[16]-Setitik Debu di dalam Bumi '2'

253 37 6
                                    

"BENAR! AKU MENYUKAI ALESYA!"

Semua mata memandang ke sumber suara. Mulut Baek Jeha nyaris ingin memuntahkan makanan yang belum sepenuhnya ia cerna ketika mendapati Kay—berjalan ke arah mereka—Kay tidak mempedulikan wajah-wajah melongo di kanan dan kirinya. Tidak mempedulikan juga, pemikiran yang sedang mengawang di kepala murid-murid kelas ini. Ia baru benar-benar berhenti saat tiba di depan Alesya. "Dan aku tidak mau mendengar jawaban darimu sekarang. Apa pun jawabannya, jangan jawab sekarang."

Alesya memejamkan matanya karena Kay mencodongkan wajahnya hingga menyisakan beberapa centi jarak di antara wajah mereka. Kay barusan berbisik di sebelah telinga kanannya. Alesya khawatir suara degup jantungnya yang melompat-lompat dapat didengar oleh Kay. Laki-laki itu sukses membuat Alesya tidak bisa mengambil napas selama 10 detik.

Semua murid menyaksikan kejadian itu. Mereka mengira Kay tidak bercanda dengan ucapannya. Memang tidak bercanda. Karena yang terjadi kemudian adalah Baek Jeha mundur saat ditatap tajam oleh Kay.

Kay mendecih. "Aku tidak suka perempuan yang punya hobby mem-bully!" Kay melangkah maju sementara Baek Jeha melangkah mundur.

Hansi dan Agya memegang erat tangan masing-masing. Menyingkir saat Kay berjalan melewati mereka.

"Aku tidak suka perempuan yang tidak berperasaan!" suara Kay semakin ketara karena jarak mereka yang tidak begitu jauh. Keringat dingin sudah membanjiri wajah Baek Jeha.

"Apakah kau punya perasaan?" Kay tertawa kecut. "Aku tidak suka perempuan yang sembarangan masuk ke kamarku!" nada berikutnya jauh lebih menekan.

Baek Jeha sudah mundur mencapai pintu kelas. Namun ia tidak bisa semakin mundur karena pintu kelas ditutup dari luar oleh seseorang. Baek Jeha menatap ke sekeliling. Semua orang memperhatikannya. Semua mata, tidak hanya di dalam kelas tetapi di luar kelas yang sengaja menonton dari jendela ikut menatap dirinya yang terpojok.

Kay tertawa. "Kenapa? kau takut?"

Wajah Baek Jeha memucat.

"Dengar, aku tidak pernah menyukaimu sedikit pun! Aku semakin tidak menyukaimu ketika kau menyakiti Alesya. Jangan pernah menyentuhnya lagi. Jangan pernah muncul di depanku dan di depan Alesya. Kuharap kau mengerti, ini penolakan resmi dariku." Kay mengatakan kalimat tersebut dengan pembawannya yang santai dan tenang.

Berbeda dengan Baek Jeha yang kini semakin cemas, suara-suara menyindir dan mengejek terlontar-lontar, terarah padanya. Menyudutkannya semakin dalam.

"Karena penolakan ini resmi ...." Kay kembali bersuara, semua telinga bersiap menunggu suara Kay lepas landas. Membuat napas Baek Jeha semakin memburu.

"Jangan pernah berharap lagi atau mengantri sebagai perempuan yang menyukaiku. Karena ... keberadaanmu akan segera didiskualifikasi."

Baek Jeha benci melihat senyuman terakhir Kay yang saat ini ditunjukkan di depannya. Senyuman itu manis di luar namun pahit di dalam. Membungkus semua kalimat menyakitkan—penolakan—terhina yang ia terima. Selalu lengkap. Dengan hadiah 'malu' yang akan ditanggung oleh Baek Jeha. Baek Jeha membenci Kay. Dan semakin membenci perempuan berpenutup kepala yang menonton penolakan menyakitkan ini di bangkunya.

***

Harley membenarkan tali sepatunya yang lepas. Jam istirahat sekolah lumayan lama sehingga ia bisa memberanikan diri untuk berlama-lama keluar kelas. Di tangannya sudah ada satu cd film yang sengaja ia bawa untuk diberikan pada Alesya. Senyumnya mengembang. Dengan perlahan, ia mengangkat tubuhnya untuk berdiri.

"Dia ...."

Harley menatap lurus ke arah depan. Pandangannya beradu dengan mata-mata liar milik murid-murid yang selama hari ke belakang selalu mem-bully-nya.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang