Kay tidak mungkin memberitahu Alesya, apa yang Nenek tua itu ucapkan. Kay khawatir, Alesya akan shock. Jadi, Kay menjawab permintaan Alesya dengan menggelengkan kepalanya, "Mollayo. [Aku enggak ngerti.]"
Mungkin Harley bisa kuat karena ia laki-laki. Dan ia sudah terbiasa merasakan agamanya dihina sehingga ia masih bisa berlagak baik pada orang yang membencinya. Tapi kalau Alesya ... Kay memahami Alesya sebagai perempuan polos dan apabila ada hal yang menyakitinya, perempuan itu pasti mudah rapuh.
"Aku baru tahu kalau orang Islam itu punya sifat yang aneh!" Kay berdiri di belakang Harley. Mereka bertiga sudah kembali ke tempat anak-anak kecil. Alesya sendiri tengah mengajari mereka bahasa Inggris.
Harley yang berniat mengambil spidol di laci ATK, harus mengurungkan niatnya itu karena suara Kay. "Kau tidak akan mengerti. Bagi kami yang beragama Islam, Islam itu agama yang rahmatan lil alamin. Jadi, di mana pun kami melihat orang yang butuh pertolongan, kami akan menolongnya. Tidak peduli orang tersebut beragama apa, berasal dari mana atau warga negara apa. Islam mengajarkan kebaikan dan kedamaian. Bukan kebencian dan dendam. Ah ... tapi, percuma kujelaskan padamu. Kau akan tetap menganggap kami teroris, kan? Oh ya, ini sudah malam. Anak manja sepertimu lebih baik segera pulang."
Kay menerima senyuman pengusiran dari Harley. Setelah mengatakan itu, Harley beranjak ke tempat Alesya. Menyerahkan spidol baru untuk Alesya yang hendak menulis. Di kejauhan Kay menatap Alesya dan Harley yang tengah bercengkrama. Sesekali keduanya tertawa, Kay tidak pernah melihat Alesya tertawa lepas seperti sekarang. Perempuan itu terlihat bahagia jika dengan Harley bukan dengannya.
Kay melirik pada jam di pergelangan tangannya. Jam tangannya bukan jam yang biasa, Kay bisa berkomunikasi hanya dengan menggunakan jam tangan canggihnya. Agar ia tidak kesulitan, ia mengaktifkan nomor cadangannya di jam ini. Sesaat Kay memang hanya melihat waktu. Sudah pukul 19:30 pm. Tapi matanya menatap lama karena sebuah pesan masuk yang dikirim oleh Kakak Alesya.
Alif:
Kau dimana? Kau tahu di mana Adikku berada? Kalau bertemu dengannya, tolong antar dia pulang Kay. Dia Perempuan dan aku sangat mengkhawatirkannya.
Kay menggeser perhatiaannya pada Alesya. Dengan ayunan kaki yang pelan karena sudah merasa amat lelah, Kay menghampiri Alesya. "Alesya, pulanglah bersamaku! Kamu disuruh pulang. Kak Alif baru saja menghubungiku!" ucap Kay seraya mengambil spidol dari tangan Alesya. Menaruhnya pada meja kecil. Membuat Alesya yang baru saja menggambar anggota tubuh dalam bahasa Inggris harus terhenti. Terganti dengan delikkan tajamnya pada Kay. Sebelum Alesya bersuara, Kay menunjukkan isi pesan di jam tangannya.
Anak-anak kecil pun mulai ramai kembali. Mengobrol dengan teman-temannya, membuat pesawat terbang, menggambar sesuka hati, dan melanjutkan bacaannya. Leluasa tanpa teguran dari Alesya atau pun Harley.
Harley penasaran. Apa yang Kay tunjukkan dari jam tangannya. Waktu? Di sini ada jam dinding yang cukup besar.
"Terimakasih Kay. Maaf aku sempat marah padamu," Alesya setengah menundukkan kepalanya.
"It's oke. Come on! We have to go home. Still now. [Gapapa. Ayo! Kita harus ke rumah sekarang.]" pekik Kay bersemangat. Sengaja agar bisa di dengar oleh Harley.
"Alesya kamu mau pulang?" cegat Harley memotong kegiatan Alesya yang membetulkan letak pin di khimar-nya.
"Mm ... aku harus pulang sebelum Kakak marah." Alesya sudah selesai membetulkan letak pinnya. Ia segera memasang tas kecilnya di antara kedua bahu.
"Biar aku yang antar," Harley menawarkan tumpangan namun Alesya langsung melambai tangannya.
"Aku bisa pulang sama Kay," Alesya melihat ke arah Kay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khimar Fillah✔
Spiritual[SELESAI!] *** SINOPSIS | Khimar Fillah Islam itu adanya di Indonesia. Tapi cahayanya ada di Korea. Kok bisa, ya? Alesya Zulfainer, remaja muslim yang terpaksa pindah ke Korea karena tuntutan pendidikannya. Ia hanya perempuan biasa yang berusaha ta...