ingkar janji."
"Jadi, apa pernah ayahmu mengingkari janjinya padamu?"
"Sering. Bahkan, satu pun dari janjinya tidak ada yang ia tepati."
"Kenapa bisa begitu?" Yoongi mengedikkan bahunya sebagai jawaban.
"Kadang aku merasa iri pada Namjoon dan Taehyung. Ayah mereka selalu ada setiap saat. Bahkan, tak jarang ayah mereka bisa berperan menjadi seorang ibu. Aku selalu merasa kesepian setiap hari, apalagi aku hampir tidak pernah menghabiskan waktu bersama ayahku." Jimin mengulum senyum, ia ikut merasakan apa yang Yoongi rasakan. Terlebih, ia juga merasakan lebih dari itu. Ia hidup sendiri selama delapan tahun. Melakukan semuanya sendiri. Jimin menunduk sebentar, sebenarnya menanyakan tentang ayah Yoongi hanyalah pengalihan sementara sebelum ia membicarakan topik yang sebenarnya. Jimin menarik nafas, ia mengangkat wajahnya dan menatap Yoongi yakin.
"hyung, bukankah kau pernah memintaku untuk percaya padamu?" tanya Jimin tiba-tiba. Yoongi hanya diam dan mendengar apa yang akan Jimin katakan padanya. "Dari awal... sebenarnya aku sudah mempercayaimu, hyung."
"Benarkah?" Jimin mengangguk kecil.
"Dibandingkan dengan siapapun aku lebih percaya padamu." Yoongi tidak tahu ia harus senang atau sebaliknya. Yang bisa ia lakukan, hanya mengerjapkan kedua matanya tak percaya. Dia tidak salah dengarkan?
"Kau sedang tidak bercanda 'kan?" Jimin tertawa kecil.
"Untuk apa aku bercanda, hyung?" balas Jimin.
"Kau serius?" Jimin mengangguk.
"Tentu saja." Yoongi tersenyum senang membuat Jimin ikut tersenyum melihat betapa tampannya pangeran kecilnya saat sedang tersenyum.
"Maka dari itu, hyung-dengarkan apa yang akan aku katakan baik-baik. Aku tidak akan mengulanginya dua kali." pinta Jimin serius. Yoongi menelan salivanya susah, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat padahal Jimin belum mengatakan apapun padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE ON THE WAY ( ✔✔ )
AcakJimin dan Jungkook adalah seorang rival sedangkan Seokjin adalah korban dari pertengkaran mereka. Namun, siapa yang menyangka akibat dari kedua perusuh ini justru mereka mendapat perhatian dari tiga siswa baru yang kaya raya dan menjadi idol di seko...