3. Canggung!

7.9K 416 1
                                    

"Eh ma-maksudnya apa?" bingung Zia.

"Ehm-e-hm- lupain aja ... ukhti ganti baju gih sana,"

Zia mendelik, menatap Ray dengan horor seraya menyilangkan tangannya.

"Ma-ma-maksudnya tadi itu ke-keluarin baju itu, anta ganti baju!"

"Hmm nih udah! Sekarang giliranmu,"

"Eh! I-iya,"

Zia berjalan menuju kamar mandi dengan menunduk, "Permisi," ucapnya sopan.

Rayyan hampir tidak bisa menahan tawanya melihat sang istri bertingkah seperti sedang bersama dengan seorang kaisar. Namun tidak bisa ia pungkiri, bahwa dengan susah payah ia menahan degup jantungnya.

"Ayolah Ray, tatap matanya! Yakinkan dirimu, kalian sudah halal kalau sekedar saling pegang dikit,"

Dua puluh menit berlalu, Zia masih saja di dalam kamar mandi.

"Kok lama banget ya? Ngapain aja buk?" lirih Ray karena tidak ada tanda-tanda Zia akan masuk kamar.

"Apa dia mampir ke tempat lain ya?"

"Apa aku panggil aja ya ke sana?"

"Ihh gensi ah! Siapa tau Zi lagi pup gitu,"

Sedangkan, di dalam kamar mandi sedari tadi Zia sudah berganti pakaian. Namun, ada masalah besar, yaitu Zia kedatangan tamu. Di hari bersejarah untuknya, ternyata adalah hari pertamanya haid.

Bingung.
Ya, Zia bingung karena seharusnya ini kabar gembira untuknya karena akan bebas dari kegugupan parah. Namun, entah mengapa ia sedih memikirkan pemuda yang sudah berstatus suaminya karena tidak bisa mendapatkan haknya sebagai suami untuk pertama kalinya, mengingat ini malam pertama mereka sebagai suami istri.

'Beranikan dirimu dan mulailah dari hal dasar, Ray!' batin laki-laki itu semabari mengibaskan tangan ke wajah, entah karena suhu yang panas atau gugup. Bersamaan dengan itu, suara pintu kamar terbuka.

Keduanya saling tatap, "Kenapa suasananya jadi horror gini?" lirih Zia.

"Hmm ... Ukhti, a-ana-aku ingin hmm-" kemudian Ray melihat istrinya dengan bingung, "loh, kok belum ganti baju?"

"Masih ada urusan,"

"Urusan apa?"

"Mau ngambil roti dulu,"

"Ambil roti? Roti buat apa? Kamu belum makan?" Ray mengerutkan dahi kebingungan.

"Sebentar," Zia berlari kecil menuju lemari kecil di belakang Ray dan mengambil sesuatu dengan bungkusan yang asing bagi Ray di dalam lemari itu.

"Itu apa?"

"Nah, ini yang dinamakan dengan Roti," Zia mengangkat benda yang adalah pembalut.

"Roti? Itukan pembalut neng,"

"Yee, ini tuh namanya Roti ... Roti Tawar!" Zia menyengir tanpa beban.

'What?! Jadi itu rotinya? Terus, berarti selainya itu?' batin Ray seraya melotot.

"Permisi," lagi-lagi Zia meminta izin berjalan melewati Ray dengan sopan dan membuka pintu kamar.

"Uwekk-uwekk!"

Entah berapa kali Ray muntah. Hanya ingin muntah tanpa 'pengikut' di dalam perut yang rasanya ingin ikut menyeruak. Beruntung Zia sudah keluar kamar, jadi tidak sadar karena Ray juga tidak ingin menyinggung perasaan istrinya, walaupun itu memang benar hal yang kotor.

"Hmm kalau dia datang bulan, berarti-" Ray menghela napas, "ya sudahlah, sabar aja mas bro!" ia menguatkan diri yang bersamaan dengan Zia yang masuk kamar kembali.

Ijazah atau Ijab Sah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang