Ketika yang baru tiba, yang lama akan terbuang begitu saja.
***
Nafasnya naik turun, jantungnya berdegup tidak beraturan, pikirannya haya tertuju untuk satu orang. Berlari mencari perempuan kesayangannya memang bukanlah hal yang mudah. Arletta bisa berada di mana saja tanpa ada yang menduganya.
"Tata mana?" tanya Erick.
"Noh, di dalem closet," ucap Ines ngasal. Mengingat perempuan itu baru saja keluar dari toilet seorang diri.
"Njir, pantesan ada bau-bau nggak enak, ternyata lo belom cebok."
Dengan cepat Erick menutup hidung dengan kedua tangannya. Ekspresi jijik terpatri jelas kala melihat Ines.
"Kampret lo, iblis!"
Sedetik kemudian, Ines mencoba memukul Erick dengan sepatu yang sudah dia lepas. Erick berlari dengan cepat menjauhi perempuan itu. Namun lemparan Ines benar-benar tepat sasaran-mengenai kepala Bu Nila. Sedangkan Erick sudah masuk kedalam kelasnya. Benar-benar sial!
"Ines!"
Mampus gue, mampus, batinnya.
Tubuh Ines membeku seketika, nafasnya tercekat hebat, lidahnya kelu kala ingin sedikit berucap. Tamatlah riwayatnya.
Bu Nila melangkah mendekati Ines bak Putri Solo-anggun dan berwibawa. Melupakan jika lemak di perutnya sedikit bergoyang ke sana kemari mengikuti irama.
Tapi tidak, Ines masih memiliki sedikit jiwa urakan untuk melindungi dirinya sendiri. Dengan kekuatan yang ada, dia berlari tanpa ada tujuan. Melangkahkan kakinya secepat mungkin untuk bersembunyi.
"Ines! Jangan lari kamu!" teriakan Bu Nila begitu menggema ke seluruh koridor.
Meski begitu, tidak mungkin dia berlari mengejar muridnya. Umur Bu Nila memang masih muda, tetapi tubuhnya terlampau sulit untuk melakukan itu. Jika sampai bangunan ini roboh karena dirinya, itu tidak lucu bukan?
Dengan berat hati, dia mengurungkan niatnya untuk mengejar Ines. Kemudian hanya menyimpan sepatu Ines. Dia akan menghukumnya lain waktu.
***
"Erick!" panggil Arletta dengan gembira.
Erick yang merasa terpanggil menoleh ke arah sumber suara, tepat Arletta sedang duduk dengan seseorang yang tidak asing baginya.
Begitu juga Cantika-ikut menatap siapa yang Arletta panggil. Karena nama yang perempuan itu sebut sama dengan laki-laki yang belum lama ini dia temui. Dan benar saja, itu adalah Ericknya, pujaan hatinya. Seseorang yang beberapa hari ini mengusik pikirannya.
Tatapan mereka terpaut beberapa detik, hingga akhirnya Erick memutuskan untuk mendekati Cantika. Tatapannya berubah tajam, seakan ingin melukai perempuan itu.
"Lo ngapain Tata?" tanyanya dengan nada tinggi-menggema ke seluruh ruangan.
Membuat beberapa orang yang berada di lokasi menghentikan aktifitasnya dan menatap Erick dengan pandangan penasaran. Mungkin mereka akan menemukan bahan gosip lainnya, tentang murid paling pintar seantero berkelahi dengan seorang perempuan cantik.
"Hah?" Cantika menyernyitkan keningnya, tidak mengerti.
"Asik! Erick ngamuk," ucap Arletta tampak senang, "takut Tata."
Ekpresi ketakutan terpatri di wajah Arletta, namun semua itu hanyalah akting semata. Nyatanya perempuan itu tertawa setelahnya.
"Ngapain coret-coret muka Tata?"
"Kita cuma main," jelas Cantika, " iya 'kan, Ar?"
Arletta mengangguk dengan cepat mengiyakan Cantika. Tapi sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya.
Erick semakin curiga, dia menatap keduanya dengan intens, membuat Cantika menahan nafasnya untuk persekian detik. Jujur, jantung Cantika saat ini berdegup lebih cepat dari biasa.
"E-Erick, aku kangen," ungkap Cantika jujur.
Suara sorakan bahagia sedikit menggelegar di telinga-kala mereka mendengar apa yang baru saja Cantika ucapkan. Laki-laki terpintar dengan perempuan tercantik sepertinya sudah menjadi sepasang kekasih. Kecantikan Cantika sendiri memang sudah menjadi bahan perbincangan seantero SMA Bulana.
Begitu pun dengan Arletta yang bersorak paling keras meminta pajak jadian. Arletta tidak sabar untuk kembali menghabiskam uang Erick.
"PJ, PJ, PJ, PJ" sorak Arletta terus-menerus sembari berjoget ria, "PJ, apaan Bell?" tanya Arletta kemudian.
Bella memukul kepala Arletta-kesal. Bagaimana ada orang menyuarakan sesuatu dengan keras-diiringi berjoget, tetapi tidak tau apa maknanya. Benar-benar bodoh!
"Pajak jadian, bego!"
Arletta mengangguk paham, kemudian berteriak kembali meminta pajak jadian tersebut. Dia tidak akan mundur sebelum Erick memberikannya.
"Kamu enggak kangen aku?" Sedetik kemudian Cantika memeluk tubuh jangkung laki-laki itu.
Suara teriakan semakin memekikan telinga, membuat kepala Arletta menjadi ngilu. Nafasnya mulai sedikit tercekat, tubuhnya pun melemah.
Nih bocah kalo dibiarin kagak akan sadar, batin Bella kesal sendiri.
"Ta, Erick mau direbut tuh." Bella mulai melancarkan aksinya.
Mata Arletta membulat sempurna, tidak percaya. Dia tidak mau hal tersebut benar-benar terjadi. Itu adalah mimpi buruknya."Cantika mau rebut Erick aku, 'kan?" tanya Arletta yang berusaha melepaskan pelukan itu. "Sampai kapan pun, Erick itu milik Tata, bukan Cantika!" serunya menggebu-begu.
Namun itu semua tidak membuat Cantika melepaskan pelukannya. Bahkan untuk melonggarkan pelukan itu saja, dia enggan. Cantika sangat senang bisa bertemu dangan Erick kembali. Dia tidak akan membiarkannya lolos untuk kali ini.
"Erick!" bentak Arletta. Sedetik kemudian perempuan itu meninggalkan kelasnya.
Ada rasa kecewa yang menyerang dirinya, ada rasa sakit yang mulai menyayat hatinya, dan ada rasa sakit di otaknya yang memang tidak bisa berpikir sejak dulu.
***
Kenapa Arletta pergi?a. Cemburu
b. Kebelet boker
c. Isi sendiri'''
Bluerasia
KAMU SEDANG MEMBACA
Bego Girl [ HIATUS ]
Humor[ PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! ] Arletta adalah perempuan paling lemot dan tidak peka sama sekali. Dia suka salah paham dan begitu bego. Kebegoannya benar-benar berada di titik terendah bumi. Apapun yang perempuan itu lakukan, mampu membuat wajah E...