13. Ini Tidak Adil (2)

7.4K 954 37
                                    

Part 13
Ini Tidak Adil (2)

"Tidak semua orang memiliki hati yang mulia dan kedewasaan dalam menyikapi setiap masalah."

***

"Maa Pak, saya keberatan, Reila sudah mengatakan kalau ia tidak sengaja. Kenapa dia harus dihukum? Terlebih, sebentar lagi Reila akan mengikuti ujian, saya ingin Reila fokus belajar di sekolah," bantah Asma.

Pembelaan Asma pada Reila, membuat Siska kesal padanya.

"Kalau gadis ini tidak dihukum di sekolah, maka saya akan melaporkannya pada pihak polisi. Apakah Anda mau?" ancam Siska.

"Reila mengatakan bahwa ia tidak sengaja, kenapa dia harus dihukum? Saya analogikan seperti ini, jika Ibu tidak sengaja menumpahkan air pada baju seseorang, apakah ketidaksengajaan Ibu harus mendapatkan hukuman?" tanya Asma dengan sedikit menggebu. "Orang yang mendapatkan hukuman itu adalah orang yang dengan sadar dan sengaja melakukan kekerasan. Nah, Reila tidak sengaja!" Asma membatah dengan sangat tegas.

Siska dibuat semakin marah oleh aksi Asma ini, dia pun tak mau kalah dan membiarkan orang yang sudah melukainnya anaknya merasa aman dan bebas.

"Anda ini wali kelas macam apa? Kenapa Anda membela siswa yang salah? Anda ini aneh!"

Tatang merasa pusing dengan perdebatan kedua wanita ini. "Sudah-sudah!" Tatang menyela. Ia menghembuskan napasnya kasar, ia pun tak mau memperpanjang masalah ini.

"Saya sudah putuskan, Reila akan mendapatkan hukuman diskors selama satu minggu ini. Dia bisa belajar di rumah. Saya lakukan ini agar Reila bisa merenungi perbuatananya dan mengambil pelajaran," jelas Tatang.

Siska menyunggingkan senyumnya, merasa menang. Tapi Asma tetap tak terima.

"Maaf kalau saya lancang, Pak. Tapi Reila tidak sengaja, tolong pertimbangkan kembali hukuman Bapak."

"Ibu Asma, saya tidak mau masalah ini dibawa ke kepolisian, itu akan membuat citra sekolah ini menjadi buruk. Sudah, lebih baik kita berdamai saja," tegas Tatang.

Berdamai dengan memberikan hukuman pada Reila? Ini sangat tidak adil! Itu yang dipikirkan Asma, begitu pun Reila yang saat ini hanya bisa menangis.

Reila merasa kesal pada dirinya sendiri, karena tak bisa membela diri, tak bisa menyuarakan kebenaran, hanya mampu menangis seperti pecundang.

Reila tak bisa bernegosiasi tentang hukumannya diskors selama satu minggu ini, sementara minggu depan dia akan menghadapi ujian, bagaimana dia bisa belajar. ini tidak adil!

Kenapa begitu sulit bagi Reila untuk berbicara lantang di depan banyak orang. Bibirnya seakan terkunci rapat, sungguh menyedihkan. Padahal waktu itu dia bisa membela Reihan, saat Reihan dikeroyok massa, tapi kenapa begitu sulit untuk membela dirinya sendiri.

Reila kembali masuk ke kelasnya, dengan wajah yang sudah sangat pucat dan merah karena tangisnya tadi. Pelajaran Syarif sudah dimulai, Reila mengetuk pintu sebelum memasuki kelasnya, kemudian membukanya pelan, membuat perhatian seisi kelas terpusat padanya.

"Maaf Pak, saya terlamabat masuk kelas Bapak, karena tadi saya dipanggil ke ruang kepala sekolah dulu," ujar Reila sambil menunduk karena tidak mau wajahnya yang berkaca-kaca dilihat oleh teman-temannya juga oleh Syarif.

"Masuklah, Reila," jawab Syarif.

Reila mulai berjalan sambil terus menunduk. Reihan yang duduk di bangkunya, memperhatikan kedatanagn Reila, bahkan ia menyelidiki wajah Reila yang terus menunduk, tak seperti biasanya.

Dear ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang