PART 10

94.7K 5.2K 53
                                    

Jarum jam sudah merangkak hingga pukul 11 siang. Aisyah membuka matanya. Rasanya dia kesulitan bergerak.
Mata Aisyah terbelalak melihat suaminya membelitnya erat. Darahnya berdesir hebat, jantungnya rasanya akan melompat keluar.
Aisyah mengerjapkan mata berkali - kali. Fahri terbangun, melihat Aisyah dia tertawa kecil.
“Sudah bangun, hm? Tanya Fahri dengan suara serak.
Aisyah diam. Dia berusaha menormalkan degup jantungnya.
“Ya Allah… apa ini nyata? Bangun tidur aku bersama suamiku?” Tanyanya dalam hati.
Tiba tiba saja air matanya luruh. Aisyah takut, takut jika ini hanya mimpi. Biarkan dia bermimpi selamanya jika begini.
“Apa aku mimpi ya Allah. Bersama suamiku?? Biarkan aku bermimpi selamanya ya Allah. Aku sudah lelah menunggu. Biarkan ini terakhir kali aku melihatnya, seolah nyata. Biarkan aku pergi dari hidupnya. Aku menyerah ya Allah hikks..hiiks...” gumam Aisyah lirih dengan air mata yang terus mengalir deras. Fahri tersentak mendengar ucapan Aisyah.
“Apa kamu akan menyerah Za? Apa aku sejahat itu selama ini Za?” Ucap Fahri lirih dengan air mata yang membanjiri pipinya.
Fahri memeluk Aisyah makin erat dengan suara tangis yang memilukan. Tubuh Aisyah bergetar.
“Ya Allah, in-ini nyata?', kata Aisyah setengah tidak percaya.
“Maaf… maaf... maaf jangan tinggalkan aku sayang,” kata Fahri dengan suara serak. Airmata Fahri meluncur bebas ke pipinya.
Aisyah terdiam. Dia mendengat tangisan pilu suaminya. Bisakah ini selamanya? Dikhawatirkan mas Fahri? Mas Fahri merasa  
takut kehilangannya? Bahkan menghayalnya saja rasanya Aisyah tak berani. Tak ada jawaban Aisyah. Dia terus menangis dipelukan suaminya. Sebuah tangis bahagia.
Tiba - tiba suara hp Fahri berbunyi.
Drrrt...
Drrrtt..
Nomor baru tertera di layar. Fahri mengangkat telponnya.
“Halo assalamu'alaikum pak Fahri,” ujar tetangga Fahri
“Ya, wa'alaikum salam,” jawab Fahri
“Pak, pembantu bapak dirumah sakit sekarang. Tadi terjatuh di teras. Dan kelihatannya penyakitnya serius,”  ujar tetangganya disebrang sana.
Fahri langsung terbangun, lalu berlari keluar kantor tanpa mengatakan apapun pada Aisyah. Wajahnya terlihat sangat panik. Aisyah terduduk. Dia menatap nanar suaminya keluar.
“Aku memang kekasih bayangan. Aku yang pertama, aku istri sah, tapi aku selalu jadi yang kedua,” gumam Aisyah lirih dengan air mata berderai.
“Hiiks...hikss...” Aisyah menangis sesegukan. Aisyah mengusap air matanya kasar. Lalu bangun dan menyambar tasnya. Dia pergi dari kantor itu. Telpon berdering dari dalam tasnya.  sebuah nama tertera di layar, siapa lagi kalau bukan sahabatnya?
“Halo. Asaalamu'alaikum Nad,” Jawab Aisyah pelan.
“Wa'alaikum salam. Aku perlu bicara penting sama kamu, Ai!” Ujar Nadia to the point.
“Ya, kebetulan aku mau menghubungi kamu,”kata Aisyah dengan suara serak.
“Kamu dimana? Aku jemput sekarang,” seloroh Nadia.
“Aku di kantor mas Fahri. Cepatlah jemput,”  jawab Aisyah dengan suara serak. Aisyah menunggu di lobi kantor. Tak selang berapa lama, Nadia sampai di kantor.
“Ai!” Teriak Nadia dari luar kantoor.
Aisyah menengok lalu melambaikan tangan. Aisyah bergegas menuju mobil Nadia.
“Assalamu'alaikum,” sapa Aisyah pada Nadia.
“Wa'alaikum salam. Masuk, Ai,” jawab Nadia.
Aisyah masuk ke dalam mobil Nadia. Mereka beranjak meninggalkan kantor.
“Kita mau kemana?” Tanya Aisyah.
“Kita perlu ngobrol. Kamu anggap aku apa sih, Ai?!” Tanya Nadia dengan nada tinggi.
Aisyah tersentak kaget. Baru pertama kali Nadia berkata dengan nada tinggi seperti itu.
“Mma-mak-sud ka-kamu apa?', tanya Aisyah terbata.
“Hmm..maaf.. aku kelepasan,”ujar Nadia pelan sambil menghembuskan nafasnya kasar.
Mobil itu sampai di rumah Nadia. Mereka turun lalu menuju kamar Nadia.
“Ayo, Ai,” ajak Nadia sambil menggenggam tangan Aisyah.
Tap
Tap
Tap
Mereka menuju kamar Nadia. Nadia membuka pintu kamarnya.
“Masuk, Ai', kata Nadia.
“Ah, iya,” jawab Aisyah pelan.
Mereka duduk di atas kasur. Aisyah memeluk boneka besar pemberian Azka yang dititipkan pada Nadia.
“Jadi, kamu mau bicara?” Tanya Nadia tegas. Aisyah hanya diam.
“Kamu anggap aku apa sih, Ai?? Bahkan semua rahasia aku kamu tahu Ai! Semua!” Teriak Nadia dengan suara seraknya. Air mata mereka berdua luruh.
“Aku bahkan ngga pernah tahu siapa kamu, Ai,” lanjut Nadia lirih.
Aisyah menangis sesegukan.
“Ak..aku…” Aisyah tak melanjutkan kalimatnya.  Nadia memeluk sahabatnya erat.
“Aku takut kamu sakit, aku takut kamu terluka, selama ini kamu menangis dan aku terluka, Ai,” kata Nadia dengan air mata berderai.
Nadia mengurai pelukannya.
“Siapa Hana, Ai?” Tanya Nadia serius.
“Di.. dia... Dia  istri ke dua mas Fahri. Hiikss..hiksss,” Aisyah menjawab sambil menangis.
Nadia kaget. Dia menangis. Dia merasakan apa yang dirasakan sahabatnya.
“Kapan?” Tanya Nadia pelan
“Seminggu setelah pernikahan kami,” jawab Aisyah lirih.
Nadia memeluk sahabatnya erat.
“Kamu gadis baik, Ai... kamu tak pantas diperlakukan begini. Demi Allah ai jangan siksa diri kamu. Sungguh...” kata Nadia dengan terus menangis.
Nadia akhirnya tahu, kenapa sahabatnya sering menangis dan melamun. Selama bertahun - tahun Aisyah menanggung luka sendirian.
“Aku ngga pengen abi umi kecewa, Nad,” kata Aisyah dengan suara teredam karena berada dipelukan sahabatnya.
“Umi abi makin terluka karena kamu ngga bahagia, Ai. Percayalah.. jangan buat kalian semakin saling mendzolimi, Ai. Hana terdzolimi karena tak dianggap. Kamu terdzolimi karena semuanya. Mas Fahri terdzolimi dan berdosa selama ini karena tak bisa adil Ai,” jelas Nadia pelan memberi pengertian.
Aisyah mengangguk. Lalu menangis hebat. Tubuhnya bergetar hebat. Sebuah tangis yang terdengar sangat memilukan.
“Aku dan bang Azka sering melihat suamimu dan Hana mesra. Bahkan tidak pernah Fahri berlaku demikian padamu, Ai,” kata Nadia pelan
Aisyah mengangguk. Dia tersenyum miris mengingat perlakuan mas Fahri selama ini padanya.
“Tadi, bang Azka melihat Hana dirumah sakit. Suamimu kesana tergesa. Bahkan suamimu tanpa malu memeluk dan mencium seluruh wajah Hana yang terbaring dirumah sakit didepan dokter dan perawat disana. Aku dan bang Azka melihatnya sendiri, Ai,” kata Nadia pelan dengan airmatanya.
Aisyah menangis sesegukan. Dia terluka. Dia memang selalu terlupakan. Apalagi saat Hana sakit.
“Sakit apa mba Hana?” Tanya Aisyah. Aisyah terlihat khawatir.
“Disana banyak yang merawatnya. Berhentilah peduli. Sedikit bersikap egoislah kamu, Ai. Bahkan hati kamu lrbih terluka dan tak diperdulikan,”  kata Nadia dengan nada menyindir. Aisyah menangis. Memeluk erat boneka kesayangannya.
“Apa aku tak pantas dicintai, Nad?” Tanya Aisyah serak.
Nadia tahu, dia tak perlu menjawab dan memeluk erat sahabatnya. Rasanya jutaan ton berat menimpa Nadia dan Aisyah saat ini. Rasanya sangat sesak.





'Aku selalu menerima luka.
Bahkan saat luka itu datang aku pasrah menyambutnya
. Luka  itu menghujaniku.
Percayalah.
Aku bahkan bertahan bersama setiap luka..

AISYAH WEDDING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang