2. I don't understand, Lucas

852 46 5
                                    

Aku meminum air mineralku sebelum melanjutkan. "Aku cuman nggak tahu maksud Lucas apa Sid."

Sidney terdiam. Aku terdiam. Mata kita menatap satu sama lain.

"Oh well," Sidney menggulung lengan kaus panjangnya lalu menempelkan satu telapak tangannya di dagu. Tangan yang lainnya mengetuk-ngetuk wajah meja, ia terlihat sedang berpikir.

"I don't know what you feel Sam. But, can I ask you something?" ucap Sidney lugas.

"Yes."

"Kamu sadar nggak kalau dia nggak pernah ngehajar kamu?"

"Kamu mau dia ngehajar aku?" tanyaku tidak santai.

"Bukan.. bukan gitu," ucap Sidney terbata, "maksud aku, mungkin Lucas punya maksud lain. Not offense, but he's a little bit.... Strange."

Aku memutar bola mataku tidak setuju dengan apa yang sudah Sidney ucapkan. Ia bukan lagi sedikit aneh, dia orang teraneh yang pernah aku temui di muka bumi.

Tapi harus aku akui, ucapan Sidney ada benarnya juga. Lucas belum pernah sekalipun memukulku. Ia hanya... ia hanya mendorongku ke pintu loker dan menatapku tajam. Aku sempat berpikir jika ia akan memukulku tadi pagi karena aku melihat ia mengepalkan tangannya.

Dan jika boleh jujur, satu-satunya orang yang pernah menghajarku adalah Derek, teman Lucas. Kala itu diawal tahun pelajaran baru disaat waktu makan siang dan aku tidak ditemani Sidney karena ia mendadak demam, aku tidak sengaja duduk di meja tempat teman-teman Derek biasa makan siang, karena meja favoritku anehnya sudah ada yang mengisi.

Derek mendorongku dari samping, sehingga aku terjatuh dan sereal yang sedang aku makan berserakan di meja. Ia lalu menindihku dan dengan cepat melancarkan tinjuan ya ke pipi kiriku. Siswa-siswa yang berada di cafetaria terlihat panik, beberapa aku mendengar ada yang berteriak. Aku yang terkejut karena serangan itu datang tiba-tiba sulit untuk melawan balik. Lucas ada saat itu, dan ia satu-satunya orang yang menahan Derek untuk tidak memukulku lagi, setelah itu juga ia satu-satunya orang yang membantuku untuk berdiri. Ia menggoyangkan kepalanya ke arah kanan dengan cepat seperti memberi isyarat padaku untuk pergi. Sorot matanya tajam, tanpa sedikit pun ia tersenyum.

Keesokan harinya aku mendengar jika Derek terkena detensi. Dan aku harus mengarang cerita di rumah tentang bekas luka lebam di pipiku kepada ibu dan ayahku, karena aku tidak mau kalau sampai ibu atau ayahku mengurusi urusanku di sekolah.

Mulai dari hari itu Lucas sering mendorongku ke loker. Diawal-awal ia melakukan itu padaku, aku selalu memberontak. Namun semakin aku memberontak semakin keras cengkraman tangannya. Baru satu minggu ini aku merasa malas untuk membela diri. Aku sudah bosan dengan perlakuannya.

"Sam. Sam. Sammy!" sergah Sidney memecah lamunanku, "are you okay?"

Aku sedikit terkejut. "Oh, ya. I'm fine, sorry."

"Kita bahas topik lain?" tanya Sidney.

"Oke,"

Sidney bergumam. "Buat pentas seni akhir semester kamu jadi ikut, kan?"

Aku mengupas pisang yang dari tadi aku biarkan menganggur. "I don't know," ucapku mengangkat bahu.

"Kenapa?"

"Masih ada projek sains yang belum aku buat," aku menggigit ujung pisang yang sudah aku kupas dari kulitnya.

"Aku bisa bantu kamu," ucap Sidney cepat.

"No, you don't," balasku sama cepatnya. "kamu bahkan nggak ngambil kelas kimia."

"Sam, Please. Kita tinggal butuh satu orang buat main piano."

The Way You Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang