PART 14

89.3K 5.1K 69
                                    

Aisyah berjalan mendekati mobil Fahri. Fahri terlihat membentur -benturkan kepalanya pada stir mobil miliknya. Tangannya mencengkram kuat stir mobilnya hingga kuku-kuku jarinya memutih.
“Mas,” sapa Aisyah.
Fahri hanya menengoknya tanpa menjawab. Air mata terus membanjiri pipinya. Dia terlihat sangat berantakan.
“Sebaiknya temui mba Hana. Tabayyunlah dulu. Beri dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya sebelum kamu menyesal,”kata Aisyah.
Fahri terdiam sebentar. Air matanya terus mengalir. Dia merasa gagal sebagai seorang suami, gagal sebagai seorang anak, dia lelaki menyedihkan.
“Kita pulang,” kata Fahri.
Aisyah hanya mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.
Fahri melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah, matanya sedikit kabur akibat sering menangis. Di dalam perjalanan suasana sangat sepi. Tidak ada yang memulai percakapan.
Sesampainya di rumah, Aisyah keluar mobil. Fahri masuk ke rumah. Mamahnya tak terlihat. Sepertinya mamahnya telah pulang ke Australia lagi. Fahri masuk kamar.
Aisyah hanya menatap suaminya miris. Dia tersenyum perih.
“Kamu memang tak pernah sekalipun melihatku mas,” gumam Aisyah.
Aisyah memutuskan menunda kepergiannya ke rumah Nadia. Dia menuju dapur. Menyiapkan makanan dan air hangat untuk suaminya.
“Mas makanlah dulu. Basuh tubuhmu dengan air hangat agar lebih segar,”  kata Aisyah lembut.
Fahri masih melamun tak beranjak dari tempatnya. Aisyah membawa nampan makanan masuk ke dalam. Lalu duduk disamping suaminya.
“Aaak..makan dulu. Perut kamu kosong sejak semalam. Saya tahu itu,” kata Aisyah dengan nada lembut.
Fahri tak kunjung membuka mulutnya. Dia masih setia terdiam. Aisyah akhirnya menyerah setelah berkali - kali mencoba memaksa Fahri makan.
“Ini saya tinggal disini dulu,”  kata Aisyah sambil meletakkan makanan di nakas.
Aisyah keluar kamar untuk menyiapkan air dingin untuk kompres mata suaminya. Dengan membawa baskom dia naik kembali.
“Tiduran dulu”  kata Aisyah sambil mendorong Fahri tiduran di ranjang. Fahri hanya menurut dan masih dengan tatapan kosong.
Aisyah dengan telaten mengompres mata suaminya yang membengkak dengan kantung mata yang besar. Padahal Aiayah sendiri sama - sama belum tidur sejak semalam.
“Pergi. Katanya kamu mau ke rumah temanmu. Saya mau sendiri,” kata Fahri sambil memejamkan matanya.
“Nanti saja,” jawab Aisyah.
“Saya tidak mau diganggu siapapun. Mengertilah. Pergi dulu. Saya ingin menenangkan diri,”  kata Fahri lirih.
Aisyah mengangguk, hatinya kembali teriris.
“Aisyah memang selalu ada buat kamu mas. Tapi Aisyah tak pernah dianggap ada. Aisyah pernah bilang, jika meminta saya pergi. Maka saya pergi,” kata Aisyah .
Fahri yang pikirannya kacau tak mendengar dan mencerna dengan jelas ucapan Aisyah.
“Pergilah. Mas ijinkan,”  kata Fahri kemudian. Mata Fahri tertutup. Padahal maksud Fahri adalah meminta Aisyah pergi unyuk sementara. Hanya untuk hari ini, agar Fahri menata hatinya kembali. Tapi sepertinya dia salah besar.
“Baik. Aisyah pergi dulu,” Aisyah mengambil tangan suaminya lalu mencium punggung tangan Aisyah. Dia menangis kembali. Dia menganggap Fahri telah memintanya pergi. Aisyah memang tak pernah ada di hati Fahri.
Aisyah pergi keluar dari kamar. Dia tak lupa mengambil koper dan memasukkan semua bajunya. Aisyah menengok kearah Fahri, berharap Fahri memintanya tetap tinggal. Tetapi sepertinya itu tak akan terjadi.
“Aku pergi mas sesuai permintaanmu,” kata Aisyah dengan air mata berderai.
