23. Persiapan UAS
***
“Reila, kamu nggak apa-apa?” tanya Asma panik sambil menghampiri Reila dengan tergopoh. Reila mencoba bangkit meski ia merasa kesakitan. Tangan kanannya lecet, menggores aspal dan kakinya terkilir, dagunya pun lecet mengenai batu saat terjatuh . Kucing yang awalnya ia peluk pun, kini ia lepaskan.
Mobil yang tadi hampir menabrak kucing dan juga Reila pergi begitu saja, tanpa berkata apapun. Sungguh tidak bertanggung jawab.
“Nggak apa-apa, Bu,” jawab Reila lemah.
Reihan yang baru datang kaget melihat Reila tergeletak di pinggir jalan, apalagi saat melihat dengan jelas dagu Reila lecet dengan sedikit darah terlihat.
“La, lo kenapa?” tanya Reihan yang tak kalah panik dengan Asma.
Asma membantu Reila memposisikan tubuh Reila agar duduk.
“Tadi aku nolong kucing yang mau ketabrak,” jawab Reila.
“Elo tuh gimana sih! Nolong kucing jangan sampai nyelakain diri sendiri!” sergah Reihan panik.
Reila dan Asma merasa heran melihat reaksi Reihan yang terkesan malah marah-marah.
“Elo harusnya prioritasin keselamatan diri lo, bukan kucing!!!” lanjut Reihan yang semakin membuat Reila bingung.
“Kok kamu jadi marah-marah sih??” Reila membalas karena aneh melihat Reihan yang marah-marah terus tak jelas.
“Udah-udah! Lebih baik sekarang Reila masuk dulu ke rumah ya.” Asma menengahi sambil coba membantu Reila berdiri, sementara Reihan bingung harus membantu apa, karena pasti Reila tak mau ia sentuh.
Reihan mengacak rambutnya kesal. Dia juga sendiri bingung kenapa ia merasa marah, panik berlebih dan gelisah.
Murid-murid yang awalnya berada di dalam rumah Asma, kini mereka berhamburan ke luar untuk melihat apa yang terjadi dan terkaget ketika melihat Reila. Beberapa murid membantu Reila berjalan dan lainnya hanya menonton.
Asma membawa obat-obatan untuk Reila, mulai dari alkohol, obat merah, plester dan lainnya. Reihan masih merasa gelisah tak menentu, dia tampak bingung antara khawatir, gelisah mau menolong, tapi bingung.
Asma dan beberapa murid perempuan membantu Reila mengobati lukanya.
"Reila, kamu yakin nggak apa-apa? Perlu diantar pulang ke rumah? Atau mau ke dokter?" tanya Asma.
"Enggak, apa-apa kok, Bu," jawab Reila.
“Bener nggak apa-apa?” Asma meyakinkan.
“InsyaAllah, Bu."
Setelah memastikan kondisi Reila, Asma kembali duduk tegak diantara murid-muridnya.
“Karena sudah kumpul semua, mari kita mulai makan-makan dan jangan lupa sebelum makan berdo’a dulu,” ujar Asma.
Acara makan-makan pun berjalan lancar, meski tubuh Reila terasa sakit. Reila memang paling tidak suka melihat kucing terluka, karena itu dia bisa langsung menolong kucing tanpa memperhatikan keselamatan dirinya.
Reila bisa menangis tiada henti ketika melihat kucing tertabrak mobil atau motor. Hatinya merasa sakit dan sangat tidak tega melihat kucing kesakitan. Sering kali dia menenangkan diri dengan mengingat, bahwa semua binatang tunduk patuh kepada Allah dan selalu berdzikir. Walaupun kucing meninggal kesakitan, kucing tidak akan masuk neraka. Meyakinkan diri, semuanya sudah diatur oleh Allah. Tidak usah bersedih lagi. Tapi tetap, Reila tidak mau melihat kucing terluka di depan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Classmate
Teen FictionOn going {Teenfiction~spiritual} Kelas 12 adalah kelas dimana anak SMA harus belajar sungguh-sungguh demi lulus sekolah. Menjadi sangat sibuk, kuis hampir tiap hari, melelahkan bukan? Bagaimana jadinya jika saat kamu kelas 12, kamu mendapatkan banya...