Aksa itu ibarat daun talas. Nggak bisa disatukan dengan air. Dan airnya itu ibarat Arina.
Aksa itu cowok tengil yang terang-terangan mencuri hati Arina, membuat jantung Arina dag-dig-dug, dan juga membuat semuanya berantakan dalam sekejap mata.
Kehi...
Senyuman merekah dari bibir mungil Arina saat ia kembali menginjakkan kakinya di tanah SMA Adijaya, setelah hampir satu Minggu terbaring di rumah sakit. Arina berkali-kali menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Cewek itu berjalan santai sambil melihat-lihat ke sekitar.
Langkahnya seketika terhenti, saat seorang adik kelas tiba-tiba memberikan sebatang Cokelat kepadanya. "Loh? Ini maksudnya apa?" tanya Arina bingung. Adik kelas itu tidak menjawab pertanyaannya, ia malah langsung lari terbirit-birit dari hadapan Arina.
Dahi Arina berkerut heran. Siapa yang mengiriminya Cokelat sepagi ini? Tidak mungkin adik kelas tadi yang memberinya. Arina mengenalnya pun tidak. Tanpa berpikir lagi, cewek itu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
Belum cukup sampai disana, Arina kembali memberhentikan langkahnya ketika merasakan suatu benda yang terinjak. Arina menunduk dan mendapati sebuah Boneka Beruang berukuran sedang yang tergeletak bebas di lantai koridor. Warnanya merah muda. Sangat cantik ditambah dasi kupu-kupu yang menghiasinya. Namun, Arina tetap tidak suka dengan yang namanya Boneka Beruang.
Arina menolehkan kepala kesana-kemari. Mencari pemilik boneka Beruang itu. Merasa tidak ada orang yang terlihat mencari sesuatu, Arina kemudian membawanya. Bukan cuma dasi kupu-kupu yang menghiasi, ternyata di kedua lengan Boneka Beruang itu ada secarik kertas yang terselip. Dengan ragu, Arina menarik kertas itu. To Arina.
Ekor mata Arina bergerak kesana kemari, mencari siapa pemilik Boneka Beruang itu. Dan mengapa Boneka itu ditujukan untuknya? Ada apa dengan hari ini yang mendadak Arina mendapat kejutan? Namun nihil, tidak ada tanda-tanda orang yang mencurigakan di sekitar koridor. Tanpa berpikir panjang lagi, Arina memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Kali ini dengan langkah lebar.
Tak butuh waktu lama untuk Arina sampai diambang pintu kelasnya. Cewek itu mengernyit. Pintu masih tertutup rapat, padahal ini sudah cukup siang. Dan dimana Arisa? Bukankah seharusnya ia sudah sampai lebih dulu darinya?
Saat Arina berhasil memutar knop pintu kelasnya,cewek itu langsung mengerjapkan matanya beberapa kali. Semua teman-temannya tidak ada di dalam kelas satu orang pun. padahal lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Ditatapnya meja yang ditempati Arina penuh kertas dengan tulisan-tulisan yang menyambut kedatangannya.