"Ver, gue boleh gabung di Geng Alastar?" pertanyaan itu keluar dari bibir Ken ketika mereka berempat sedang berada di sebuah Cafe.
Verrel terkejut mendengar pertanyaan Ken. Tidak hanya Verrel saja, Dirga dan Guntur juga sama terkejutnya dengan pertanyaan yang dilontarkan Ken.
"Maksud lo apa, Ken?" Sahut Guntur dengan nada tidak suka.
"Gak tau, sih. Entah kenapa gue pengen gabung sama anak Alastar. Anak-anak ya pada asik semua. Gak kayak yang gue pikirin," jawab Ken dengan santai.
"Gak perlu, Ken. Cuman temenan, gak usah gabung segala," timpal Dirga.
"Emang kenapa sih, Ga? Lo gak suka sama Alastar? Sahabat lo sendiri aja jadi ketuanya," tanya Ken sambil menatap Dirga dengan tatapan heran.
Sedangkan yang ditatap, hanya memasang wajah datar. Tangannya bahkan masih sibuk menyiapkan makanannya ke dalam mulutnya.
"Kebanyakan geng kayak gitu pasti membawa sifat buruk. Lo yang gak ikut geng aja, nilai lo udah buruk apalagi ikut geng begitu," jawab Dirga.
Verrel awalnya tidak berniat mendengar ucapan Dirga, karena dapat dipastikan Dirga akan menjawab "Buang buang waktu". Namun sekarang, tiba-tiba emosi Verrel menyatu. Kedua tangannya terkepal menahan amarah ketika mendengar ucapan Dirga.
"Geng kayak gitu mending dimusnahin aja. Lo tahu? Geng kayak gitu bukan cuman membawa dampak buruk bagi kita yang gabung, tapi geng kayak gitu pasti bikin susah masyarakat,"
"Udah buang-buang waktu, nyebarin dampak negatif, bikin masyarakat susah," tambahnya sekali lagi.
Sudah cukup untuk Verrel menahan emsoinya. Ia menggebrak meja dengan kedua tangannya. Hal itu membuat semua pengunjung termasuk pelayan di Cafe memerhatikan meja mereka.
Tatapan Verrel benar-benar terlihat membunuh ke arah Dirga. Sedangkan Dirga, ia menatap Verrel dengan tatapan yang santai ditambah dengan kedua tangannya yang beridekap di dada.
"Gue tahu kalau lo benci sama geng motor. Lo gak usah berlagak, kalau diri lo paling suci. Apa dengan semua penghargaan yang lo terima, semua pujian yang lo dapatkan, membuat diri lo udah merasa sempurna? Udah merasa lebih baik daripada anak geng motor?" ujar Verrel dengan marah.
Dirga diam. Guntur dan Ken berusaha menenangkan Verrel yang sudah terlihat sangat marah. Mereka berdua juga tak habis pikir dengan Dirga, mengapa tiba-tiba ia menyinggung Verrel hingga membuat Verrel marah besar.
"Lo tahu, lebih baik jadi berandalan tapi bisa banggain orang tua, daripada jadi anak sempurna tapi gak bisa banggain orang tua."
Verrel langsung mengambil jaket dan tas sekolahnya dengan kasar. Ia langsung meninggalkan meja yang tadi sempat ia tempati dengan ketiga sahabatnya.
Verrel tahu, jika ucapannya tadi sudah kelewat batas. Seharusnya ia sama sekali tidak berbicara seperti itu kepada Dirga. Bagus, sekarang Verrel sangat merasa bersalah kepada Dirga. Tapi seakan ego menguasainya, ia langsung menaiki motornya dan berlalu dari Cafe tersebut dengan kecepatan tinggi.
----- MY DESTINY -----
Dirga yang mendengar ucapan Verrel langsung tertampar seketika. Benar apa kata Verrel, "Lebih baik jadi berandalan tapi bisa bahagiain orang tua daripada jadi sempurna tapi gak bisa bahagiain orang tua sama sekali."
Ia tersenyum kecut dengan takdir yang ia hadapi. Takdir? Bicara takdir, Dirga percaya akan adanya takdir. Tapi sekarang? Entahlah, Dirga tak bisa lagi menganggap jika ini semua adalah takdir hidup seorang Dirgama Arga Wijaya.
"Ga, gak perlu dengerin Verrel," ujar Guntur. Sejujurnya Guntur juga merasa tertampar dengan ucapan Verrel barusan.
"Iya, Ga. Lo kan tahu kalau Verr lagi emosi, omongannya ngelantur kemana-mana. Iya, kan?" Sahut Ken.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Fiksi Remaja04-05-2020 #15 in goodstory #10 in myboyfriend #35 in highschoollovestory #25 in verrel (09 Mei 2020) #6 in bramasta (09 Mei 2020) Tentang Takdir yang berjalan sesuai digariskan Tuhan :) 23 September