warna yang hilang

34 4 3
                                    

Aku berjalan di tengah deras nya guyuran hujan malam itu dengan luka lebam di sudut bibir dan pipi ku. Rasa sakit yang menjalar pada tubuh ku seakan tidak dapat ku rasakan lagi. Kata-kata dari 'dia' terus saja berputar di otakku, perlakuan kasar dari 'nya' juga masih di ambang-ambang benakku.

Apa hidup sesakit ini? Hey percayalah, tujuan ku hanya ingin hidup nyaman dna tentram. Bukan penuh tekanan dan penyesalan.

Langkah ku terhenti tubuh ku terasa lemas seketika. Aku menjatuh kan seluruh bobot ku pada jalan yang basah akibat guyuran hujan malam itu.

"AARRRRRGGGHHHH!!!!."

Ku luap kan semua kekesalan hati ku pada teriakan-teriakan ku  di jalan yang sepi itu.
Berharap hati ku akan lega dan jiwa ku akan kembali baik-baik saja.

Tuhan, kenapa begitu tega memberi ku ujian yang rasanya amat berat, walau kutau kau tak kan memberi ku ujian di luar batas kemampuan ku. Tapi ketahuilah, ini begitu berat. Untuk anak seusia ku, harus kah ku panggul beban berat ini sendirian? Disaat anak seumuran ku sedang berbahagia dengan dunia nya, sedang kan aku harus tertekan dengan keadaan dan orang disekitar.

Ini kah yang disebut keadilan?

Aku bingung, harus ku bawa kemana semua beban ini? Apa aku harus masih berpegang teguh pada kata 'Tuhan selalu bersama mu?'
Sungguh, aku muak dengan semua lika-liku hidup ini.
Ku tegak kan lagi tubuh ku dan berusaha bangkit. Ku seka air mata yang telah bercampur guyuran hujan ini kemudian berjalan lagi.

Mau ku bawa kemana luka dan beban ini?

Kulewati musholla kecil semak dan gelap. Sepertinya tidak terpakai. Karna berada di tengah tempat yang sangat sepi ini.
Rasa takut sama sekali tidak menyapa ku, jujur aku tidak lagi takut dengan hantu, aku lebih takut pada manusia yang masih hidup. Ku putar kran air itu dan mulai mengambil air wudhu.

"Tuhan, bisa kah kau ubah skenario hidup ku? Bisa kah kehidupan yang manis segera mengahampiri ku? Percayalah aku sangat tersiksa dengan keadaan ini. Jika kau memberi ku cobaan ini karna kau sayang pada ku, lantas kenapa kau diam saja saat aku tengah di aniaya? Tuhan, bisa kah kau kembali kan masa kecil ku yang tak pernah menanggung beban?. Bisa kah kau putar waktu lampau kembali disini?."

Air mata ku menyertai doa-doa yang ku lafal kan. Aku tidak tau, hanya kata-kata itu yang terlintas di benakku. Karna hanya itu permintaan ku, sebagian hidup ku terlalu menjadi beban untuk orang lain, itulah kenapa aku ingin berguna untuk sesama. Setidak nya, aku pernah ada dan pernah berjuang untuk mempertahan kan nya. Dan jika pada akhirnya aku lah yang harus pergi tanpa mendengar jawaban dari alasan mereka, tak apa aku sudah berjanji akan mengikhlas kan semua tanpa menyesal karna semua telah terlambat sudah.

Ku langkah kan lagi kaki ku menjauhi musholla itu setelah menyelesai kan ibadah, guyuran hujan yang lebat sedikit mereda menjadi titik gerimis indah. Aku suka hujan, dia banyak berjasa.

Akan kemana aku ini? Harus kah aku pulang kepadanya 'Nya?' apa itu adalah sebuah tindakan yang benar dan nyata adanya? Apa tindakan itu adalah jalan pintas yang baik? Jalan yang seharusnya? Tidak. Aku harus tetap hidup untuk seorang mama yang berjuang hidup disana. Tapi apalah daya ku yang hanya seorang anak tanpa tau dirinya tidak pernah bisa berguna untuk nya? Bahkan sekedar pemenuhan materi untuk masa tua nya, sedang kan dulu dia selalu memenuhi ku dengan semua kasih sayang nya. Ini kah balasan nya? Sungguh aku malu pada diriku sendiri.  Lantas untuk apa aku hidup jika hanya menjadi sampah?
Orang-orang tak kan percaya pada kisah nyata hidup ku, tapi inilah yang kujalani sekarang.

Di perempatan, ada sebuah jembatan yang sungai nya cukup deras aliran nya. Kudekati jembatan itu, dan berpegang erat pada tiang nya lalu ku tanya pada hati ku " Harus kah?." lalu dengan lantang, ku pijak kan kaki ku pada tangga di pagar jembatan itu. Ku fikir, inilah jalan yang harus ku lewati, aku harus meninggal kan semua orang disana. Biar mereka tenang dengan dunia nya. Karna jika aku masih satu dunia dengan mereka, tidak akan ada kata bahagia dan bahkan tidak ada kata ampun untuk banyak nya derita.

COLORSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang