Vote before reading ❤
Vote sebelum baca, okay?Enjoy~
Kim Mingyu
"JEONGHAN, BUKA PINTUNYA! JEONGHAN!!"
Aku menggedor pintu apartemen Jeonghan gak peduli berapa banyak orang yang melihatku sinis karena ganggu ketenangan di pagi-pagi begini.
"Jeonghan!!"
Klek
"Apaan s-"
Bugh!
Satu tonjokan melayang ke wajahnya. Aku benar-benar emosi. Bagaimana dia bisa melihatku dengan mata sayu dan muka tengil begitu?
"Apa-apaan sih!" dia bangun dan langsung mengangkat tangan untuk menonjokku. Hanya aku lebih cepat darinya. Aku menahan tangannya. "Lo tau apa yang lo lakuin sama istri lo semalam?"
"Istri gue? Haneul? H- Haneul?!"
"Iya! Lo apain dia, Brengsek?!!" aku menonjoknya sekali lagi.
Dia tersungkur dan kali ini gak langsung membalas karena masih bingung dengan perkataanku. "Maksud lo apa?"
"HANEUL MASUK RUMAH SAKIT GARA-GARA LO, BANGSAT!"
"Rumah sakit?!" dia langsung berdiri dan melotot ke arahku. "Iya! Puas lo?!"
"Kenapa bisa masuk rumah sakit?"
"Lo bego atau gimana sih? Lo apain dia semalam, hah?!"
"Semalam-" dia tiba-tiba berhenti bicara dan mukanya langsung shock.
"Apa? Puas lo nyakitin dia, hah?!"
"Tapi gue bener-bener gak sadar, Gyu. Sumpah!"
"Mau lo sadar atau enggak, namanya lo nyakitin orang, ya gak ada alasan lagi! Lo gak tau kan kalau Haneul punya trauma?!"
"T- trauma?"
"Iya! Dan trauma dia muncul lagi gara-gara lo!"
"M- maksudnya?"
"Cih. Ternyata bener dugaan gue. Lo nikahin Haneul cuma karena kekuasaan dan embel-embel ganti rugi, kan? Segitunya lo mementingkan jabatan daripada hak asasi manusia? Gila, kalau gitu mending gue aja yang nikahin Haneul."
Bugh!
Seketika pipiku rasanya seperti dihantam batu. Jeonghan menonjokku dengan nafas terengah-engah. "JAGA UCAPAN LO!"
"APA?! BENER KAN GUE?!" aku bangkit dan dorong dia sampai dia tersungkur ke belakang.
"JEONGHAN, MINGYU, CUKUP!" suara berat menggelegar menginterupsi omongan Jeonghan yang sedetik lagi keluar dari mulutnya. Saat aku menoleh, ada Pak Wonwoo yang menatap kami galak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIT || Yoon Jeonghan ✔
Fanfiction"Terkadang yang membuat aku tersiksa bukan karena nikah sama kamu, tapi tentang sesuatu yang kita jadikan alasan untuk menikah. Karena hari demi hari membuat aku terbiasa sama kamu. Dan apabila kebiasaanku hilang, separuh hidupku juga hilang. Jadi...