8

32 5 1
                                    

Park Sungjin ..................

Pecahan-pecahan beling berserak berai di lantai kamarku, begitu juga dengan bercak darah yang berceceran di sekelilingku. Tak mengapa, rasa sakit ini tidak seberapa dibanding ucapan Cloudyra kemarin. Hatiku sakit, nyeri sekaligus pedih. Apa yang salah? Kenapa hatiku tidak rela sedikitpun saat airmatanya mengalir?. Aku bodoh, tolol. Bahkan sekarang? Aku tidak mencintai Jenny sedikit pun dan justru membuat Cloudy menangis. Lelaki macam apa aku ini.

Tok! Tok! Tok!

"Sungjin sayang, makan malam sudah siap. Ayo makan. Ayah sudah menunggu. " suara ibuku terdengar jelas dari luar. Kuusap wajah ku kasar. Aku harus memperbaiki semuanya. Aku tidak ingin selamanya hidup dalam kebodohan dan penyesalan.

Saat aku turun, kulihat ayah dan ibuku telah duduk di meja makan. Ini kesempatan bagiku untuk meluruskan semuanya. Ini tentang perasaan ku, hatiku dan semua yang berkaitan denganku.

"Ayah. Aku ingin perninikahan ku dan Jenny di batalkan. " acara makan pun seketika terhenti. Aku siap menerima resiko jika harus di usir dari rumah.

"Apa alasanmu?. " wajah ayah begitu serius. Sangat serius.

"Aku mencintai wanita lain. " wajah ayah mendadak pucat.

"APA KAMU TIDAK FAHAM DENGAN KEADAAN MATERI KITA!? PERUSAHAAN KITA TENGAH MEROSOT DAN HANYA AYAH JENNY YANG MAMPU MENOPANGNYA!!." aku membuang nafasku kasar. Kenapa hanya karna harta mereka mengorbankan perasaanku?.

"Tapi aku tidak mencintainya ayah. Ibu, pasti ibu faham kan?." ibuku mengelus punggungku. Berharap aku tidak emosi.

"Jika wanita yang kamu cintai itu mampu mengalahkan saham yang ditanam ayah Jenny. Maka pernikahan ayah batal kan. Tapi jika tidak, ayah tidak akan memberikan mu pilihan. " tepat saat itu ayah pergi dari ruang makan bersama ibu di belakangnya. Aku? Aku hanya bisa mematung. Bagaimana mungkin aku mendapat kan saham besar ataupun meminta Cloudyra membujuk ayahnya agar menanam saham di perusahaan ayahku?. Kuacak rambutku dan memijit pelipis ku.
.
.
.
.
.
.
.
.

Cinta bukan sekedar bertahan dan bersama. Tapi juga soal perjuangan. Tentang jarak yang membentang disetiap malam, tentang airmata yang jatuh disepersekian waktu. Seperti daun merah di musim gugur, ia masih ingin memiliki kesempatan untuk bertahan pada ranting. Walau pada akhirnya dia akan jatuh seiring berjalannya waktu. Tapi, bukan kah artinya dia telah berjuang? Berjuang melawan angin dan hujan yang berusaha menjatuhkan dirinya? Bukan kah inti dari cinta ada perjuangan?.

Bayang-bayang yang harus nya telah menghilang seakan bertambah jelas adanya. Sedang kan yang nyata semakin ingin kulepas saja.
Disetiap hari, jiwa ku selalu di tekan oleh cinta dan kebohongan. Iya, aku berbohong. Sekuat tenaga aku berusaha melupakan dirinya. Kenapa melupakannya seberat ini?.

"Sayang. Aku tidak sabar menanti hari itu. " ucapan Jenny membuyar kan lamunan ku. Lengannya bergelayut manja di leherku. Sungguh, aku risih.

"29 hari lagi. " apakah aku siap?.

"Kuharap, setelah aku tidur hari itu akan datang. " ucapnya masih betah bermanjaan.

Dan ku harap, hari itu tidak akan pernah datang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah menghubungi Jae, sekarang disini lah kita dengan raut wajah yang masing-masing susah untuk di artikan.

COLORSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang