Seperti biasa di pagi hari, jalanan akan dipenuhi oleh manusia yang akan melakoni kegiatan rutinnya setiap hari. Begitu juga dengan Zia, ia berjalan menuju kampus dengan wajah sumringah. Namun, ketika berada di halaman kampus, netranya menangkap sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.
"Zi!" panggil Alifa dengan melambaikan tangan dari teras kampus. Zia tersenyum manis menanggapinya.
"Akhi, tuh liat!" bisik Indra menyikut Rayyan.
"Apa?" netra Rayyan langsung tertuju ke halaman kampus.
"Astaghfirullah! Kamu ini." malu Ray.
"Assalamu'alaikum," sapa Zia ketika sudah di depan Alifa.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," balasnya, tetapi suara Indra yang paling keras dan disusul dengan berdehem, "ekh-hmmm," sambil menyikut lengan Rayyan.
"Ayo naik!" ajak Zia, Alifa mengangguk. Namun, saat berada di lobi Indra memanggil kedua gadis itu, "Ukhti Zia, tunggu dulu!" keduanya berhenti di jarak dua meter dari Indra tanpa melihatnya.
"Ada apa?" tanya Alifa.
"Ray mau ngomong sama Zia nih!"
Zia semakin menunduk dan memejamkan matanya, khawatir."Ayo! Katanya tadi mau ngomong, gimana sih!" bisik Indra.
"Hmm ... Ukhti! Ja-jadi bagaimana?" Ray memberanikan diri.
"Maaf, apa maksudnya?" Zia tidak mengerti maksud Ray, masih menunduk.
"Tentang yang kemarin,"
"I-itu-ana tidak tahu, tanyakan saja sendiri,"
Rayyan tersenyum dengan jawaban Zia yang artinya mengizinkan, Indra dan Alifa semakin kebingungan."Ayo naik!"
"Tapi kan- ... tadi katanya mau dapat jawaban, lah ini-"
"Udah tahu jawabannya, udah ayo naik!"
Rayyan dan Indra menuju lantai tiga untuk kuliah, sedangkan Zia dan Alifa menuju lantai empat.
"Alhamdulillah, ini hari terakhir kita kuliah semester ini ... libur semester terus nyambung sama puasa, jadi liburnya tiga bulan lebih seminggu! Senangnya," girang Alifa.
***
Sabtu sore.
"Assalamu'alaikum," sapa Zia.
"Wa'alaikumussalam, kebetulan Zia pulang ... bantu Umi cuci piring tuh," sahut Ibu Zahrah, Ibunya Zia.
"Setelah hampir lima bulan nggak pulang, penyambutannya kayak gini ... huft, apa Umi nggak ngasih Zia istirahat bentar?"
"Sebentar lagi mau malam,"
"Iya deh ... Oiyaa Umi, sebenarnya ada yang-yang-"
"Yang apa?"
"Katanya ada yang mau datang ke rumah akhir minggu ini,"
"Siapa? Ikhwan?" Ibunya Zia hanya menerka dan beliau berbicara tanpa melihat anaknya dan tidak sadar Zia mengangguk.
"Kayaknya sih mau datang sama keluarganya ... Itupun kalau serius,"
Ibunya sontak melihat Zia dengan terkejut."Loh! Jadi yang datang laki-laki?"
"Hmm iya,"
"Anak nakal! Kenapa nggak bilang dari tadi?" Ibu Zuhrah kebingungan.
"Tadi kan-"
"Terus kapan?"
"Kalau akhir minggu ini berarti-"
"Besok!" potong Ibunya panik, Zia mengerjapkan mata melihat kepanikan ibunya.
***
Keesokan harinya.
"Jadi bagaimana Ustadz?"
"Sebentar, saya tanyakan anak kami dulu," Bapak Abdul Halim lalu berbisik pada istrinya.
'Ya Allah, beneran datang!' batin Zia.
Zia dipanggil oleh Ibunya untuk keluar."Putri kami ini tidak pintar masak, ceroboh, pemalas, bandel, pemarah, jadi apa Nak- maaf, siapa namanya tadi?"
"Zakinul Ahmad Rayyan,"
Ibu Zahrah mengernyitkan dahinya, bingung akan memanggil apa."Panggil saja Rayyan," timpal ibunya Ray mengerti.
"Apa Nak Rayyan masih yakin?"
"InsyaAllah yakin ... U-Umi," Rayyan menunduk malu, ingin rasanya menatap gadis di hadapannya dalam waktu lama, tetapi ia sadar belum saatnya.
"Bagaimana dengamu, Nak?" Bapaknya Zia meminta pendapatnya.
Dengan mengucapkan Basmalah, Zia dengan malu menyetujui pinangan dari Rayyan."Alhamdulillah," ruangan dipenuhi rasa syukur.
Setelah itu, kedua belah pihak mendiskusikan rencana bahagia itu."Kami pihak laki-laki akan bertanya pendapat pihak perempuan ... jadi menurut antum, saudara kapan?" tanya Bapak Ali, ayahnya Rayyan.
"Kita tanya dulu sama pemilik hajat," ayahnya Zia menatap Rayyan yang celingukkan.
"Ehmm ... Kalau menurut saya Syawal, sebenarnya setiap bulan baik, tetapi bulan Syawal sangat baik untuk menikah dan banyak hadist shahih yang menganjurkan menikah di bulan Syawal," ujar Rayyan.
'Syawal? Ya Allah, kalau tahun ini ... Berarti-' batin Zia kaget, sontak menatap Rayyan yang tersenyum. Kemudian kembali menunduk.
Glekk!
Zia menelan salivanya berat.
"Umi, apa secepat ini?" bisiknya."Loh, kenapa? Zia tidak setuju?" balas ibunya dengan berbisik.
"Bukan gitu, tapi kan ini terlalu cepat ... apa tahap ta'arufnya dihilangkan?"
"Loh, tetap ada kan! Tunggu dulu keputusannya,"
"MasyaAllah, ana InshaaAllah setuju di pertengahan atau di akhir syawal ... Bagaimana dengan antum?" tanya ayahnya Zia.
Kedua pihak keluarga setuju dan keputusannya Rayyan dan Zia yang akan menikah di pertengahan bulan Syawal karena keduanya masih harus masuk kuliah. Jantung keduanya tidak bisa berkompromi lagi, terutama Rayyan. Keringat dingin membanjiri tubuhnya.
***
Ramadhan 1440 Hijriyah.
"Cuitt-cuitt! Ciee si kakak, puasa terakhir jadi jomblo nih!" goda Aisyah, adik perempuan Zia.
"Apaan sih dek?" kesal Zia, sejatinya malu.
"Rumah makin rame, apalagi nanti setelah lebaran bakalan lebih rame dan bakalan puas makan!"
"Makan aja yang dipikirin!"
"Iya tau, yang dipikirannya cuma ada Kak Rayyan,"
"Astagfirullahhal'adzim, nggak boleh gitu! Itu dosa dek,"
"Iya deh maaf," sesal Aisyah sambil cekikikan.
***
....
"Saya terima nikahnya Zakiatul Aisyatuz Zahra binti Abdul Halim, dengan seperangkat alat shalat dan emas 25 karat ... masih hutang!"
"Bagaimana saksi! Sah?"
"TIDAKKKKK!"
"......................."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ijazah atau Ijab Sah (Revisi)
RandomMemilih menikah di saat masih kuliah dan dihadapkan dengan pilihan antara mendapat IJAZAH atau malah IJAB SAH. ❗Warning INI HANYA FIKTIF BELAKA. Jika menemukan⤵️ - MASLAHAT ✔️ - MUDARAT ✖️ . . . . . . Jazakumullah khairan katsir 😊