Pagi harinya setelah kejadian itu, Guanlin mengunjungi toko tempat Shuhua bekerja sebelum ia berangkat kerja.
Untunglah Shuhua pesandiwara yang pandai. Entah bagaimana hari ini ia terlihat biasa saja. Tak akan ada seorang pun yang tahu bahwa ia menangis semalam suntuk.
"Jiejie?"
"Ah, Guanlin~! Kenapa? Kau ingin sarapan kue?"
Guanlin terdiam menatap Shuhua. Pandangannya beralih ke tangan Shuhua yang dibalut perban, kemudian mengecupnya lembut.
Shuhua tak dapat menahan semu merah di wajahnya. "U-uhm.. Lin?"
"Ini..?" Guanlin menatap Shuhua lekat.
Salahkan akting Shuhua yang luar biasa, ia berhasil menciptakan suasana senatural mungkin. "Ah.. Kemarin aku mau menutup toko, namun pintunya macet. Aku tarik kencang malah jadi begini. Hehe.."
Guanlin terdiam sejenak sebelum menghela napas. Ia mengelus kepala Shuhua dan mencium puncak kepalanya. "Hati-hati lain kali, sayang.."
Sebenarnya Shuhua merasa sangat nyeri. Ia ingin menangis detik itu juga. Namun, ia tidak mau mengacaukan suasana hari itu.
"Ya, sudah. Aku pergi dulu." Guanlin berpamitan.
Shuhua mengangguk lemas. Menatap kepergian Guanlin sekali lagi.
Lagi?
Ah, Shuhua berharap Guanlin dipecat saja dari pekerjaannya sekarang. Ia tidak sanggup lagi.
Tapi apa boleh buat. Dia harus bisa menguatkan hatinya. Dia harus bertahan. Dia sudah terlalu mencintai Guanlin. Ia tidak sanggup jika harus melepas Guanlin.
Kenangan indah mereka terlalu banyak jika harus dibayarkan pengkhianatan kecil.
"Permisi, pesan yang isi kacang satu, ya."
Dan sekarang, Shuhua hanya perlu fokus pada pekerjaannya. Berusaha membuaikan pikirannya sendiri.
"Iya, silakan."
"Iya, aku sudah makan siang."
"Kamu juga makan. Jangan lupa."
"Iya. Sayang kamu juga."Shuhua menghembuskan napas saat telepon diputus dari pihak Guanlin.
Selama ini Guanlin selalu membiarkannya memutuskan sambungan. Layaknya pasangan kasmaran lainnya yang enggan mengakhiri pembicaraan.
"Jiejie!! Jiejie jiejie jiejie!!"
Seseorang berlari masuk ke toko dengan heboh. Meneriakkan panggilan untuk Shuhua sampai si empunya panggilan jengah.
"Jangan teriak-teriak. Yang lain terganggu!" ujar Shuhua saat pengunjung lain menatap Seonho, si pelaku keributan dengan tatapan terganggu.
Seonho langsung mendudukkan tubuhnya di kursi paling dekat ke kasir sambil menarik napas brutal.
Shuhua yang melihatnya inisiatif mengambil air minum dan meletakkannya di depan Seonho. Ia sendiri mengambil posisi duduk di hadapan Seonho karena sedang tidak ada lagi yang mampir ke toko.
"Habiskan dulu. Baru bicara."
Seonho meneguk seluruh airnya sebelum akhirnya menarik satu napas panjang. Dirasa sudah stabil, ia menatap Shuhua dalam.
Yang ditatap mulai merasa risih. "Apa, 'sih?"
Seonho masih menatap Shuhua sampai akhirnya ia menghela napas. Kemudian kembali menatap sahabatnya itu, iba. "Dengarkan aku."
Shuhua mengangguk sambil masih menatap Seonho.
Seonho agak ragu mengatakannya. Namun akhirnya, ia keluarkan juga. "Aku lihat Guanlin hyung. Bersama seorang perempuan."
Shuhua menahan napasnya. Seharusnya ia sudah tau masalah ini. Tapi tetap saja perasaannya tidak pernah bisa berkompromi.
Seonho melanjutkan, "Mereka berboncengan. Ke tempat tinggal Guanlin."
Cukup sudah. Pertahanan Shuhua rubuh.
"Y-ya, jiejie!" Seonho panik saat mata Shuhua mulai berair. Sesaat setelahnya, gadis manis itu langsung meletakkan kepalanya di lipatan tangannya di atas meja.
Seonho tidak tega melihat Shuhua seperti itu. Ia tahu bahwa sahabat baiknya ini, memiliki hati yang terlampau lembut. Melihat reaksi Shuhua, Seonho sadar bahwa Shuhua pasti sudah tahu.
Ia berpindah ke dekat Shuhua dan mengusap punggungnya. "Yang sabar, jie."
Heheh iya deh dilanjut. Makasih banyak yang udah mampir aku sayang kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren; Shuhua ft. Guanlin ✔
FanfictionCome to me, sweetie. And I will heal your wound. ▪ Terinspirasi dari Webtoon Siren karya instantmiso. ▪ Bahasa baku. ▪ Angst.