Fahri masih menutup matanya. Pikirannya kosong. Dia benar-benar sedang tidak fokus. Fahri tak menyadari istrinya sudah membawa serta semua barangnya.
Aisyah memutuskan pergi dengan berat hati. Dia terus menangis.
“Saya menyerah. Saya pergi sesuai permintaanmu mas. Kamu bahkan tak mencoba mencegahku,” kata Aisyah lirih.
Aisyah meletakkan kopernya di jok belakang motornya dengan diikat tali. Lalu melaju dengan motornya. Satu - satunya tempat tujuannya adalah rumah Nadia.
Dengan air mata berderai Aisyah melajukan motornya. Perasaanya kini hancur. Melihat Fahri sehancur itu karena perempuan lain membuatnya semakin sakit. Dan saat Fahri memintanya pergi, saat itu pula hatinya remuk redam. Dia menyerah berjuang seorang diri.
Bukankah dia berkali-kali bilang pada Fahri, sekali Fahri memintanya pergi dan tak mencegahnya. Maka Aisyah pergi selamanya. Meski kemudian Fahri memintanya kembali. Aisyah tak akan pernah kembali. Hatinya telah mati. Fahri telah melukainya berkali-kali.
Aisyah melajukan motor sportnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Nadia. Karena tak mungkin pulang ke rumah umi abinya.
Sesampainya dirumah Nadia, Aisyah memasukkan motornya. Pintu gerbang rumah Nadia sudah terbuka lebar.
''Asslamu'alaikum pak,”  sapa Aisyah pada Satpam rumah Nadia.
“Wa'alaikum salam, nona cantik. Mbak Nadia sudah menunggu di dalam,” ujar Sapto satpam rumah Nadia.
Sapto melihat Asiyah sembab dan berantakan ternsenyum miris. Pasti teman majikannya itu dalam masalah besar. Sebab Aiayah perempuan yang ahli untuk menutupi segala perasaan sedihnya.
Aisyah lalu mengangguk dan tersenyum pada pam Sapto. Dia setengah berlari masuk kedalam rumah.
“Assalamu'alaikum,” sapa Aisyah dengan suara serak.
“Wa'alaikum salam. Ya Allah, Ai ada apa?” Tanya  Nadia kaget melihat sahabatnya berantakan.
Aisyah langsung memeluk Nadia erat. Menangis dipelukannya. Nadia ikut menangis melihat sahabatnya terlihat berantakan.
“Ke kamar saja, yuk,” ajak Nadia.
Aisyah dan Nadia menuju kamar.
“Kita makan yah. Sebaiknya dikamar saja. Bang Azka dirumah. Kamu malu nanti,” kata Nadia padanya.
Aisyah mengangguk. Nadia keluar mengambil makanan.
“Dek, kamu makan di kamar?” Tanya bang Azka.
“Iya, abang. Aisyah berantakan. Pasti suaminya menyakitinya lagi. Bertahun-tahun dia selalu begini. Kesel Nadia,” kata Nadia bersungut-sungut menahan emosinya.
Bang Azka mengangguk. Tak ada yang tahu selama ini Azka selalu memperhatikan Aisyah.
Nadia bergegas menuju kamar sambil membawa makanan.
Bang Azka menatapnya. Hatinya perih melihat wanita yang dia cintai hancur.
“Jika kamu menyerah, Ai. Aku akan maju berjuang untukmu. Aku akan berjuang untuk senyummu. Katakan menyerah ai. Aku akan maju dan merebutmu darinya',” gumam abang Azka lirih.
Iya, dia Azka lelaki yang mencintai Aisyah sahabat adiknya. Mencintai Aisyah sejak Aisyah masih dalam bangku smp. Azka memilih diam dan memasukkan nama Aisyah dalam doanya. Karena mencintai dalam diam adalah Azka.
Menurutnya, tak masalah jarang bertemu. Yang terpenting selalu menyebut nama Aisyah dalam doanya. Azka masih yakin, jodohnya dengan Aisyah hanya tertunda.
Azka memang egois. Selalu berdoa meminta pada Allah padahal Aiayah adalah istri orang. Tapi hal itu dia lakukan karena dia tahu Aisyah tak pernah bahagia di rumah tangganya.
“Ya Allah sayangi Aisyah. Bahagiakan dia. Dengan siapapun kelak. Bahagiakan dia,” do’a Azka lirih sambil terus menatap kamar adiknya yang tertutup rapat.


'Katakan menyerah dengannya.
Maka aku akan maju berjuang untukmu....
'

AISYAH WEDDING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang