Vote before reading ❤
Vote sebelum baca, okay?Enjoy~
Habit akan hiatus selama ramadhan.
Dilanjut setelah lebaran."Lee Jihoon?"
"Iya. Gue temen sekelas Jeonghan waktu SMA, kenal Wonwoo? Dulu kami berdua dekat sama Jeonghan."
Entah kenapa aku jadi bingung. Antara takut dan penasaran. Aku belum pernah lihat laki-laki ini. Waktu pernikahan kami, dia gak datang. Dan Jeonghan gak pernah cerita soal teman SMA-nya kecuali Pak Wonwoo. Aku panggil Pak Wonwoo karena terbiasa, padahal mah dia seumuran denganku dan Jeonghan.
"Kalau gak percaya coba ditanya. Gue mau samper kalian berdua tadi, cuma gue lagi fokus makan dan kalian lagi romantisan dengan bayi kalian."
Sial. Dia lihat? "Maaf gak sempat datang ke pernikahan kalian kemarin. Ada urusan di Hongkong."
Aku mengontak Jeonghan untuk bertanya tentang laki-laki misterius bernama Lee Jihoon ini. Aku hanya diam dan belum menjawab satupun omongannya.
Jeonghan
Iya, itu temenku. Salamin ya.
12.06"Iya, Jeonghan bilang lo temannya."
Dia langsung tersenyum puas. "Jangan tegang gitu dong, Neul. Gue gak ada niat buruk. Gue kan nyamperin doang. Kalau lo kira gue bakal nyelakain lo, jahat banget dong gue. Jelas-jelas Jeonghan dekat banget sama gue."
Aku terkekeh karena sadar kalau aku terlalu tegang dan takut padanya. Masalahnya, aku jadi takut dengan orang asing semenjak hamil. Biar bagaimanapun, banyak kolega bisnis Jeonghan yang siap mengganggu kehidupan kami berdua.
"Omong-omong, kenapa kalian bisa nikah?"
Ah.. Pertanyaan itu lagi..
Aku diam sejenak. Aku perlu bohong atau enggak? "Gue pernah denger Jeonghan ketemu sama lo karena nabrak pohon ya?"
Aku mengangguk. "Iya, gue jalan di tengah jalan dan dia menghindar terus nabrak pohon. Terus karena dia nuntut ganti rugi, dia pakai syarat kalau gue harus jadi istrinya kalau gue gak bisa ganti."
"Wow.. Jeonghan masih sama gilanya.."
Makananku datang gak lama kemudian. Jihoon memesan dessert lagi ke pelayannya. "By the way, Jihoon," ucapku di sela makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HABIT || Yoon Jeonghan ✔
Fanfiction"Terkadang yang membuat aku tersiksa bukan karena nikah sama kamu, tapi tentang sesuatu yang kita jadikan alasan untuk menikah. Karena hari demi hari membuat aku terbiasa sama kamu. Dan apabila kebiasaanku hilang, separuh hidupku juga hilang. Jadi...