22. Unexpected Sunset

244 14 4
                                    

"Dengan toko musik Rocky?" Aku mencoba meyakinkan apa suara laki-laki di ujung telepon sana adalah Thomas atau bukan.

"Is this Sam?"

Aku menghela nafas panjang. Benar saja, ini Thomas.

"Yeah It's me. Aku pikir kamu memberiku nomor toko alat musik pamanmu."

"Aku hanya merasa kamu akan lebih membutuhkan nomorku dibanding nomor toko itu," ucapnya percaya diri, aku bahkan bisa membayangkan ia sedang tersenyum konyol dan mengangkat satu alisnya. Walau nyatanya itu tidak benar terjadi.

Ingin sekali aku bilang 'Aku tidak butuh nomormu Thomas' tapi rasanya itu terlalu kejam. Karena itu aku memilih untuk diam, berharap Thomas akan mematikan teleponnya. Namun ternyata tidak.

"Oke maaf, aku cuman bercanda, aku butuh nomer kamu buat keperluan latihan nanti," jelas Thomas.

"Oke."

"So.." ucap Thomas menggantung.

"Aku cuman pengin nanya jam berapa toko pamanmu tutup?"

"Sekitar jam delapan malam."

"Oh baiklah, terima kasih untuk infonya. Maaf mengganggumu, selamat malam," sopan sekali aku mengucapkan selamat malam padanya.

"Sam wait.."

Tut.

Tidak aku dengar lagi suara Thomas.

Aku lempar ponselku ke kasur lalu turun ke dapur untuk meminum satu gelas air putih. Percakapan dengan Thomas rasanya membuat tenggorokanku menjadi kering.

Di meja makan dengan empat kursi ini aku duduk sendirian, sudah aku putuskan. Aku tidak akan membeli keyboard di toko musik milik paman Thomas.

***

Sudah seharian aku mencari toko alat musik terdekat di internet, Namun yang selalu disarankan oleh google adalah toko alat musik Rocky, karena lokasinya yang memang tidak terlalu jauh. Sampai akhirnya aku dapat toko musik lain, dekat dengan dermaga. Lokasinya hanya berbeda beberapa blok jalan dengan alamat toko yang Thomas beri.

Tanpa pikir dua kali, sehabis pulang sekolah, aku pergi ke sana sendirian.

Sebuah pesan singkat dari Lucas hadir di layar ponselku saat aku setengah jalan menuju toko alat musik itu.

> Hati-hati di jalan, maaf nggak bisa nganter kamu

Aku sudah mengobrol dengan Lucas tentang ini, jadwal latihan Lucas semakin padat, di tambah tim rugby Lucas lolos seleksi sebagai perwakilan dari sekolahku untuk melawan tim rugby dari sekolah lain di acara Homecoming nanti.

Lucas juga sudah tahu kalau aku sedang mencari keyboard, ia awalnya menawarkan keyboard di apartemennya untuk aku bawa pulang. Tentu saja aku menolak. Bagaimana pun juga, ia punya banyak sekali kenangan dengan keyboard itu. Aku memperlambat laju mobilku untuk membalas pesan Lucas.

< Thanks, jangan lupa banyak minum air

> Okay Prof

< Silly Lucas

Fakta jika ia mengganti nama kontakku di ponselnya dengan sebutan Prof. Sam membuatku mengganti nama kontaknya di ponselku menjadi Silly Lucas.

Ia bertingkah sangat konyol jika saat bersamaku dan berubah 180 derajat saat ia sedang di lapangan.

Minggu lalu saat ia mengajakku lagi ke apartemennya Lucas bercerita, selama sebulan ini ia mendapatkan banyak sekali surat dari siswa perempuan, surat-surat itu tersebar di loker, kolong meja, bahkan spion mobilnya. Isi pesannya kurang lebih sama, kencan setelah acara Homecoming. Tradisi itu memang sering terjadi setiap tahun. Tidak jarang diisi surat itu terselip kondom dan nomor telepon. Entah kenapa aku tertawa keras sekali saat ia menceritakan itu semua.

The Way You Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang