(29)

1.5K 114 2
                                    

Kau bukanlah titik fokusku. Tapi, kau merupakan lensa yang membuatku lebih fokus menatap dunia. Kau yang memperindah segalanya.
-Alvaro

-----------------------------------------------------------

3 jam lebih ponselnya selalu ia genggam. Pemandangan itu jelas membuat keluarga Aileen terheran-heran, sebenarnya ada apa dengan tuan putri mereka?

"Sebenarnya kamu kenapa sih dek?" suara Kenzie mengintrupsi Aileen untuk menghadapkan kepalanya ke arah laki-laki yang ia kenal sebagai seorang kakak.

"Ah.. Engga kok, gapapa."

"Fokus ke keluarga kamu dulu gak bisa? Jarang lo kita bisa kumpul kaya gini," nada suara Kenzie jelas sekali terdengar jengkel. Aileen hanya menunduk, sudah tentu jika ia merasa bersalah. Gadis itu merupakan seseorang yang sangat sensitif dan perasa.

Herman menghelas nafas mendengar kekesalan putranya, "Adeknya jangan digituin, Mas." Herman tau benar bagaimana sifat putri bungsunya, pasti sebentar lagi dia akan menangis.

"Ya, salahnya dia gitu sih, Pah," Kenzie mulai mengadu.

"Hiks hiks" benar kan? Aileen sangat mudah menangis.

Mendengar adiknya yang mulai sesenggukan Kenzie mulai merasa bersalah. Dia terkadang memang menjadi seorang kakak yang menjengkelkan, tapi melihat Aileen menangis adalah kelemahannya. Jika ia tahu ada orang yang membuat air mata berharga tuan putrinya itu mengalir, sudah jelas Kenzie tak akan mengampuninya. Kecuali kedua orang tuanya tentu. Tapi ini? Malah dia yang membuatnya menangis.

Herman dan Aisyah yang melihat Kenzie kelimpungan setelah melihat Aileen menangis hanya tersenyum bangga. Anak laki-laki mereka terlihat sangat menyayangi adik perempuannya.

"Dek," panggil Kenzie.

Tak ada jawaban.

"Dek, maaf."

Aileen mulai mendongakkan kepalanya yang sempat ia tundukkan saat menangis tadi.

"Engga, ngga papa," tiba-tiba Aileen Menghamburkan dirinya ke dalam pelukan Kenzie. Ia menyembunyikan wajah basahnya dalam dada bidang milik laki-laki berusia 23 tahun itu.

Tentu saja dengan senang hati Kenzie menyambutnya.

Tanpa kakak-beradik itu sadari, kedua orang tua mereka tengah tersenyum kemenangan sambil ber'tos'ria. "Kalo masalah kaya gini emang seharusnya kita ngga turun tangan kan, Pah?"

"Iya, Mah. Mereka harus tau gimana sifat masing-masing."

❤❤❤

Pukul 21.00 sudah waktunya Aileen tidur, tapi kali ini ia tak bisa menutup matanya. Aileen masih menunggu kabar dari Alvaro. Bagaimana dengan rapatnya hari ini?

"Aku harus husnudzon kan?" tanya Aileen pada dirinya sendiri.

"Hah," helaan nafas kasar meluncur sempurna dari mulutnya, "Mungkin emang aku harus tidur dulu, besok bisa ketemu di sekolah kan? Eh tunggu, besok kan tanggal merah! Ah bodo ah!" gerutu Aileen tak jelas.

Kling!!

Saat Aileen sudah mulai menata posisi bantalnya, benda yang ia tunggu-tunggu untuk mengeluarkan bunyi akhirnya berbunyi juga. Dan benar, itu semua karena notifikasi dari Alvaro.

Namamu di sepertiga Malamku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang