Aksa itu ibarat daun talas. Nggak bisa disatukan dengan air. Dan airnya itu ibarat Arina.
Aksa itu cowok tengil yang terang-terangan mencuri hati Arina, membuat jantung Arina dag-dig-dug, dan juga membuat semuanya berantakan dalam sekejap mata.
Kehi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua tiga mancing mania Selamat membaca dari orang paling ganteng sedunia. -Andre Prakarsa
Versi Revisi
Arisa tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia sarapan bersama Farah dan Zidan di meja makan. Sementara Arina, cewek itu sedang menyiapkan sandwich untuk di bekal ke sekolah.
"Arina sayang, sini dulu," panggil Zidan.
"Ada apa, Pa?" Zidan menepuk nepuk kursi yang ada disebelahnya. "Duduk," perintah Zidan. Arina menurut. Cewek itu menatap sebentar ke arah Farah yang menatapnya sinis. Namun, Arina tidak mempermasalahkan hal itu.
"Papa ada kerjaan di London untuk beberapa bulan. Jadi, kamu jaga diri baik-baik," ungkapnya seraya mengusap puncak kepala Arina dengan lembut. "Lho, kok mendadak gini sih, Pa?!" keluh Arina. Bibirnya cemberut.
"Rin, lo harus ngerti lah. Papa kan kerja buat kita semua," timpal Arisa menjelaskan.
"Iya tapi kan Ris ..." Arina hampir merajuk. Moodnya mulai memburuk.
"Papa baru dapat kabar waktu kemarin malem. Sebenarnya, Papa itu mau ngasih tahu kamu kemarin, cuma keadaan kamu kemarin kan kurang baik sayang," jelas Zidan. Berharap agar Arina dapat mengerti.
"Tapi kan Pa, Arin—"
"Sst. Udah, kamu sama Arisa berangkat sekolah sana, nggak usah anterin Papa ke Bandara. Papa sama Mama aja," potong Zidan. Lelaki paruh baya itu tersenyum.
•••
Sepanjang koridor, Arina terus menendang-nendang botol Aqua yang masih tersisa sedikit air di dalamnya. Entahlah ia tidak tahu itu milik siapa. Yang jelas botol itu terkapar di jalanan koridor menuju kelasnya.
"Rin, lo jangan bete gitu, dong," bujuk Arisa. Arina tidak menjawab. Cewek itu masih menendang-nendang botolnya. Kali ini suaranya sampai nyaring.
"Ris!" panggil Keyla. Sahabat karibnya itu terlihat berlari-lari.
"Kenapa, Key?"
"Darurat ini! Cepetan ke kelas yuk! Gue nyalin Pr Fisika, dong!" ajak Keyla seraya menarik-narik pergelangan tangan Arisa.
"Ck, iya-iya. Rin, gue ke kelas dulu ya," pamit Arisa. "Bye, Rin!" lanjut Keyla.
Tanpa mendengar persetujuan Arina, Arisa dan Keyla sudah terlanjur pergi. Lagipula, Arina tidak menanggapinya sama sekali. Cewek itu masih sibuk dengan botol yang ditendangnya.
Merasa emosional, Arina menendang botol itu dengan keras. Lima detik kemudian, botol itu melesat jauh sampai mengenai punggung kepala seseorang. Dengan refleks Arina langsung menutup mulutnya.