19. Demoiselle

251 19 8
                                    

Lucas menutup pintu apartemennya dan pergi menuju dapur untuk menyiapkan dua gelas air putih, mataku langsung terpaku pada bingkaian foto yang terpajang di atas meja kayu.

"Here," Lucas memberi aku segelas air putih.

"Thanks."

Lucas berdiri disampingku, bersamaku menatap foto yang sama. 

"That's my brother, Matthew."

"Kalian terlihat sangat berbeda," ucapku jujur.

"Matthew mirip sekali dengan ibuku," jelas Lucas sembari menunjukanku foto sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang tersenyum lebar menggunakan pakaian musim dingin. Laki-laki di foto itu, sepintas aku melihat sosok Lucas di wajahnya. 

"That's my dad," Lucas tersenyum tipis.

Aku tahu sekarang dari mana dada bidang itu hadir, dari mana pupil mata itu lahir, dari mana rahang tajam itu tumbuh. Lucas seperti hasil copy paste ayahnya ketika muda. 

"Aku juga sangat mirip dengan ayahku," ada jeda sepersekian detik sebelum aku melanjutkan, "ayahku juga heterochromia." 

Lucas menoleh memandangku.

"Kamu punya mata paling indah di dunia, Sam."

Otot pipiku seperti tertarik oleh rasa bahagia, aku tidak bisa menyembunyikan senyumanku.

Lucas berjalan ke arah sofa, membuka bajunya dan melemparkannya ke lantai. Ia menyalakan musik yang hanya mengalunkan instrumental saxophone dari bluetooth speakernya, sebuah lagu yang sepertinya aku tahu. 

"Tonight I celebrate my love to you?"

"Yeah, Roberta Flack and Peabo Bryson," Ia menjawab dan menatapku tajam. 

Aku tidak punya pilihan lain selain datang menghampirinya dan ikut melepas baju.

"You can not be this sexy Sam, It's not fair."

"Shut up."

"Uh, Rude," ucap Lucas dengan tawa kecil. 

Aku membaringkan tubuhku di sofa dan merehatkan kepalaku di paha Lucas, ia lantas memainkan rambutku dengan pelan.

"Kenapa kamu jago banget pelajaran biologi?" tanpa sebab Lucas bertanya.

"Entahlah, aku sempat berpikir ingin jadi dokter," jawabku.

"Nerd." 

Mendengar itu aku sontak menggelitik pinggangnya, dan Lucas sepertinya takluk dengan itu.

"Kamu tahu bagaimana cara burung Nuri bercinta?" Tanyaku mencoba menebak sampai mana alur ini akan berhenti.

Lucas menggeleng. "Aku nggak tahu."

"Saat musim kawin, burung Nuri jantan bakal bernyanyi sampai 10.000 kali dalam sehari," jelasku.

"10.000 kali?" 

"Ya, 10.000 kali." 

"Untung aku bukan Nuri, bisa serat tenggorokanku kalau harus melakukan itu hanya untuk sex," Lucas tertawa.

"Itu namanya usaha," jelasku.

"Beri aku fakta lain profesor," Lucas masih memainkan rambutku. 

"Kalau laba-laba berpunggung merah, kira-kira cara apa yang bakal mereka lakukan?"

"Mereka membuat sarang?" Ucap Lucas ragu.

Aku menggelengkan kepalaku. "Saat sang jantan telah selesai membuahi si betina, laba-laba jantan bakal datang ke hadapan laba-laba betina. Laba-laba jantan sengaja menggoda laba-laba betina untuk menggigitnya. Setelah digigit, laba-laba jantan bakal dimakan oleh laba-laba betina."

"Damn! Aku beruntung bukan laba-laba, Can you imagine being eaten alive by a female?

Tawaku pecah saat Lucas mengatakan itu, ia juga sepertinya baru menyadari jika kata-kata yang ia ucap itu sangat konyol. 

Lucas berhenti tertawa dan menatapku, ia menundukkan badannya perlahan, melepas kacamataku dan mulai mencium bibirku untuk menghentikan semua basa-basi ini. 

Aku menutup mataku.

Kamu sepertinya harus juga tahu bagaimana cara bangau demoiselle bercinta. Mereka akan menari sampai hormon mereka menguap lalu terikat menjadi satu.

Disore menuju malam ini bersamaan dengan langit yang berubah jingga kegelapan. Ditemani suara lembut saxophone dan rintik hujan. Aku dan Lucas juga menari, melebur, menjadi satu dengan keringat, erangan dan cipratan air mani.

***

"That was… great," nafas Lucas masih terengah-engah, menutup penisnya yang sudah lemas dengan handuk berwarna putih.

"Yeah.. you fucked my brains out," nafasku masih satu satu.

Lucas melempar handuk ke arahku dan tersenyum nakal. "Kamu stay dulu kan malam ini?" 

Aku yang masih terbaring lemas di sofa hanya mampu menatap langit langit apartemen. "Aku nggak tahu. Rumahku pasti sangat gelap sekarang. Lagi pula aku nggak bawa ganti."

"Kamu bisa pakai bajuku dulu buat kelas besok," Suara Lucas terdengar samar-samar dari kamar mandi. 

Aku menutup tubuhku dengan sehelai handuk sambil menunggu Lucas selesai mandi. Jantungku masih menggebu-gebu… adrenaline ini terlalu kasar merasukiku, bagai burung yang tidak lagi takut ketinggian, aku terjun bebas ke dalam jurang perasaan yang semakin dalam tidak aku temui dasarnya. 

Setelah menunggu Lucas lebih dari sepuluh menit, ia akhirnya keluar dari kamar mandi wajahnya bersih dengan sisa butir-butir air yang melekat di tubuhnya.

 "Cepat mandi biar aku buat makan malam."

Tidak banyak pikir aku langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan segala lekuk tubuhku. 

Di pantulan cermin yang mengembun karena air hangat. Aku berpikir satu hal.

Banyak sekali jenis perasaan dan emosi yang dimiliki oleh seonggok makhluk bernama manusia, aku salah satunya. Perasaan aneh namun luar biasa yang lahir dan datang dari individu yang bahkan tidak pernah merasakan satu rahim yang sama. 

Di meja makan sudah terhidang dua mangkuk fettuccine carbonara dan dua gelas air soda. Makan malam ini mendadak romantis, suasana ruangan ini mendadak manis.

"Sam," suara Lucas terdengar jernih.

"Ya?"

"Thank you."

"No, I thank you," 

"Maksudku, aku masih nggak percaya kamu masih mau menerimaku setelah segala perlakuan buruk ku padamu."

Aku terdiam, ini memang aneh. Dari setiap kali sentuhan Lucas yang mendarat di kulitku, aku semakin jatuh hati padanya. Shakespeare benar, cupid painted love blind

"Aku cuman merasa ada sisi lain dari kamu yang sama sekali aku belum tahu," ucapku. "Dan aku bukan tuhan yang mampu menghakimi seseorang karena satu kesalahan."

Lucas menggigit jari telunjuknya. "That's hot."

Vote and Comment will be highly appreciated

Love, Zakiel








The Way You Look At MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang