14 | Nambah lagi

1.6K 78 0
                                    

Bab baru!!!

Kalo aku boleh jujur, visual Dylan itu beda sama dibayangan Blue. Harusnya kaya muka western, bukan orang Asia. But, Blue gak nemu yang cocok jadi seadanya T_T
_________________________

Happy reading....

Peraturan rumah yang begitu ketat, belum mampu membuat dia tatat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peraturan rumah yang begitu ketat, belum mampu membuat dia tatat. Penjagaan setiap saat, masih mampu dia manipulasi dengan sifat.

***

Tampak sedikit darah keluar dari sudut bibir orang yang Dylan pukul. Tetapi Dylan mengeratkan genggaman tangannya, bersiap-siap untuk memukul laki-laki itu kembali.

"STOP!" pinta seseorang.

Kepalan tangan Dylan terhenti tepat di depan wajah seseorang targetnya. Dia menghembuskan napasnya kasar—barulah menoleh ke arah ibundanya.

"Bunda, lagi seru," kesal Arletta.

"Kamu ini." Ayu mencubit pipi putrinya gemas. Kemudian menjewer telinga Dylan dengan keras. "Lala, kamu udah dewasa, jangan semua orang asing yang masuk ke rumah kamu pukul."

Dylan sedikit meringis kesakitan, karena telinga adalah bagian sensitifitasnya. "Dylan, bunda yang cantik," Dylan mengoreksi.

Kemudian Ayu melepaskan cubitan dan jeweran tersebut. Dylan mengelus telinganya yang memerah padam, ada rasa panas yang menjalar seketika.

"Tata cantik enggak, Bang?" Arletta tersenyum lebar.

"Paling cantik setelah bunda."

"Gue ganteng enggak?" tanya seseorang yang belum lama ini Dylan hajar.

"Cari mati?" Tatapan tajam itu kembali dihadiahkan.

"Lala!" Ayu memperingatkan.

Dylan melangkahkan kakinya menuju sofa—duduk di tempat tersebut. Dinyalakannya televisi selebar lima puluh inch.

"Nak, duduk di sana, Bunda ambil kotak obat dulu." Ayu menunjuk tepat Dylan berada.

Dengan berat hati, laki-laki itu menurut. Kemudian duduk dengan menjaga jarak dari Dylan. Karena masih terlihat jelas ekpresi tidak suka di wajahnya.

Ayu mendaratka pantatnya di sofa, dibukanya kotak obat dan baju laki-laki itu dengan perlahan. Kapas dengan antiseptik di oleskan tepat di bagian lukanya. Membuat seseorang itu meringis menahan kesakitan berulang kali.

"Entar kalo udah sembuh, ajarin Tata jalan pake mata, ya." Arletta duduk di lantai, kepalanya yang dia letakan tepat di paha laki-laki itu—didongakan menatapnya.

"Lo udah bisa," ucap Dylan tanpa mengalihkan perhatiannya dari televisi.

"Tata cuma bisa jalan pake kaki, bukan mata," sanggah Arletta.

"Jalan emang pake kaki, tapi harus liat pake mata," jelas Dylan lagi.

"Tata enggak bilang, liat pake kaki."

"Udah-udah, mau jalan pake kaki atau mata, yang penting enggak terjerembab ke selokan." Ayu mencoba menengahi.

Dylan memilih diam—fokus pada anime yang sedang dia lihat. Kemudian Arletta bersenandung kecil melihat laki-laki di hadapannya meringis kesakitan.

"Ta, brisik. Diem!" kesal Dylan.

"Abang pergi aja!" Arletta menjulurkan lidahnya kemudian.

"Gue baru balik liburan semester. Awas aja, pas gue pergi lo nangis kejer."

"Enggak akan!" tegas Arletta.

Di setiap kesempatan, mereka akan terus bertenggar semacam itu, menjadikan rumah lebih ramai. Namun ketika salah satunya pergi, mereka akan merindukan satu sama lain. Begitulah persaudaraan.

"Belanjaan lo, mana?" tanya Dylan kemudian.

"Belanjaan?" cetus Arletta, "Tata, cuma jajan."

"Iya, itu. Mana?"

"Tadi jatoh, lupa Tata pungut." Kemudian Arletta mengupil dengan jari kelingkingnya.

"Ambil!"

Arletta tidak menghiraukan kakaknya itu. Dia malas untuk bergerak saat ini. Paha laki-laki itu benar-benar begitu nyaman. Ingin rasanya Arletta tertidur saat ini juga.

"Nak, nama kamu siapa?" tanya Ayu kepada laki-laki di hadapannya.

Arletta dan Dylan memandang ke arah yang sama. Membuat seseorang itu terlihat tidak nyaman.

"Bian willson, tante."

Seketika, Ayu beranjak dari tempat duduknya. Ekpresi yang tak dapat di gamabarkan terpatri jelas di wajah wanita paruh baya itu. Tatapannya berubah kosong, nafasnya naik turun.

"Dylan," panggil Ayu kemudian.

Dylan menoleh menatap bundanya, ada rasa penasaran yang menyerang dirinya. Mengingat ini adalah pertama kalinya, bundanya berperilaku seperti ini.

"Pukul laki-laki kurang ajar ini!" pinta Ayu kepada anak sulungnya.

Dylan hanya dapat menyernyitkan kening, tidak mengerti.

****
Mau punya kakak kaya Dylan?

Yes / Yes?

'''
Bluerasia

Bego Girl [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang