♥ nine.

28 10 7
                                    

Sekedar mengingatkan.

Jangan lupa klik VOTE -- bintang kuning di pojok kiri bawah.

Jika ada bahasa yang kurang baik silahkan berika masukan atau saran.

Terima kasih ❤❤❤

Terima kasih ❤❤❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥❤♥

Jimin POV.

Badanku rasanya begitu remuk, leher ku juga sakit. Aku membuka mata dan menemukan diriku yang tertidur di lantai yang hanya beralaskan karpet yang tipis. Kurasa aku tertidur saat aku mengawasi Hyejin yang sedang nyenyak menutup mata di atas kasur yang empuk tersebut. Sungguh, dia benar-benar membuatku khawatir.

Aku sedikit mengusap mata yang samar-samar dengan mulut yang masih menguap. Aku melirik jam tangan, oh astaga ini sudah pukul lima sore rupanya. Seharusnya aku pulang sekarang agar eomma tidak khawatir. Tentu saja, mengumpulkan tenaga untuk membangunkan anak yang satu ini.

Aku mulai beranjak dengan gontai menuju ranjang yang di tempati adikku. Kurasa dia masih tidur dengan nyenyak-- masih menjelajah di alam mimpinya.

"Hyejin-ahh.. Ayo bangun, kita harus segera pulang sekarang"

Seperti dugaanku. Dia tidak akan bangun dalam sekali ucapan yang ku lontarkan.

"Hyejin bangunlah" ujarku dengan sedikit menggoyangkan tubuhnya.
Masih belum ada tanda ia membuka mata.

"Park Hyejin. Kau dengar oppa? Sekarang bangunlah. Kita harus pulang, kau ingin eomma khawatir?"

Aku menghela nafas setelah lontaran kalimat ketiga ku ini. Aku bahkan terus mengguncang tubuhnya.

Sesuatu yang membuatku terlonjak kaget. Wajahnya sangat pucat. Bibirnya putih susu. Jari-jarinya juga sangat dingin, berbeda dengan suhu badannya yang terasa hangat.
Jantungku rasanya seakan berhenti berdetak. Bagaimana ini. Hal yang ku takutkan pada akhirnya terjadi. Tidak, adikku pasti akan bangun.

"Hyejin-ahh bangunlah"

"Bangun Hyejin!"

"Kau mendengarkan ku kan?!"

"Tolong Hyejin buka mata mu"

Aku tidak berhenti berteriak, tanganku juga tidak berhenti mengguncang tubuhnya.

"Jimin! Ada apa?!"

Aku bisa mendengar teriakan Hyosin dari arah pintu. Aku hanya meliriknya sekilas, lalu kembali dengan aktivitasku--membangunkan anak yang mungkin sedang tersesat di alam mimpinya.

"Dia susah bangun lagi?" seperti yang ku pikirkan. Hyosin sudah tahu semuanya, namun kali ini tebakannya kurang tepat sasaran.

"Ini terlewat susah. Dia bahkan tidak membuka matanya sama sekali. Apa yang harus kulakukan sekarang, dia harus membuka matanya sekarang"

DREAM LIFE 🌠 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang