[7]-Pertanyaan bersambung

368 85 27
                                    

Kay sedang duduk di bangku kantin. Tempat biasa yang ia gunakan untuk istirahat bersama dengan teman-temannya. Sebenarnya mereka semua sudah makan. Tidak ada satu orang pun yang perutnya belum diisi. Kay kini duduk berhadapan dengan Onew yang belum berhenti memberontak ingin dilepas.

"Mau apa dariku?" Onew menepis kedua tangan yang mencengkeram bahunya.

"Lepas saja,"

Cengkraman itu melorot setelahnya, lalu Kay mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih dan juga ... tiket ke arah Onew.

"Mau meliput ke luar negeri? Aku juga sudah siapkan uang saku untukmu,"

Onew tercenung. Iris matanya terus mengarah pada dua benda itu. Uang yang saat ini sangat ia butuhkan juga tiket ... ke Singapura untuk tugasnya meliput sebuah berita di sana. Kalau Onew memenangkan tugas yang diberikan gurunya itu, maka setengah dari biaya sekolahnya yang belum dibayar akan dipotong.

Onew mendesah pelan. Kapan lagi akan mendapat bantuan dari sekolah? Tapi Onew memasang tatapan hati-hati. Mengingat orang di depannya adalah Kay—orang yang bisa melakukan apa saja termasuk mencelakai siapa pun—

"Tidak mau?" Kay menyadari tatapan Onew penuh antisipasi padanya. Ia pun menjauhkan amplop beserta tiketnya dari pandangan Onew. Menjadikan kedua benda itu sebagai kipas seakan pasokan udara di sini tidak cukup untuk menghilangkan rasa panas di sekitarnya.

"Kadang kesempatan tidak datang dua kali. Makannya banyak orang yang langsung tergiur dengan kesempatan pertama. Tapi sepertinya ... kau tidak tertarik dengan keduanya, hm?" pertanyaan Kay lebih mirip seperti sebuah penawaran. Kay melempar kail pancing agar Onew terpaut.

"Katakan apa maumu?" Onew benar-benar menarik kail itu.

Kay tersenyum lebar. Menyambut tangan Onew yang tidak terbuka kemudian Ia paksakan agar menyalami tangannya. "Senang bekerja sama denganmu. Aku tidak ingin banyak. Cukup jadi penerjemahku setelah pulang sekolah," kata Kay masih tersenyum.

Onew menarik tangannya. "Hanya itu?"

Kay langsung mengangguk. "Hari ini, pulang sekolah di rumahku."

***

BRUK ....

Buku-buku Alesya yang semula tersimpan rapi di dalam tas dilempar dan dikeluarkan semua isinya oleh Baek Jeha.

"Andwe! [Tidak!]" Alesya berteriak marah. Ingin berlari memunguti semua isi tasnya, namun ia sepenuhnya terkunci oleh Agya dan Hansi. Hari ini mereka menyerang Alesya lagi tanpa Alesya tahu alasannya apa.

Murid-murid di kelas ini tampaknya sudah bosan melihat kelakuan A-Pink yang belum jera mem-bully orang lain. Mereka memilih untuk mengabaikan atau pura-pura tidak tahu dengan kekacauan yang dibuat A-pink. Ya. Lebih baik begitu. Daripada menjadi korban dan berurusan panjang.

Sekali lagi Baek Jeha mengacak-acak isi tas Alesya.

Alesya menggigit bibir bawahnya lumayan keras. Kepalanya pun menggeleng. Mata Alesya terpejam ketika Baek Jeha melempar mukena yang selalu Alesya bawa kemana pun.

Sekarang perempuan itu membolak-balik buku Alesya satu-per satu. "Wah, apa ini?" Baek Jeha membuka sebuah buku kecil bersleting yang ukurannya segengaman tangan.

Alesya berteriak keras. "HENTIKAAAN!"

Baek Jeha menautkan Alisnya. Ia tidak pernah melihat tulisan seperti ini. Bentuk-bentuk hurufnya sangat bervariasi. Tapi sayangnya ia tidak menemukan apa yang ia cari di buku kecil ini. "Hhh ...." Baek Jeha langsung melemparnya ke lantai.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang