• Rahasia Bintang •

233 13 0
                                    

Vote +Comment, please

***

"Loh, Bintang? Kamu mau kemana?" tanya Pak Fatih yang baru saja menyelesaikan administrasi nya.

"Mau pulang, Pak. Saya gak suka bau rumah sakit," jawab Bintang dengan lemah.

"Tapi kamu belum sembuh Bintang. Kamu masih kelihatan lemas, saya takut terjadi apa-apa sama kamu," ucap Pak Fatih.

"Gak apa-apa, Pak. Saya cuman kecapean aja. Nanti di rumah saya langsung istirahat, besoknya juga sembuh," ucap Bintang dengan pelan.

Pak Fatih tidak bisa melarang Bintang untuk tetap tinggal di rumah sakit. Mungkin saja ucapan Bintang ada benarnya, jika dirinya hanya sedang mengalami kelelahan.

"Ya sudah, kalau gitu kamu hati-hati, ya. Verr jaga Bintang, ya. Saya gak bisa nganter kalian, soalnya habis ini saya harus jemput anak saya di bandara," sesal Pak Fatih.

"Iya, Pak, gak apa-apa. Taksi juga banyak, Pak, di luar. Sekali lagi, makasih Pak udah bantuin," ucap Verrel kepada Pak Fatih.

"Kalau gitu, saya sama Bintang pamit dulu. Terimakasih, Pak. Bapak juga hati-hati di jalan. Assalamualaikum," pamit Verrel sambil menuntun Bintang.

"Wa'alaikumsalam,"

Dengan perlahan, Verrel menuntun Bintang yang berada di sampingnya. Sejak tadi, Verrel sudah menawarkan diri untuk menggendong tubuh Bintang namun Bintang selalu saja menolak dengan alasan 'Gue cuman kecapean, gak lumpuh.' Dan tepat setelah itu tubuh Bintamg oleng karena kakinya yang tak kuat lagi untuk berjalan.

Alhasil Verrel menggendong tubuh Bintang ala bridal style. Pasang mata di koridor rumah sakit menatap Verrel dan Bintang dengan tatapan terkagum, ada pula yang menatapnya sinis sambil berfikir "Anak jaman sekarang kalau pacaran udah berani gendong-gendongan. Apalagi besok? Tidur berdua dikamar?" Sungguh sangat di luar kendali jika orang orang berfikiran seperti itu. Hal itu sangat terlampau jauh di dalam pikiran Verrel.

Sampai di depan rumah sakit, Verrel langsung menghentikan taksi berwarna biru yang tak sengaja lewat di depannya. Ia meletakkan tubuh Bintang dengan pelan. Setelah itu, ia duduk di samping Bintang. Taksi itu pun melaju meninggalkan kawasan rumah sakit.

Verrel dapat menangkap jelas dari raut wajah Bintang yang saat ini sedang terlihat menahan sakit. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan, karena ini baru pertama kali baginya menangani orang sakit.

"Lo tenang ya. Sebentar lagi kita sampai ke rumah lo," gumam Verrel sambil mengusap lembut puncak kepala Bintang.

Bintang hanya bisa mengangguk lemas. Untuk berbicara pun rasanya sangat lah berat. Tanpa sadar, ia menjauhkan kepalanya di bahu Verrel untuk beristirahat sebentar.

Tak lama kemudian, taksi itu pun berhenti di depan rumah yang terkesan sederhana namun terlihat mewah. Verrel menggendong tubuh Bintang memasuki rumah Bintang. Disana sudah ada Lisa yang sedang menyiram tanaman.

"Assalamu'alaikum, Tante," salam Verrel.

Lisa yang mendengar ada seseorang berucap salam, ia berbalik badan.

"Wa'alaikumsalam, Ya Allah Bintang." Lisa meletakkan selang yang tadinya ia gunakan untuk menyiram tanaman. Ia berlari mendekati Bintang yang masih berada di gendongan Verrel.

"Bintang kamu kenapa sayang?" gumam Lisa sambil mengelus puncak kepala Bintang.

"Verrel, Bintang kenapa, nak?" tanya Lisa kepada Verrel.

"Verrel juga gak tau Tante, tadi di sekolah waktu Verrel meluk Bintang, Bintang nya udah pingsan," jawab Verrel.

"Bawa dia ke kamarnya, ayo Verrel,"

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang