[20]-Antara Rentang dan Bayang

293 29 9
                                    


Pukul 09:50 am.

Bandar udara Internasional Icheon, menjadi tempat terakhir di Korea yang Kay pijak. Walaupun keputusannya melukai orang yang ia sayangi, tentu Eomma-nya. Entah dengan Alesya. Kay tidak mau berharap lebih. Dengan Alesya mengetahui kepergiannya kemarin saja, Kay sudah senang. Setidaknya, secara tidak langsung meski Kay tidak menyinggungnya dengan jelas, ia telah berpamitan pada perempuan itu. Kay melirik jam tangan elektroniknya. Di jam yang ia lihat saat ini, Kay yakin Alesya masih mengikuti mata pelajaran di kelasnya.

"KAY!"

Sebuah suara yang nyaring meneriaki nama Kay di kejauhan. Kepala Kay menoleh ke sumber suara. Ia harus mengangkat tubuhnya dengan berjinjit karena kondisi bandara yang begitu sesak dijejali banyak orang. Tidak lama, senyumnya mengembang saat menemukan Alif—tengah berlari—sambil ngos-ngosan menuju ke arah Kay.

"Hhh ... hhhh ...."

Kay melewati orang-orang yang berbaris di belakangnya. Masih tersisa 10 menit sebelum pesawat yang akan ditumpanginya take off, jadi ia tidak khawatir untuk menghampiri Alif yang tertahan di barisan paling belakang.

"Kak, kau lama sekali. Sebentar lagi pesawatku take off!"

BRUK!

Kay mengerjapkan matanya. Sempat membelalak kaget ketika Alif secara tiba-tiba menghantamkan tubuhnya pada Kay. Memeluknya dengan erat.

"Bocah menyebalkan! Kenapa kau harus pergi ke Amerika, hm? Kau tidak betah tinggal di negaramu sendiri?" harusnya Alif berkata lembut pada Kay sebagai salam perpisahan tapi ia tidak dapat mengontrol dirinya untuk tidak memarahi laki-laki yang ia anggap sebagai Adik sendirinya ini. Kedekatannya dengan Kay di awali karena Kay hendak mengganggu Adiknya, Alesya. Namun seiring berjalannya waktu, Kay merangkap menjadi teman Alesya. Menjadi orang yang selalu dibutuhkan untuk Adik perempuannya.

Di sela pelukkan itu, Kay mengusap-usap punggung Alif. "Gwenchana. Aku tahu aku ini sangat berharga, bukan? Tidak usah sedih. Anggap saja aku hanya main sebentar ke Amerika. Pada akhirnya aku akan kembali lagi ke tanah airku sendiri," ucap Kay seraya terkekeh.

"Dasar bocah ini ...." Alif mendesis setelah melepas pelukannya. "Ini pesananmu!" kemudian menyodorkan sebuah kantung pada Kay. Kay tersenyum simpul. Mengambil kantung tersebut dan langsung memeriksa isinya.

"Al-Qur'an terjemah, Sarung untuk shalat dan Peci. Hanya itu, kan?" tanya Alif mengabsen satu-per satu nama benda yang terdapat di kantung itu.

"Benar. Terima kasih Kak!" Kay menjabat tangan Alif dengan sekali tarikkan. Menggerakkannya ke atas dan ke bawah berirama.

"Ne ... oh ya, ada pesan dari Adikku," perkataan Alif membuat gerakkan Kay langsung berhenti. Kay melepas jabatan tangannya dari tangan Alif.

"Pertama, dia bilang maaf karena tidak bisa menyusulmu ke bandara. Kedua, dia bilang maaf karena telah melakukkan penolakkan. Aku baru tahu kalau ternyata kau diam-diam mengincar Adikku!" Alif berhenti berbicara untuk menjitak kepala Kay

"Shhh ...." jitakkannya tepat sasaran. Karena kini Kay mendesis sambil memegangi keningnya.

"Alesya bilang dia menyukaimu sebagai temannya untuk saat ini. Karena dia dan kau sendiri masih berstatus pelajar," sambung Alif. Kini terdiam sejenak, kepalanya mencoba memikirkan ucapan Alesya yang semalam.

"Jadi kalau bukan pelajar lagi, Alesya akan menyukaiku melebihi kata teman?" kedua bola mata Kay berbinar terang.

"Diam! Aku sedang berusaha mengingat ucapan Alesya."

Khimar Fillah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang