Melihatmu sudah lebih dari cukup.
Karena hanya untuk mendekat pun
Jantung ini tidak sanggup.***
Jauh di sana terlihat ramai oleh siswa dan sisiwi. Suara riuh terdengar jelas memekikan telinga. Papan pengumuman menjadi saksi kericuhan yang terjadi.
Ines mulai mendekat dan mulai mendesak perlahan, berharap akan semakin lebih dekat dengan papan tersebut. Namun nihil. Tubuhnya terus terdorong menjauhi benda tersebut.
"Sial!" kesal Ines dengan menghentakan kaki di lantai.
Ide gila terbesit di benaknya. Dengan segera dia lancarkan.
"Woi, bra Cantika kelihatan!" teriak Ines.
Semua orang mencari ke beradaan perempuan tersebut. Kemudian menjauhi papan pengumuman. Ines tertawa senang, menjadi seperti Arletta tidak ada salahnya.
Ines pun membaca dengan tenang dan seteliti mungkin. Namun aktifitasnya terhenti kala telinganya menangkap suara yang sangat familyar.
"Gila!"
Perempuan itu menatap sosok di sebelah kanannya. Terlihat kemeja berwarna putih dengan celana abu-abu, menyusahkan memrang kala menatap seseorang yang jauh lebih tinggi darinya. Ines mendongak menatap wajah laki-laki itu. Ekpresi srius terlihat begitu menyeramkan. Sudah jelas jika dia adalah Galuh Diawang, orang yang Ines kagumi.
Bukan sekedar membayangkan jika dia adalah Sehun, melainkan juga menjadi kekasihnya. Halu memang menyengkan dengan kenyataan yang begitu menyakitkan.
Ines menelan salivanya susah payah. Jantungnya berdetak begitu cepat, nafasnya seakan tercekat, tubuhnya kaku tidak bergerak. Keringat dingin mulai membanjiri dirinya.
Bagaimana bisa dia melakukan hal gila tepat di hadapan seseorang yang dia sukai?
Otak Ines kembali berfungsi kala mengingat sebuah kejadian. Di mana itu adalah hal yang menyakiti dirinya. Dan lagi, laki-laki itu tidak tertarik dengan bra Cantika. Sangat aneh.
"Gay!" balas Ines kemudian.
Perempuan itu kabur, kesal dengan sesuatu yang benar-benar bukan urusannya. Seharusnya dia tidak merasa seperti ini.
Memang, cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Tapi bisakah dia egois sekali saja?
"Dikejar setan?" ledek Bella kala melihat Ines.
Ines sedikit gugup, perasaan ini belum pernah dia ceritakan kepada siapa pun. Memalukan. Dia belum memiliki tekat sebesar itu.
"E-enggak papa, gue ... gue cuma ... cuma olahraga," gugupnya dengan menunjukan gaya pemanasan.
Arletta menatap Ines dalam posisi menidurkan kepalanya di meja. Kemudian menahan geli kala melihat gerakan yang sedang perempuan itu lakukan.
"Dia 'kan mirip setan, yang ada setannya takut sama dia." Arletta tertawa keras memkikan telinga.
"Sialan lo!" kesalnya.
Kemudian Ines itu duduk di sebelah Bella. Sesaat, dia mengatur nafasnya yang naik turun, lalu dihirupnya udara dengan rakus. Wajahnya terlihat lelah dengan keringat yang mengalir di pelipisnya.
Dicarinya botol minum yang selalu dia bawa, namun tak kunjung menemukannya. Sampai akhirnya, dia memutuskan untuk mengeluarkan seluruh isi dalam tasnya. Tetapi nihil.
Dia merengek meminta minum kepada Bella, perempuan itu tengah asik dengan ponselnya. Dan ternyata, Bella tidak membawa botol minum, memang bukan kebiasannya. Kemudian Arletta, dia tipe yang tidak suka banyak minum, jadi meminta kepadanya adalah hal bodoh.
Seorang laki-laki menyodorkan botol berukuran besar berwarna hitam kepada Ines. Tidak lupa dengan gantungan tas berupa cermin bulat kecil yang bergambarkan foto dirinya.
"Jatoh," ucapnya singkat.
Ines tidak menyadari jika gantungan miliknya terjatuh. Beruntunglah laki-laki itu menemukannya. Jika tidak, itu sangat memalukan-karena terlihat kekanak-kanakan.
Ines diam membatu, pipinya merona menatap Galuh. Jantungnya kembali tidak dapat tenang barang satu detik saja. Semoga saja dia tidak terkena serangan jantung di usia muda ini.
Berdebar semakin keras dengan tubuh yang mulai memanas. Tanpa sadar, Ines menahan napasnya. Seakan-akan ketika dia menghembuskan napasnya, sesuatu yang di hadapannya akan lenyap begitu saja. Bagaikan debu.
Apakah mungkin jika laki-laki itu belok? Ines tidak percaya dengan kenyataan pahit itu.
Kesedihan terpatri di wajahnya. Dia mengambil gantungan tersebut dan juga botol yang Galuh berikan. Diminumnya dengan rakus hingga menyisakan hampir setengahnya.
"Makasih," ucapnya parau.
Perhatiannya bagaikan jarum yang menusuk hati Ines. Apakah dia salah menafsirkan? Atau memang dia kepedean? Tapi ini begitu menyakitkan.
Kalian tidak akan mengerti.
***
Pernah merasakan cinta bertepuk sebelah tangan?Yes / isi sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
Bego Girl [ HIATUS ]
Humor[ PLAGIATOR DILARANG MENDEKAT! ] Arletta adalah perempuan paling lemot dan tidak peka sama sekali. Dia suka salah paham dan begitu bego. Kebegoannya benar-benar berada di titik terendah bumi. Apapun yang perempuan itu lakukan, mampu membuat wajah E...