♥ eleven.

19 8 4
                                    

♥❤♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♥❤♥

Suasana heningnya malam di temani dengan sayup angin yang semakin menyisir helaian rambut hingga terlihat sedikit berantakan disertai dengan tetesan air mata dan kekacauan perasaan.

Malam yang terasa panjang bagiku dan mungkin juga dia yang sedang duduk di sebelahku dengan pembisuan diri masing-masing tanpa pergerakan kecil sekalipun. Aku ingin bangkit dari kursi lusuh ini sudah tidak dapat bertahan jika seperti ini suasanya. Jantung dan otakku masih tidak sinkron dengan niatku untuk berdiri. Rasanya benar-benar lemas setelah mendengar lontaran kalimat terakhir yang lelaki ini ucapkan.

Seharusnya lontaran kalimat itu tidak terpengaruh olehku setelah pengakuan menyakitkan yang ia ucapkan, namun berbeda keadaan untuk saat ini. Sangat sulit bagiku untuk membedakan kata ' Membenci atau-- menyukai' harusnya sekarang aku sudah mencakar habis wajahnya, melontarkan kata-kata yang menyakitkan untuk membunuh seluruh rasa amarahku atas kejadian semester lalu. Tapi bagaikan sihir yang berhasil menyatu dengan jiwaku, bahkan sekarang aku masih diam saja tidak mengatakan apapun lagi dengannya.

Aku sedikit melirik Jinyoung dari sudut mataku. Dia masih duduk dengan menyatukan jari-jarinya, wajahnya menunduk, sesekali terdengar helaan nafasnya. Aku tidak ingin peduli. Ingat Hyejin dia adalah orang yang membuatmu di permalukan di depan umum. Namun, tanpa aba-aba aku malah bangun dan meningalkannya. Tunggu. Alih-alih berdiri, tanganku bahkan lebih dulu di tahan dengan gerakan secepat kilat.

"Tunggu. Apa kau masih marah?" ucapnya serasa menatap sambil menahan tanganku.

Akhirnya setelah sekian lama dia tidak melontarkan ucapannya, kali ini Jinyoung berhasil melontarkan pertanyaan yang semakin membuatku ingin melayangkan jari-jari manisku untuk mencakar wajah tampannya.

Apa yang dia pikirkan? Sedari tadi aku diam, bahkan hamparan kata permintaam maafnya yang sejak tadi tidak pernah aku hiraukan. Apa itu namanya aku sedang senang atau marah? Heii boy tolong gunakan otakmu. Kau tahu, otak udang bahkan lebih cerdas dari otak dangkalmu itu.

"Marah? Untuk apa aku marah. Kurasa membencimu jauh lebih baik dari pada marah padamu" ujarku dengan senyum miring sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya.

"Hyejin-ahh.. Aku mohon, biarkan aku menjelaskan sesuatu. Jangan pergi kau harus tetap disini bersamaku"

Bae Jinyoung. Definisi orang yang tidak mengerti dengan keadaan. Dia masih berani menahanku dan menyuruhku untuk tetap diam disini--menemaninya? Heolll... Aku sungguh salut dengan apresiasinya karena mau menjadi temanku. Tapi sayang ternyata dia sama saja seperti orang-orang yang sering kutemui di sekolah. You fake, boy!

"Pergilah ke kamarmu. Aku akan tidur sekarang, lagipula aku sungguh lelah menemanimu disini yang hanya menghancurkan perasaanku. Ku harap kau tidak mengganggu tidur nyenyakku sampai besok pagi" aku berucap sambil melangkah menjauh meninggalkan kamar dan mulai memasuki area rumah.

DREAM LIFE 🌠 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang