20 | Marah?

1.4K 62 6
                                    

Dia yang sedang berbeda atau ini memang sifat yang sebernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia yang sedang berbeda atau ini memang sifat yang sebernya.

***


Bian yang merasa diperhatikan mencari sosok itu, sosok yang membuat bulu kuduknya berdiri seketika. Untuk persekian detik, tatapan mata mereka bertaut meski dari kejauhan.

Erick menajamkam pandangannya, sebagai peringatan untuk tidak menyentuh Arletta lebih dari itu.

Bian menghiraukannya dan tetap mengelus surai Arletta.  Rasa lembut dan halus begitu terasa di telapak tangan Bian. Arletta terlihat menggemaskan. Perempuan itu tengah berkutat dengan salah satu hadiah milik Bian yang dia klaim seenaknya. Kripik singkong rasa BBQ Arletta nikmati seorang diri.

"Bian, mau?" tawar Arletta.

Bian mengangguk dan membuka mulutnya. Sebuah kripik singkong masuk ke mulut laki-laki itu dengan senang hati. Cita rasa kripik singkong yang gurih, bercampur dengan nikmatnya disuapi, menambah sensasi enak di dalam mulutnya. Bian tersenyum kepada Arletta kemudian.

Sebuah pukulaan yang mendarat di pipi Bian merusak suasana yang ada. Bad timing.

Rasa pegal dan ngilu mulai menjalar dengan cepat. Bian memegangi rahangnya, lalu dia gerakan sedikit ke kanan dan ke kiri.

"Anjing!" makinya.

Bian mengepalkan telapak tangannya, kemudian melayangkannya kepada laki-laki di hadapannya. Namun sayang, pukulannya tidak mengenai seseorang itu, tetapi Bian-lah yang mendapatkan sebuah rendangan keras di perutnya. Bian tersungkur ke tanah—memegangi perutnya yang mendadak merasa mual.

"Mau lo apa bangsat!" teriak Bian menghiraukan kerumunan yang mulai memadati tempat itu.

"Bacot!" sarkasnya. Dia kembali melangkahkan kaki mendekati Bian, tapi Erick menahannya dengan pasti.

Beberapa dari mereka yang menonton kejadian itu mulai berbisik-bisik tidak jelas. Bahkan ada yang mengabadikan momen langka tersebut.

"Ga, udah! gila lo?" Erick meninggikan suaranya.

Galuh menepis cengkraman Erick dan pergi ke tempat yang lebih tenang. Segala hal berkecambuk di dalam benaknya, membuat kepalanya merasa pusing. Hari ini, dia cukup emosional hanya karena hal yang sangat tidak penting.

***

"Ta," panggil Erick.

Arletta tidak menjawab, dia masih sibuk dengan camilan di tangannya. Duduk di bawah pohon yang terbilang rindang dan mengabaikan kebisingan di depannya.

"Tata!" Erick mengulangi.

"Brisik, Rik. Tata jadi enggak konsen nyemil!"

Erick merebut camilan itu cari Arletta, kemudian menghabiskannya dalam satu suap saja. Dia mengunyahnya dengan kasar tepat di hadapan perempuan itu.

"ERICK!" teriak Arletta. Sedetik kemudian dia beranjak dari duduknya, ekpresi kesal terpatri jelas di wajah perempuan itu. "Unfriend!"

Arletta pergi meninggalkan Erick dengan langkah lebar.

Erick membulatkan matanya, tidak percaya dengan apa yang Arletta katakan. Bertahun-tahun persahabatan mereka terjalin, hanya karena kripik singkong semuanya hancur. Jika itu karena ice cream, Erick memakluminya. Tetapi ini kripik singkong, sejak kapan Arletta menyukainya?

"Ta!" panggil Erick yang mengejar perempuan unik itu, "Tata cantik."

Arletta menghentikan langkahnya, kemudian memutar tubuh mungil itu dan memandang Erick tajam. "Tata cantik?"

"Paling cantik di sekolah ini." Erick memangkas jarak di antara mereka. Dicubitnya kedua pipi Arletta. "Ice cream?"

"Tata memang paling cantik di seluruh dunia. Erick aja sampai suka sama Tata."

Bagaikan tertimpa bencana, jantung Erick seakan ingin lari dari tempatnya. Rasa panik semakin terasa, lidahnya kelu hanya ingin menyangkal kebebaran itu. Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Arletta, bagaikan tersanbar petir.

"Erick, jangan cosplay jadi patung! Ayo cepet!" Arletta menarik Erick, membuat laki-laki itu tersadar dari lamunannya.

Mereka melangkahkan kakinya mencari stan ice cream yang tersedia. Berputar-putar tanpa ada hasil yang mereka dapat. Tempat itu semakin ramai oleh pengunjung dari berbagai kalangan.

"Erick, pusing," lirih Arletta.

Sedetik kemudian, Erick menuntun Arletta ke tempat yang lebih sepi. Di belakang stan game tepatnya, Arletta bersandar di pagar pembatas.

Laki-laki itu menggerakan telapak tangannya ke bawah dan ke atas, berharap Arletta mendapatkan angin yang dia ciptakan. Todak sampai di situ, Erick meniup wajah Arletta sekuat yang dia bisa.

Arletta mengatur napasnya. Menghirup udara sebanyak yang dia bisa dan menghembuskannya perlahan.

"Bau!" tutur Arletta.

Erick berdecak kesal lalu pergi meninggalkan perempuan itu begitu saja.

"ERICK!!!!" teriak Arletta kemudian. Ada rasa sakit yang mulai mendera, bukan hanya di kepala, tetapi juga di dalam dada.

"Jahatnya ninggain Tata," lirihnya hanya dapat dia dengar seorang diri. Arletta menundukan kepalanya menatap sepatu sport pink itu. Terlihat ada beberapa noda di sana.

"Ta!" panggil seseorang.

Perempuan itu mengangkat kepalanya, kemudian menatap sosok itu. Senyum yang begitu menawan menarik perhatian Arletta. Senyum yang mampu meluluhkan hati siapa pun yang melihatnya. Senyum yang sama sekali tidak pernah dia lihat sebelumnya. Senyum yang tidak akan pernah dia lupakan sampai kapan pun.

***

Senyum siapa itu?

Enggak tau kenapa, Blue suka bab ini. Blue harap kalian juga merasakan hal yang sama.

'''
Bluerasia

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bego Girl [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang