"Sungguh? Sama sekali tidak terbayang di kepalaku bagaimana aku bisa melakukannya." Shuhua merespon terhadap pernyataan Guanlin.
"Sungguh! Kau sangat suka mengoleksi berbagai jenis nama kue. Kau bahkan melakukan riset untuk jurnal kuemu."
Shuhua tertawa kecil mendengarnya. "Sepertinya aku yang dulu benar-benar mencintai kue."
Kembali Guanlin menahan denyut yang mengetuk hatinya mendengar Shuhua menyebut "aku yang dulu". Tidak bisakah Shuhua menyebut "aku" saja? Ia tetaplah Shuhua bagi Guanlin.
"Sudah keempat kalinya kuingatkan untuk berhati-hati dengan pendar biru. Kau bisa memancing para siren yang berkeliaran di sekitar sini."
Guanlin tertawa renyah meresponnya.
"Ini sudah malam. Ada baiknya kau pulang."
Gelengan tidak terima langsung diberikan oleh Guanlin. "Tidak bisakah aku bermalam di sini saja?"
"Dan membuatku menjagamu semalaman?"
Benar. Guanlin baru sadar, keberadaanya di lautan hanya akan membuat Shuhua kepayahan.
"Kau sendiri dimana tertidur jika hari malam?" tanya Guanlin kemudian.
"Aku?" Shuhua mempertegas maksud Guanlin. "Aku tidak tidur. Tidak ada siren yang membutuhkan istirahat."
Guanlin terdiam mendengarnya. Membayangkan Shuhua terus berenang tanpa henti, baik siang maupun malam di lautan tanpa penghujung kembali meremukkan perasaannya.
"Ini bukan tempatmu. Kau harus kembali ke kehidupanmu." Shuhua berujar, memohon pada Guanlin untuk meninggalkan tempat itu. Berusaha mengabaikan pendar biru yang terus bertambah terang.
"Kau kehidupanku, Shuhua." Guanlin menatap Shuhua. Matanya mulai membendung. Sekali berkedip dan muara air mata akan membasahi wajah rupawan pemuda Lai.
"Hentikan. Aku bukan kehidupan. Aku bahkan ragu jika aku hidup atau tidak."
"Kau hidup! Itu sudah jelas!" Guanlin tidak dapat menahan lelehan yang mulai mengaliri wajahnya. Langsung saja ia mengusap kasar wajahnya.
Shuhua menatap Guanlin sendu. "Kumohon.."
Guanlin menggeleng. "Tidak, Shuhua. Akulah yang jahat di sini. Aku yang membuatmu kehilangan kehidupanmu." Ia mendekat pada Shuhua. "Ambil kehidupanku, Shuhua. Cium aku."
Shuhua langsung mendorong Guanlin menyadari keseriusan dalam kalimatnya. "Pulanglah!" jeritnya.
Guanlin menyadari bahwa ia berbuat sudah terlalu jauh. Ia melihat Shuhua beringsut menjauhinya.
"Maafkan aku." Ia berdiri dari tempatnya. "Aku akan pulang. Besok aku akan datang lagi." Kemudian menatap Shuhua yang tetap tak mau membalas pandangannya. "Sampai jumpa."
Pagi hari sudah tiba dan Guanlin masih belum memejamkan mata sejak tadi malam. Ia sama sekali tidak bisa membiarkan pikirannya tenang.
"Sudah, kau tidak perlu masuk kerja!" Nyonya Lai mengantarkan semangkuk bubur pada Guanlin.
"Iya.." jawab Guanlin lemas.
Nyonya Lai menatap putranya itu cemas. "Apa yang kau pikirkan, Guanlin?"
Guanlin menggeleng lemah. "Tidak, mama. Aku hanya letih."
Nyonya Lai kembali menghela napas melihat perlakuan putranya. Ia menatap putranya cukup lama. "Habiskan buburnya. Jika kau-"
Ting tong!
"Ah, sebentar. Mama bukakan pintu dulu. Kau habiskan saja buburmu." Dengan begitu, Nyonya Lai meninggalkan kamar Guanlin.
Menyisakan Guanlin yang masih termenung dalam balutan selimutnya. Sama sekali tak berminat menyentuh mangkuknya.
Pikirannya melayang. Ia tak ingin kehilangan Shuhua. Bagaimanapun caranya ia harus mengembalikan kaki Shuhua.
"Di sini kau rupanya. Bermalas-malasan di balik selimut hangatmu."
Guanlin menoleh, dan melihat Eunbin masuk ke dalam kamarnya.
"Tak sopan memasuki kamar lelaki, kau tahu."
Eunbin mencibir. "Ibumu sudah mengizinkan. Lagipula, kau bukan lelaki. Tak ada lelaki yang menyakiti orang begitu dalam."
Ringisan terdengar setelahnya. Dapat dipastikan bahwa perkataan Eunbin menancap tepat pada Guanlin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siren; Shuhua ft. Guanlin ✔
FanfictionCome to me, sweetie. And I will heal your wound. ▪ Terinspirasi dari Webtoon Siren karya instantmiso. ▪ Bahasa baku. ▪ Angst.