"Ku-kuli?!" kaget Zia.
"Ehmm,"
"Ku-kuli di-di mana? Se-sejak kapan?"
"Mas nguli di bimble, ngajar Kimia sama Biologi." Zia menghela napas lega.
"Kenapa? Adek malu ya dan mikir Mas jadi kuli beneran? Yang suka bawa beras berkarung-karung gitu?" selidik Ray.
Zia mengangguk pelan, "Sebenarnya nggak malu sama jenis pekerjaannya Mas ... cuma ya kalau suami sendiri kerja kayak gitu terus istriya nggak tau, kan jahat banget adek."
"Oh gitu ya." Ray terlihat kecewa.
"Beneran enggak malu kok, kalau ternyata mas beneran jadi kuli panggul gitu ... apapun pekerjaan, yang penting halal dan nggak ngemis tetap bagus dan terhormat!"
"Ciee, akhirnya dengar juga kata Mas dan Adek keluar dari mulutnya,"
"Kan, m-mas yang duluan!" lirih Zia menunduk malu dan barang-barang mereka sudah tersusun rapi sesuai tempatnya.
Ray melihat perbedaan kamarnya saat ia masih bujang dan setelah memiliki istri, sangat jauh berbeda. Sungguh beruntung ia tidak berpikir panjang untuk menghalalkan Zia dulu. Padahal mereka sama sekali tidak dekat, hanya pernah sekali Ray ditunjuk sebagai asisten di salah satu mata kuliah oleh dosennya waktu menempuh pendidikan S1. Itupun untuk bicara basa-basi pun tidak.
Satu-satunya waktu mereka dapat berbicara lama sebelum menikah, yaitu pada saat Ray meminta izin untuk datang ke rumahnya Zia untuk yang pertama kali sebelum libur semester dan kedua kalinya saat ia ingin mendapat kepastian atau mendapat izin dari Zia untuk datang ke rumahnya.
***
Melihat semua perubahan yang terjadi pada diriku dan kehidupanku, membuatku kembali mengingat kejadian dua tahun lalu.
Waktu itu, aku sedang menempuh pendidikan meraih gelar sarjanaku. Saat itu ingatan yang tidak akan pernah bisa aku lupakan, semester lima. Semester penuh tantangan, terlebih saat itu adalah tahun ajaran baru. Mahasiswa baru Fakultas Kehutanan tahun ini cukup ramai, berbeda dengan angkatan kami yang sesuai dengan nama jurusannya, sepi, sunyi bak di hutan, tidak ada mahasiswa yang berani bolos atau tidak hadir mata kuliah tanpa alasan yang jelas.
Tahun ajaran ini, aku kembali ditunjuk sebagai Asisten mata kuliah Penginderaan Jarak Jauh.
Seorang Praktikan dengan malu meminta bimbinganku untuk peletakan objek pemetaannya. Hanya aku yang tersisa yang bisa ia minta tolong. Benar, Praktikan itu adalah Zia. Bahkan, saat ia meminta tolong padaku sama sekali tidak tahu siapa namanya dan seperti apa wajahnya dengan jelas. Bagaimana tidak, setiap kali diajak berdiskusi terkadang ia melihat ke arah yang lain saat aku menatapnya dan semenjak menjadi asisten mata kuliahnya, saat itulah aku mengetahui siapa namanya dengan jelas. Awalnya aku pikir, ia tidak tertarik dengan mata kuliah itu.
Ternyata aku salah besar, bukan karena tidak tertarik melainkan karena perbedaan kami yaitu antara laki-laki dan perempuanlah yang membuatnya seperti itu. Sangat menjaga pandangannya, bahkan irit bicara. Itulah Zia, istriku di masa depan. Sungguh indah takdir ini dan Allah Maha Pengasih mengizinkanku bersama dengan salah satu keindahan ciptaan-Nya.
÷
Waktu pengumpulan laporan praktikum tiba. Hanya kuberi tenggang waktu seminggu semenjak praktikum lapangan dilakukan untuk menyelsaikan laporan mereka. Sebagai koordinator, laporan yang diserahkan padaku harus diperiksa dulu di asisten masing-masing kelompok. Itu artinya laporan yang datang padaku harus sudah sesuai dengan keinginanku sebagai petinggi untuk urusan praktikumnya dan harus diantar sendiri oleh orang yang bersangkutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijazah atau Ijab Sah (Revisi)
RandomMemilih menikah di saat masih kuliah dan dihadapkan dengan pilihan antara mendapat IJAZAH atau malah IJAB SAH. ❗Warning INI HANYA FIKTIF BELAKA. Jika menemukan⤵️ - MASLAHAT ✔️ - MUDARAT ✖️ . . . . . . Jazakumullah khairan katsir 😊