[13]-Rival yang Baik

249 44 13
                                    

Kay berlarian memasuki pelataran rumahnya, matanya membulat saat menyaksikan tangis seorang wanita bercampur erangan menyakitkan—tengah duduk bersimpuh—kepalanya menunduk selama ... Appa Kay memakinya.

"PERGI! JANGAN PERNAH DATANG KESINI!"

"APPA!" Kay menggenggam kedua bahu wanita itu, Tantenya. Adik perempuan Appa-nya sendiri. Masih membiarkan tangis wanita itu pecah karena perlakuan Kakaknya yang belum berubah selama beberapa tahun ke belakang.

"Aku benci melihat perempuan berpenutup kepala itu berkeliaran di rumahku! Pergi! Kau bukan Adikku lagi!" usir Kim Wongsu. Berteriak marah penuh penekanan. Kim wongsu memutar tubuhnya, melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Tidak menengok sedikit pun, tidak berniat membantu Adiknya bangun. Membiarkan air mata Adiknya semakin deras meluncur. Merasa lebih menyakitkan ketika tidak dianggap oleh anggota keluarganya.

Kay menatap Tantenya. Tantenya menggenggam tangan Kay sangat erat. "Tante hanya ingin melihat keadaan kalian," sambil sesengukan Kay mencoba membantu Tantenya untuk berdiri.

"Sakit Tante? Apa yang sudah Appa lakukan pada Tante?" Kay memeriksa tubuh Tantenya. Ingin memastikan tidak ada luka parah yang menimpa wanita ini.

"Gwenchana, Tante tidak apa-apa," Tante Kay mengusap air mata sialan yang masih membanjiri pipi menggunakan khimar lebarnya. "Kamu ... sudah besar Kay. Kamu banyak berubah ...." kedua tangannya bertumpu untuk menarik wajah Kay. Mengamati Keponakkanya yang sudah lama tidak ia lihat. Semenjak Kakaknya mengetahui ia masuk Islam, semenjak itulah hubungan diantara Kakak-beradik itu renggang. Tetapi sekarang, ia sudah di sini. Sedang berhadapan dengan Keponakannya yang sangat ia rindukan.

"Bogishipda ... aku saja sangat ingin bertemu denganmu. Apalagi Eomma-mu!"

Kay tertegun. "Eomma?"

Tante Kay melepas pegangannya. Mengikuti arahan Kay yang mengajaknya duduk di sebuah bangku.

"Apa Tante tahu soal Eomma?" tanya Kay penasaran. Sungguh saat mendengar nama Eomma-nya disebut, darah Kay seolah naik ke permukaan. Nama yang membuatnya tidak ingin lengah dari penantian panjang. Nama yang ingin selalu ia dengar. Nama dengan wajah yang mungkin sekarang telah berubah banyak. Seperti Kay kecil yang mulai tumbuh menjadi seorang remaja.

"Tentu. Eomma-mu selalu menanyakan kabarmu pada Tante. Tapi Tante baru bisa mengetahuinya sekarang. Pasti Eomma-mu sangat senang kalau tahu anak laki-lakinya sangat tampan!" Tante—Joonhu—sekali lagi mengusap wajah Kay. Amat lembut. Kay terdiam selama Tantenya terus mengusap wajahnya. Ia tidak pernah dilakukan seperti ini selain oleh Eomma-nya ketika kecil. Kay benar-benar merindukan Eomma-nya.

"Eomma masih peduli padaku, Tante?"

"Ne, dia selalu menelponku setiap hari. Tante sudah menawari nomormu padanya. Tapi dia tidak mau, dia takut kalau anaknya tidak mau mengangkat telp karena Eomma-mu mengira kau membencinya," terang Joonhu. Kali ini merasa lebih baik. Joonhu dan istri Kakaknya memang dekat. Mereka berdua sama-sama pindah agama ketika kebeneran Tuhan menyadarkan mereka dari jalan yang salah. Tetapi pindah agama bukan perihal yang mudah. Karena setelahnya berbagai masalah datang menghampiri mereka. Orang terdekat seperti keluarga, teman, bahkan Anak. Tidak banyak yang menerima keputusan mereka. Untungnya, Joonhu bertemu laki-laki baik yang satu iman dengannya. Ia tidak begitu lama mendapat derita dari orang-orang sekitar. Namun Eomma-nya Kay ... berbeda. Kim Wongsu tidak sudi istrinya memeluk agama Islam. Hari itu, kalau mengingatnya, Joonhu ingin memeluk Kakak iparnya yang diperlakukan dengan kasar oleh Kim Wongsu. Deritanya lebih besar dari Joonhu. Kakak iparnya harus rela, kehilangan anak laki-laki yang begitu ia sayangi karena kemarahan hebat Kim Wongsu yang sampai mengusir Eomma Kay setelah tahu, kenyataan, bahwa anak laki-lakinya yang tunggal telah resmi memeluk agama Islam.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang