14. New Team

294 26 0
                                    

Aku berjalan keluar dari apartemen Lucas menuju tangga sampai ke parkiran bawah.

"Lucas?" aku melihat ke sekeliling menyusuri lorong tangga yang berliku-liku.

"Ya?"

"Kamu tinggal di sini sendirian?"

"Iya dan tidak."

"Maksudmu?"

"Aku nggak selalu tinggal sendirian. Dean, Ethan dan Mike kadang suka menginap di sini."

"Oh.. "

"Sudah berapa lama kamu pergi dari rumah?" tanyaku lagi.

"Lima tahun," jawabnya.

"Wow."

"Ayahku bekerja di perusahaan migas Gazprom milik Rusia, aku jadi sangat jarang sekali bertemu dengannya dan ibuku.. ia meninggal karena kanker saat umurku dua tahun."

Aku termenung. "Sorry to hear that."

"That's okay"

"Kamu anak satu-satunya?" tidak tahu kenapa aku jadi bertanya tentang hal pribadi Lucas.

"Nope, I have one brother." jelas Lucas, "dia sudah menikah dan pindah ke Washington tiga tahun lalu. Awalnya ia tinggal bersamaku di sini."

Lucas sudah berteman dengan kesendirian jauh sebelumku. Aku merasa malu karena aku pikir akulah orang yang paling kesepian.

"Are you okay?" Lucas bertanya karena melihat aku melamun.

"Oh ya, sorry."

"Kenapa Sam?"

"Orang tuaku pindah ke Washington kemarin."

"Kamu juga jadi tinggal sendirian?"

"Ya."

Lucas merangkulku. "Kamu akan terbiasa, itu nggak seburuk apa yang kamu pikirkan."

Kisahku hanyalah sepercik bara dari kobaran api jika dibandingkan dengan kisah milik Lucas. Ada rasa hangat di dadaku saat Lucas merangkulku. Ia seperti meyakinkan hatiku jika semuanya akan baik-baik saja. Yeah, everything will be alright.

***

Parkiran apartemen itu terlihat kosong, tidak begitu banyak mobil yang parkir. Aku terheran, padahal ini hari Minggu.  Mendadak sakit kepalaku datang lagi. Tidak begitu sakit, namun cukup membuat satu mataku menyipit.

"Sam are you okay?" Tanya Lucas.

"Yeah.. I'm fine, just a hangover," balasku.

Lucas mengajakku ke salah satu mobil yang terparkir di parkiran.

"Nice car," ucapku singkat.

Ia hanya tersenyum.

Lucas dan aku masuk ke dalam mobil. Aku memasang sabuk pengaman. Lucas lalu membawa mobil itu keluar dari parkiran, mengendarainya ke jalan yang aku tahu. Di mobil entah kenapa aku tidak banyak berbicara. Aku sibuk dengan rasa sakit kepala dan hanya memerhatikan jalan, sesekali aku menatapi wajah Lucas yang terlihat fokus mengendarai mobil.

Setelah beberapa menit berkendara. Mobil Lucas akhirnya sampai ke daerah pantai dan berhenti di depan rumah Dean.

Rumah Dean sedang dibersihkan oleh cleaning service saat aku datang. Aku masuk ke dalam dan melihat Dean sedang mengobrol di ruang keluarga bersama beberapa orang yang menginap. Aku juga melihat Sidney.

Sidney sedang duduk di samping Thomas dan berseru saat ia tahu aku datang. "Sammy!"

"Yo Lucas!" Ucap Ethan dan Dean.

"Hi." ucapku dan Lucas hampir bersamaan.

"Tadi malam kita kacau sekali," ucap Sidney menghampiriku sambil tersenyum konyol.

Aku juga tersenyum sama konyolnya.

"Thanks bro,"  Sidney menepuk pundak Lucas.

Sidney tahu ia sudah merasa terbantu oleh Lucas, karena tadi malam ia juga mabuk dan tidak berani untuk mengendarai mobil untuk mengajakku pulang.

Lucas mengangguk dan melirikku sepintas sambil tersenyum singkat. "No prob."

Senyum itu. Ada maksud lain dari senyum itu yang anehnya aku mengerti.

Sidney mengajak aku dan Lucas untuk ikut duduk bersama yang lainnya. Aku baru tersadar kalau ada dua orang yang belum aku kenal duduk di sofa.

"Aku belum mengenalmu. Name's Mike and this is my girlfriend, Carol. Kita berdua teman Lucas." ucap laki-laki yang belum aku kenal itu dengan ramah sembari memperkenalkan perempuan berambut pendek yang sedang dirangkulnya.

Aku mengajak mereka berdua berjabat tangan. "Sammy, " ucapku sambil tersenyum.

Thomas melihatku. "Kita berdua sudah bertemu."

"Oh yeah," jawabku.

"Kamu bilang nggak bakal minum," ujar Thomas sambil tertawa ringan.

"I was trying to.. but i made a real flop."

Sejujurnya aku malu oleh Thomas.

Dari perkumpulan dan percakapan singkat ini aku sadar. Ucapan Lucas benar, teman-teman Lucas di rugby lebih santai dan terbuka. Berbeda dengan teman-temannya di sepak bola, seperti Derek dan lainnya. Tidak heran kenapa Lucas memutuskan untuk keluar dari tim sepak bola. Lucas sebenarnya baik, sangat baik. Ia hanya pernah salah memilih teman.

"Kamu mau langsung pulang Sam?" Tidak lama  Sidney bertanya

"Yeah, let's call it a day."

"Okay. Guys, we're leaving. Thanks Dean. Your party is Rock!"

Sidney dan aku memberi high five kepada mereka semua. Tidak lupa aku berterima kasih pada Dean dan mengucapkan selamat ulang tahun lagi padanya.

Lucas bersalaman denganku di akhir. Ia menggenggam tanganku sedikit lebih lama.

"Take care," ucapnya pelan tanpa ada orang yang sadar.

"Thanks," jawabku.

Aku dan Sidney berjalan keluar dari rumah Dean menuju tempat awal aku memarkirkan mobil.

"Kunci mobilmu ada di aku Sam, kamu mau bawa?"

"Ok."

Mobilku meninggalkan pesisir pantai namun berjalan lebih lambat dari biasanya. Aku putuskan untuk mengantar dulu Sidney pulang. Setibanya di pelataran rumah Sidney setelah berkendara cukup lama ditemani alunan lagu dari album Dream Team karya Frank Sinatra, aku parkiran mobilku tepat di depan rumahnya.

"Thanks homie," Ucap Sidney setelah keluar dan menggantungkan tangannya di jendela mobil.

"Aku nggak bakal mabuk lagi Sid," ucapku lemas.

"I'm not sure." Sidney tertawa.

"See you tomorrow."

"See you."

Aku menancap gas mobilku dan bergegas untuk pulang. Hanya ada satu yang ada dalam pikiranku sekarang. Aku ingin segera menyudahi hari ini dan merendamkan badanku di air panas. 

Vote and Comment will be highly appreciated

Love, Zakiel 


The Way You Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang