12. Si calon pelakor ternyata dia-

4.2K 211 4
                                    

Ternyata si calon pelakor anak dari pemilik balai. Baiklah, ada baiknya juga artinya kesempatan dia untuk 'melakorin' Mas Ray bisa dicegah.

"Fa, Alifa!" Kupanggil sahabat shalihahku setelah pertemuan usai. Ia menoleh dan tanpa basa-basi kujelaskan maksud dan inginku. Tampaknya Alifa bersemangat.

"Wah, Salwa dan Aya cocok banget dilibatkan dalam rencana ini ... apalagi si Salwa udah jago tuh menciduk jenis pelakor biar tau rasa!" Alifa terkekeh, aku pun bingung maksudnya dan kutanya.

"Yah gitu deh, sebelum akhirnya Salwa menjemput hidayah hijrah ...." Alifa sedikit mendekat ke arahku hendak berbisik. Namun, segera kucegah jika bermaksud hendak membicarakan sahabat shalihah kami, kuminta sebaiknya jangan karena akan jatuh ke ghibah.

"Mendingan kita dengar langsung dari Ukhti Salwa biar ga jadi dosa," usulku dan Alifa menyetujuinya dengan sedikit merasa bersalah.

***

Setelah pertemuan, kami menuju perpustakaan kampus sambil kami menunggu Salwa selesai kuliah. Kami berdua membicarakan seputar PKL yang membuat Alifa mengetahui alasan mengapa aku meminta lokasi PKL yang tidak sesuai dengan rencana awal.

"Alhamdulillah! Jadi ga sabar ketemu keponakan." Kulihat Alifa sangat bahagia dan tidak lama kemudian yang ditunggu datang, Salwa dan Hidayah.

Setelah duduk sebentar, kami keluar perpustakaan. Salwa mulai bercerita dan kutahu bahwa ia sebelum seperti sekarang ini, berjilbab besar dan lebih mengenal Allah, dulunya punya hobi pacaran terlebih dengan wajahnya yang menawan bak penyanyi negeri gingseng, Korea Selatan. Kami melihat ia sangat menyesal.

"Kalo masalah pelakor, apalagi masih calon pelakor gampang dimusnahkan, Zi!" ucapnya semangat.

Salahkah aku bersikap seperti ini?

Apakah nanti Allah akan marah padaku?

Aku hanya ingin Mas Ray terbebas dari dosa dan tentu saja untukku, agar bisa mempertahankan suamiku. Salwa tidak memberikan saran yang aneh-aneh untuk tahap awal, hanya bersikap seperti biasa.

"Nanti kalo sudah ada tanda-tanda jelas dari si mbak itu bakal melakor, barulah kita pukul mundur dan buat dia menyerah buat jadi pelakor." Aku lebih setuju, terlebih lagi aku yakin mas Ray bisa menjaga hatinya. Hanya saja ulat bulu bisa dengan mudah buat gatal.

***

[Dek, masih lama di kampus?]

Mas Ray mengirimkan pesan lewat aplikasi Whatsapp, segera kubalas dan bilang untuk tunggu dan karena aku yang akan ke gedung kampus beliau.

'Jadi penasaran liat tingkah mbak itu! Kata Mas Ray dia ngambil Magisternya di sini ... dasar, sudah bagus S2 di luar negeri malah balik ke sini! Modus aja tuh manusia.'

Aku kelas dalam hati. Kami meninggalkan perpustakaan dan mereka juga bersedia menemaniku berjalan menuju gedung Magister.

Dari kejauhan, aku melihat Mas Ray yang duduk di kursi panjang beranda kampus dan sibuk dengan gawainya, didatangi oleh seorang perempuan. Aku memang sedikit rabun jauh, jadi lama kuteliti siapa perempuan itu.

"Kok kayaknya aku pernah liat ya tuh cewek!" lirih Hidayah. Alifa menjelakan bahwa dia yang kita lihat di slide-nya dosen kami tadi.

"Oiya bener!" serunya, dan Salwa jadi kebingungan yang langsung dijelaskan oleh Alifa. Mereka terlihat mengangguk dan jengah melihat tingkah perempuan itu.

"Dasar ulat bulu!" ejek Hidayah dengan terkekeh.

*
"Assalamu'alaikum, mas!" Kupanggil suamiku yang membuatnya tersenyum dan kulihat wajah perempuan itu jadi datar. Entah apa yang pikirkannya aku tidak peduli.

Ijazah atau Ijab Sah (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang