18. Old but Gold

314 27 3
                                    

Lucas memintaku untuk menunggunya di parkiran karena ia harus mengembalikan Jersey milik Mike terlebih dahulu. Selama di kelas kita tidak banyak berbicara, hanya mengirimi isyarat-isyarat tanpa ada orang yang tahu. Satu hal yang berubah total adalah ia tidak lagi keberatan saat aku membantunya menjawab soal biologi. Sembunyi-sembunyi ia mencoba untuk menggenggam tanganku. Matanya tidak lepas mencoba untuk selalu menatapku bahkan saat aku makan siang di cafetaria dengan Sidney dan Jordan.

Lucas menepuk pundakku lebih sering, tersenyum lebih mudah dan memesonaku seperti biasanya. Kita seperti sedang bermain kucing-kucingan, siapa yang paling banyak menunjukkan rasa sayang dia yang menang. Aku ingin menang, walau Lucas tidak berhenti membuat wajahku merah seperti tomat ceri.

"Hi, sudah nunggu lama?" suara sejuk Lucas hadir saat aku sibuk membaca pesan-pesan yang Lucas kirim kepadaku.

"Lumayan, but it's okay."

"Sorry," Lucas menggaruk belakang kepalanya membuat otot bisepnya tidak sengaja mengeras, "mm.. Kamu mau tinggal mobilmu di sini?"

"Nggak, ribet kalau harus bolak-balik."

Lucas melihat ke sekeliling sebelum ia menutup matanya dan mengecup keningku.

Mataku membesar karena tidak menyangka itu terjadi. Sulit bagiku untuk tidak tersenyum saat Lucas dekat denganku. Kita berdua tertawa seperti anak kecil yang pertama kali menginjak pasir di pantai. Tulus dan bahagia.

Lucas berjalan ke mobilnya yang parkir tidak jauh dengan mobilku, ia melambaikan tangan memberi kode agar aku mengikutinya. Sebenarnya aku sudah tahu di mana rumah Lucas walau saat itu ia mengantarku dari rumahnya ke rumah Dean dalam keadaan setengah mabuk. Mobil Lucas yang dibuntuti oleh mobilku keluar dari parkiran. Sepintas aku berpikir  rasanya duduk berdua dengan Lucas di mobil, aku jadi bisa memandangi wajahnya saat ia menyetir.

Lucas membawaku ke jalan yang sudah aku tahu dan memasukan mobilnya ke parkiran apartemen.

Lucas tinggal di apartemen sederhana yang cukup dekat dengan pantai. Sibuk mencari kunci di saku celananya, Lucas dan aku berdiri di depan pintu apartemen saat laki-laki paruh baya dari pintu seberang tersenyum kepadaku. Lucas menengok.

"Hi, Mr Buck. Kapan datang ke sini?" Lucas menghampiri laki-laki tua itu dan memeluknya erat "lama tidak jumpa!"

Mr Buck tersenyum dan memeluk balik Lucas.

"Tadi pagi. Senang bisa bertemu kamu lagi Lucas," ujar Mr Buck.

"Oh ya, Mr Buck, perkenalkan ini Sam," ujar Lucas.

"Salam Kenal Mr. saya Sam," ucapku sopan.

"Oh boy, you look great," Mr Buck menerima salamku dan tersenyum.

Aku tidak tahu maksud ucapan Mr Buck, is sedang membicarakan penampilanku atau yang lainnya. Namun dengan itu, aku bisa langsung menyukai Mr Buck.

"Sam, Mr Buck baru saja pulang dari London, benar kan Mr Buck?"

"Oh ya," ucapnya dengan tawa.

Lucas sepertinya mempunyai hubungan yang erat dengan Mr Buck, aku bisa merasakannya. Relasi yang lebih dari sekedar tetangga apartemen. Aku melihat mereka seperti... seorang Ayah dan anak.

"Saya membawa oleh-oleh dari sana, saya harap kalian bisa mampir," ajak Mr Buck.

"Dengan senang hati," jawab Lucas antusias.

Aku mengikuti Lucas masuk ke dalam apartemen Mr Buck. Aroma familiar tercium oleh hidungku antara harum buku tua dan teh bunga lavender.

Apartemen Mr Buck terlihat nyaman, dengan sofa tinggi dan selimut. Perapian yang menempel di dinding itu pasti akan terasa sangat hangat saat menyala. Foto-foto dan barang barang antik tersebar di setiap sudut ruangan. Satu yang benar-benar menyedot perhatianku adalah piano tua berwarna coklat kayu jati, berdiri kokoh dekat dengan jendela. Ruangan ini seperti rumah yang ada dipikiran jika aku membayangkan seorang kakek yang sudah lama pensiun. Hangat dan nyaman.

The Way You Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang