11. Perseteruan

8.9K 955 61
                                    

11. Perseteruan

Kami akan meminta kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di semua wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu benar. Tiadakah cukup kenyataan Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? ”
(QS. Fushilat 41: 53)

***

Sepulang sekolah, Reihan nongkrong dulu bersama Raka dan Riko di kantin sekolah. Reihan masih memikirkan apa yang ia lihat tadi pagi di ruang guru, yaitu jual-beli soal ujian yang dilakukan oleh kepala sekolah. Ini tak bisa dibiarkan, ia memikirkan cara untuk membongkar kecurangan kepala sekolah.

"Jang, meuni seirus kitu (gitu) mikirin naon atuh (apa)?" tanya Raka yang baru selesai menyeruput minumannya.

Reihan terbangun dari lamunannya. Ia bingung, harus beri tahu kedua sahabatnya atau tidak tentang ini? Apa mereka bisa membantu? Kalau iya, bantuan apa yang bisa mereka berikan, selain mendengarkan curhatan Reihan?

"Gue menemukan ada keanehan," jawab Reihan sambil menatap lurus ke depan.

"Apa?" tanya Riko.

"Nanti gue ceritain kalau gue udah punya bukti kuat."

Raka terbelalak, dia mendadak penasaran mendengar dua kata, bukti kuat. "Emang aya naon Jang? (Ada apa?) bukti kuat? Aya kejahatan kitu? (ada kejahatan gitu?)"

"Entarlah, kalau udah ada tanda-tanda kehidupan, gue kasih tahu."

Sontak, Raka malah jadi bingung mendengar jawaban Reihan. Tanda-tanda kehidupan? Apa maksudnya? Raka menoleh ke arah Riko yang tampak tidak seantusias dirinya.

"Ko, si Ujang ngomong naon sih (apa sih)? Asa sulit dimengerti oleh akal pikiran."

Riko mengedikkan bahunya, tak tahu. Dengan dahi yang berlipat-lipat, Raka kembali menoleh ke arah Reihan. "Jang, jelaskan yang sebenarnya! Apa yang terjadi? Sebelum Negara api menyerang," ujar Raka bersemangat, namun sayang, diabaikan oleh Reihan, karena mata Reihan  sejak tadi fokus melihat orang lain, sangking fokusnya sampai tak mau berkedip.

Ekspresi Reihan yang seperti itu, membuat Raka dan Riko mengikuti arah mata Reihan. Ternyata Reihan sedang melihat Dara dan pacarnya yang sedang duduk di meja sebelah, mereka terlihat mesra.

"Ada yang cemburu nih," sahut Riko.

Raka kembali melihat ke arah Reihan."Tumben si Ujang cemburu, biasanya juga punya pacar dicuekin, kalau kata lagu mah, kekasih yang tak dianggap," ujar Raka.

Barulah Reihan mengalihkan pandangannya pada kedua sahabatnya ini. "Gue nggak habis pikir aja, kenapa bisa-bisanya dia nolak gue."

Raka mendengus. "Ujang...dengerin nih, nggak semua cewek suka sama Ujang. Jadi jangan kepedean," elak Raka.

"Gue bukannya kepedean, tapi fakta membuktikan kalau gue emang lebih ganteng dari si Sumanto."

"Sumanto siapa?" tanya Raka bingung.

"Itu pacaranya si Dara."

"Serius namanya Sumanto?" tanya Riko tak percaya

"Nggak tahu siapa namanya, gue kasih nama aja Sumanto."

"Ngarang lo, Rei."

"Udah, ayo kita cabut! Muak gue lama-lama di sini." Reihan berdiri, kemudian berjalan mendahului kedua sahabatnya.

"Cie.. cie yang cemburu," goda Raka, namun Reihan acuhkan.

Kali ini pun Reihan tidak langsung pulang ke rumahnya, ia sangat betah tinggal di rumah Raka, terlebih ia sudah akrab  dengan keluarga Raka, dan  sudah merasa  bagian dari keluarga Raka.

Dear ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang