[8]-Sekat batas

340 78 12
                                    

"Gimana lesnya Dek?" Alif menuang air dari dalam galon. Merasakan tenggorokkannya begitu kering setelah menyetir dalam jarak yang jauh.

Sementara itu, Alesya tengah duduk sambil melepas tali sepatunya. "Lumayan susah Kak. Lidah Alesya belum terbiasa." Alesya menaruh sepatunya pada rak. Melepas jaket tebal yang semula membungkus hangat tubuhnya lalu berjalan untuk menggantungkan jaketnya pada hanger. Di Korea itu, kalau malam dingin. Dingin sekali. Tapi jalanannya tidak macet.

"Habis ini cuci muka terus tidur," kata Alif memperingatkan.

"Oh iya! Besok kan kamu libur sekolah, antar Kakak buat beli jas baru ya!" Alif menaik turunkan alisnya ke arah Alesya membuat Alesya yang hendak masuk ke kamar harus memutar lehernya 90 °.

"Lho, memangnya Kakak kehabisan jas?" Alesya ingin hari liburnya ia pakai untuk belajar bahasa Korea. Tapi ini? Kakaknya itu malah meminta Alesya untuk menemaninya besok.

"Ada sih Dek, tapi jas barunya mau Kakak pakai buat minggu depan." Alif meneguk air putih di tangannya. Punggungnya ia sandarkan pada tembok.

"Terus apa bedanya? Emang ada apa sih, minggu depan itu?" tanya Alesya heran.

"Ada anaknya direktur yang bakal datang ke kantor. Jadi Kakak harus terlihat sebagai karyawan yang perpect!" Alif membentuk dua jari; jempol dan telunjuknya seperti lambang checklist.

Sungguh Alesya tidak habis pikir dengan alasan Kakaknya tersebut. "Terserah Kakak aja deh. Tapi jangan lama-lama ya, Alesya mau belajar bahasa besok!"

"Okay. Thanks Dek."

Tubuh Alesya sudah sepenuhnya menghilang di balik pintu. Alesya menyalakan saklar lampu kamarnya. Kamarnya yang semula gelap seketika menjadi terang. Alesya mengayunkan kakinya ke arah lemari. Mencari baju tidur dan segera melenggang masuk ke kamar mandi. Tidak butuh waktu yang lama untuk mengganti kostumnya. Alesya melepas khimarnya. Tampil biasa saat akan tidur. Ketika merebahkan tubuhnya di atas kasur, mata Alesya masih belum bisa terpejam.

"Bismillahirrahmaanirrahiim bismika allahumma ahya wa bismika aamuut. Ya Allah dengan nama-mu aku hidup dan dengan nama-mu aku mati." Alesya menutup wajahnya menggunakan guling. Mencoba menejamkan matanya.

"Duh ...." Alesya bangkit dari rebahannya.

"Kenapa enggak bisa merem, sih?" geramnya memaki diri sendiri. Karena tidak kunjung bisa tidur, Alesya pun berjalan menuju meja belajarnya untuk melihat kalender.

"Padahal belum satu minggu utuh tinggal di sini," jemari Alesya menunjuk angka dalam kalender tersebut menelusur lebih jauh hingga ke lembar kalender berikutnya.

DRRTTT ....

Alesya terkesiap saat ponsel yang berada di atas meja belajarnya bergetar. Ia pun mengambil ponselnya. Membaca satu pesan masuk yang di kirim oleh seseorang.

Kay:

Jangan lupa, besok ke rumahku lagi.

Alesya belum mau menyingkirkan pandangannya pada layar tersebut. Tanpa ia sadari, senyumnya mengembang. Hanya dua detik. Karena setelahnya Alesya ber-istigfar dan melempar ponselnya ke atas kasur.

"Haduhh ... kenapa sih aku ini?" Alesya menepuk-nepuk pipinya beberapa kali. Sekali lagi melirik ponselnya yang masih menyela terang. Dengan langkah gontai Alesya berjalan dan meraih ponselnya kembali. Meskipun sisa kesadaran Alesya tinggal 15 watt, jemari lentiknya masih mampu mengetikkan sebuah balasan.

Alesya:

Maaf, besok aku harus menemani Kakakku.

1 menit kemudian, nama Kay terpampang lagi di layar ponsel Alesya.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang