"Karena ada tiga orang pemain piano, dan yang kita butuhkan hanya satu, mungkin harus ada seleksi terlebih dahulu. Bagi yang tidak terpilih, bisa memilih alat musik lain atau tampil tapi tidak dalam kelompok orkestra," jelas Mr Han setelah lebih dari lima menit ia berdiri dan berpikir.
Sungguh ini momen yang tidak membuatku nyaman. Aku sudah punya firasat dari awal kalau ini bukan ide yang bagus.
"Untuk ketiga pemain piano bisa mendekati saya," pinta Mr Han.
"Sidney aku mau pulang," Bisikku.
"What?! No you can't," sergah Sidney.
"Aku nggak tahu kalau ini beneran serius."
"Sam, please, aku cuman mau kamu ikut tampil."
"Aku pernah bilang ke kamu kalau aku nggak ma-."
"Boy, Come here," ucap Mr Han kepadaku di sela-sela perdebatanku dengan Sidney.
Aku pergi mendekati Mr Han sambil menatap Sidney ganas. Sidney hanya tersenyum nakal dan melambaikan tangannya perlahan.
Ada dua orang lain yang sudah mendekati Mr Han, satu laki-laki dan satu perempuan. Kami berempat membuat lingkaran kecil di tengah-tengah lingkaran besar di panggung.
"Sam," ucapku sambil mengajak mereka bersalaman mencoba memulai perkenalan.
Mr Han menyambut tanganku. Dilanjut oleh laki-laki di sebelahnya.
"Peter." ucap laki-laki berambut pirang itu dengan sedikit sekali senyuman.
"Jordan," ucap perempuan dengan senyum manisnya, terlukis singkat dari bibirnya yang tipis.
"Ok, kalau begitu kita bisa langsung lakukan seleksinya sekarang," ucap Mr Han tanpa basa-basi.
Oh sungguh, ini terlalu terburu-buru. Aku sama sekali tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Wajahku sedikit memucat.
"Kenapa Sam? Kamu tidak siap?" Ucap Peter dengan nada yang angkuh.
"I'm just not sure," jawabku jujur.
Aku berlatih dengan Sidney di sekolah hanya sebatas mengetahui kunci-kunci biasa saja, beberapa lagu sederhana dan sedikit musik klasik. Sidney mengajariku bermain piano di ruang seni, bukan di auditorium. Sesuatu dalam ruangan ini sangat mengganggu dan aku tidak tahu apa. Aku benar-benar ingin mencekik Sidney sekarang.
Mr Han berjalan mendekati piano klasik hitam yang sudah ada di panggung sedari tadi. Dibuntuti oleh aku, Peter dan Jordan.
"Kalian hanya perlu memainkan beberapa kunci saja, tidak usah lama-lama," jelas Mr Han, "siapa yang mau main pertama?"
Peter dengan percaya diri mengangkat tangan kanannya sangat cepat. Seolah-olah tidak ingin didahului.
Peter mendekati piano dan duduk di kursi. Jari-jarinya sudah berada di atas papan tuts.
Orang-orang di panggung mulai bertepuk tangan saat Peter mulai memainkan musik. Jarinya lincah berpindah dari satu not ke not lainnya. Semakin lama tekanan di jarinya semakin kuat. Ia begitu agresif. Terlalu agresif.
"Oke Peter, cukup," ujar Mr han memberhentikan permainan Peter yang semakin lama semakin brutal. Peter seperti berusaha untuk menunjukan semua skill yang dimilikinya dihadapan Mr Han dan semua orang yang menonton.
Wajah Peter mengkerut saat sadar Mr Han memintanya untuk berhenti.
"Siapa selajutnya?" Ucap Mr Han tidak mempedulikan ekspresi Peter.
Aku dan Jordan bertatap-tatapan. Buru-buru aku ambil langkah untuk tidak tampil setelah Peter.
"Ladies first," ucapku sembari mempersilakan Jordan untuk mengambil alih permainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way You Look At Me
Teen FictionABOUT THIS STORY Setelah pergantian tahun ajaran baru. Sam dan sahabatnya yang juga sekaligus guru pribadi Sam bermain piano tidak lagi belajar di satu kelas yang sama. 2 minggu setelahnya, kejadian memilukan terjadi kepada Sam. Penyerangan tiba-tib...
