Cinta tak akan pernah saling melupakan, tetapi cinta bukan pula sebuah ingatan yang menjadi sebuah kenangan, itulah yang kini ada dalam pikiran seorang gadis bernama Sheila Sofia Malia, bukan karena ia ingin melupakan masa lalunya melainkan gadis tersebut ingin memulai lembaran baru tanpa harus hidup dalam sebuah kenangan.
Mal terus berjalan menulusuri jalan di daerah Essen dengan pakaian berlapis dan jaket tebal serta tak melupakan tutup telinga dan sarung tangan berwarna pink miliknya berharap ia dapat menahan dinginnya malam hari di bulan desember, ia terus melangkah menerobos dinginnya malam di kota indah itu yang diperkirakan akan turun salju.
Tiba-tiba langkah kaki gadis tersebut terhenti di sebuah cafe, wajahnya terlihat berseri ketika ia menatap seorang pria sebayanya yang duduk di bangku cafe yang akan Mal masuki.
“Hai, sudah lama menunggu?” tanya Mal lalu duduk tepat berhadapan dengan pria tersebut.
“Lumayan, mau pesan apa?”
“Hmm, Americano saja, sama sepertimu.”
“Baiklah.” Jawab pria tersebut kepada Mal sambil memesankan pesanan mereka berdua kepada waitress.Mereka berbincang dengan asyiknya seperti sudah saling lama mengenal, Minseok baru mengenal Sheila Sofia Malia seminggu yang lalu di sebuah toko buku, kebetulan saat itu mereka menginginkan buku yang sama dan hanya tersisa satu lagi. Walaupun buku yang mereka inginkan hanya tersisa satu, tetapi mereka tak saling egois alhasil Minseok dan Mal bukan saling memperebutkan buku tersebut melainkan mereka saling mengalah lalu Minseok memiliki ide bagaimana jika buku tersebut dibeli olehnya tetapi buku tersebut menjadi milik mereka berdua, Mal boleh mengambilnya kapan saja. Mungkin agak terdengar konyol, tetapi dengan segera mungkin Mal menyetujuinya selama menurutnya itu adil, hal itulah yang membuat mereka semakin dekat dalam waktu seminggu.
Minseok dan Mal terus berbincang dengan menceritakan hobi mereka masing-masing, mungkin karena mereka memiliki hobi yang sama bahkan mereka memiliki selera yang sama dari buku, film, musik hingga makanan kesukaan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam namun mereka enggan berpisah, mereka seperti sahabat yang sudah lama berpisah lalu dipertemukan kembali karena mereka terlihat nyaman dan tak mau menghentikan percakapan mereka, walaupun keduanya sadar bahwa mereka mengobrol sudah cukup lama.
Minseok menatap Mal yang terlihat sedang melihat jam, seakan-akan gadis tersebut tak mau pertemuan ini berakhir begitu saja karena terpancar kesedihan di mata gadis yang dilihatnya saat ini. Bukan pria tersebut tak mau mengakhiri percakapannya hari ini, melainkan pria tersebut sama dengan gadis di hapannya, rasanya ia tak rela berpisah hari ini.
Tak lama kemudian ponsel gadis tersebut berbunyi menandakan ada telepon masuk, entah itu dari siapa. Gadis tersebut mengangkat sebuah panggilan yang ternyata dari temannya.
“Maaf Seok, sepertinya temanku meneleponku.” Ucap gadis tersebut pada lelaki didepannya. Minseok pun mengangguk mempersilahkan gadis tersebut mengangkat teleponnya terlebih dahulu.
“Mal, kamu di mana? Ini udah malam.” Tanya seseorang dalam percakapan di ponsel Malia.
“Aku di caffe sekitar Essen, sebentar lagi aku pulang.”
“Baiklah, aku tunggu ya, jangan pulang larut malam, aku takut sendirian di rumah.”
“Iya Azny bawel, sebentar lagi juga aku pulang jadi bersabarlah.” Jawab Malia dengan menutup telepon secepatnya.“Sepertinya teman sekamarmu sudah menunggu, sebaiknya kamu pulang sekarang. Ayo, aku antar.” Saran Minseok sambil beranjak dari bangku tempatnya duduk.
“Baiklah, terimakasih.”Minseok segera membukakan pintu mobilnya untuk mempersilahkan gadis tersebut masuk, namun langkah gadis tersebut tertahan oleh tangannya yang menggenggam tangan gadis tersebut sehingga gadis itu terlihat kaget.