[9]-Nenek tua yang buta

335 76 14
                                    

Seharusnya Alesya pulang karena ia tidak berguna sama sekali untuk Kakaknya. Seharusnya Kakaknya tidak menaruh Alesya di posisi yang tidak mengenakkan seperti dibiarkan berkeliling berdua dengan Kay.

Sampai saat ini, setelah Kay di toko buku membolak-balik majalah sepatu ... laki-laki itu tanpa wajah berdosanya menarik tangan Alesya, membawanya berlarian menerobos manusia-manusia lain.

Alesya masih bergeming, kini ia tengah duduk di atas sofa empuk pemilik toko sepatu. Biarkan saja Kay yang mencari. Lagipula Alesya tidak mau ke tempat ini. Dan siapa memangnya yang menginginkan sepatu? Sepatu Alesya yang dari Indonesia masih bagus. Alesya melirik ke bawah. Tepat ke arah kakinya. Sepatu cats hitam bertali yang warnanya sudah memudar dan pijakkannya semakin tipis akibat bergesekan terus dengan aspal itu, membuat kepala Alesya menyetujui insting-nya kalau sepatu yang dipakainya ini memang lebih pantas di simpan di tong sampah. Meski begitu, Alesya sangat menyukainya karena sepatu ini sepatu kembarannya dengan Nafis, sahabatnya. Oh bagaimana kabar sahabatnya itu?

Rasanya Alesya merindukan sahabat dekatnya itu. Sahabat yang selalu menegurnya ketika berbuat salah. Yang selalu menggenggam tangan Alesya agar terus ber-istiqamah pada Allah SWT. Sulit menemukan sahabat seperti Nafis. Bahkan jika ada cetakkan yang seperti Nafis, Alesya mau menambah satu.

"Geure, [Baiklah,] Pakai yang ini!"

Suara yang tidak asing itu membuyarkan lamunan Alesya. Alesya mendongak, dua orang penjaga toko berjalan ke arahnya. Masing-masing dari mereka membawa satu pasang flatshoes.

"Kaki jenjang kamu lebih cocok pakai flatshoes daripada sepatu yang kelihatan seperti milik laki-laki." Kay berdiri di depan Alesya dan dua penjaga toko itu. Kay menyilangkan tangannya di depan dada. Tidak mungkin kan kalau ia yang turun tangan untuk mengenakan flatshoes-nya langsung pada Alesya?

Sudah cukup Kay dihukum—dicuekki Alesya—karena ia lupa sudah mencekal tangan perempuan itu dan membawanya berlarian. Kay tidak mau menambah masa hukumannnya.

"Apakah flatshoes ini terlihat bagus dikaki yeoja chingu Anda, Tuan?" salah seorang penjaga toko bertanya pada Kay. Pertanyaan tersebut membuat Kay tertawa kecil. Hanya sebentar. Karena ia langsung beradu pandang dengan Alesya yang memasang wajah kebingungan.

Yeoja chingu? Alesya bergumam dalam hati. Sambil melihat ke arah Kay yang kini berhenti tertawa setelah penjaga sepatu mengatakan sesuatu padanya.

Alesya menyimpan kosakata itu dalam memori otaknya. Mungkin kalau besok ke tempat les, ia akan menanyakan apa arti 'Yeoja chingu' pada Ibu Dean.

"Setelah kulihat, aksen pada flatshoes-nya terlalu berlebihan. Tidak cocok untuk remaja. Ini lebih cocok dipakai perempuan dewasa. Bisa ganti yang satunya?" permintaan Kay lebih terdengar seperti perintah.

Dengan proffesional kedua penjaga toko itu membuka flatshoes yang membungkus kaki Alesya. Alesya sempat terperanjat kaget. Ia melirik ke arah Kay. Kay menganggukkan kepalanya seakan memberitahu Alesya bahwa, Ini tidak apa-apa, akan baik-baik saja. Kamu cuma perlu diam dan duduk manis.

"Kalau yang ini, Tuan?" untuk pertanyaan kedua, penjaga satunya yang angkat bicara.

Kay mengamati sepasang flatshoes itu. Flatshoes berwarna hitam semi beludru itu tampak indah saat melindungi kedua kaki Alesya. Anggukkan kepala Kay yang menyusul membuat kedua penjaga toko mengembuskan napas lega. Mereka tidak perlu susah payah lagi mencari sepatu yang pas untuk pelanggan menyebalkan yang banyak uangnya ini.

"Biarkan terpasang di kakinya. Tolong bungkus sepatu yang itu!" maksud Kay adalah sepatu yang semula dipakai Alesya. Kedua penjaga toko itu pun mengangguk. Mereka berdua melempar senyum pada Alesya. Sebelum akhirnya pergi dari tempat ini dengan menenteng sepatu lama Alesya.

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang