[11]-Batas yang Tidak boleh ditembus

304 63 14
                                    

Sepanjang rapat berlangsung, Kay hanya bermodal senyum dan anggukkan kepala. Tetapi dengan begitu saja, karyawan perempuan banyak yang terhipnotis karena perawakannya.

Kay ingin rapat ini segera usai. Ia juga tidak menyangka karena bisa bertemu dengan Alif di ruang rapat. Selama ini, Kakaknya Alesya bekerja di kantor Appa-nya? Kay mengira dunia begitu sempit sehingga ia begitu mudah menemui orang-orang yang dikenalnya.

"Saat aku pensiun nanti, bimbing anakku untuk mengambil alih perusahaan. Kalian semua adalah karyawanku yang setia sejak awal. Semoga apa yang kita bangun bersama tidak akan mudah jatuh karena eratnya kerja team yang baik dan professional." ucapan Kim Wongsu barusan menjadi penutup acara launching hari ini.

Karyawan yang sedari tadi sudah pegal kaki dan kepala dapat menghela napas lega. Diakhir rapat, mereka semua memberikan tepuk tangannya untuk Kim Wongsu dan Kay Wongsu.

***

"Aku baru saja taruhan dengannya. Kalau anak direktur jelek, aku akan traktir dia. Ternyata malah dugaanku yang benar kalau anak direktur tidak jelek hahaha ...."

Alif ingin menyumpalkan makanan pada mulut temannya yang tidak henti mengoceh itu. Temannya yang dengan baik hati membeberkan aib Alif pada Kay.

Saat ini mereka tengah berada di kantin kantor. Duduk di meja kecil dengan jumlah kursi yang hanya ada 4.

"Wah ... Hyung, sepertinya kau senang sekali dapat makanan gratis," Kay menepuk-nepuk pundak Karyawan Appa-nya yang ia yakini sebagai teman dekatnya Alif.

Alif mendelik bosan di kursinya.

"Pesanlah lagi kalau masih lapar. Nanti aku yang bayar." Kay menyodorkan buku menu kantin ke arah teman Alif.

"Kak Alif juga boleh memesan kalau lapar. Tenang saja Kak, aku yang akan membayar tagihannya!" lanjut Kay. Berseri-seri dengan wajah polosnya.

"Heh kau! Kenapa tidak bilang dari awal kalau kau anak direktur?!" tegur Alif.

Kay terkekeh, "Mana aku tahu Kak, sejak pertama bertemu ... kau juga tidak menanyakannya, kan?"

Tanpa sadar Alif mengangguk menyetujui ucapan Kay. Memang benar ia sendiri tidak bertanya mengenai hal itu. Mulai sekarang Alif harus lebih baik pada Kay. Bisa kacau kalau anak ini mengadu ke Appa-nya bahwa selama ini anak satu-satunya selalu ia suruh-suruh.

"Kay, sering-seringlah berkunjung ke rumah."

Penawaran itu membuat senyum Kay mengembang. "Tanpa Kakak suruh, aku pasti akan sering ke sana!"

Tidak apa-apa. Untuk sekarang, tidak apa-apa. Alif meyakinkan dirinya. Memasang senyum lagi. Mungkin ada timbal baliknya suatu saat nanti kalau dari sekarang ia mencoba baik pada Kay. Lebih baik lagi tepatnya.

"Apakah hari ini Alesya ada di rumah?" tanya Kay.

"Sekitar jam 8 malam dia baru sampai di rumah." Alif melepas sampul dasi yang mengikat kencang lehernya. Merasakan ketentraman karena bisa bernapas dengan normal. Tidak merasa tercekik lagi.

"Memangnya Alesya ke mana, Kak?" isi kepala Kay teraduk berantakan. Entah kenapa, saat ini, pikirannya selalu mengarah pada Harley.

"Dia ada les bahasa,"

Kay dapat berpikir dengan baik setelah mendapat jawaban dari Alif. Tandanya Alesya tidak di rumah karena belajar bahasa bukan karena pergi bersama Harley.

"Boleh aku minta alamat les Alesya?"

***

Alesya menutup wajahnya malu selama ia berjalan di depan Kay. Di tempat belajarnya tadi, teman-teman les Alesya dibuat terkejut dengan keberadaan Kay yang sedang menopang dagu di atas jendela yang terbuka.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang