Dendam_Pernikahan
Part. 14💔💔💔
Mobil kijang hitam itu telah terparkir tepat di depan rumah Daffa. Namun, Daffa masih bergeming dengan tatapan kosong. Ia terkejut saat bagunya ditepuk cukup keras oleh Azril. Menghela napas panjang dan mencoba menghilangkan semua beban pikiran.
“Thanks, ya,” ucap Daffa tanpa tenaga. Ia keluar dari mobil tapi dicegah oleh Azril.
“Tunggu, Bos. Besok lo mau ikut pemakaman gak?”
“Gak!” jawabnya tegas dan segera turun dari mobil.
“Gue juga gak kalau gitu.”
Daffa menutup pintu mobil pelan lalu berjalan gontai masuk rumah. Menarik napas panjang sebelum membuka pintu. Mencoba melupakan bayangan tentang suami Nada dan siap menghadapi masalah baru dengan Aira.
“Abang ….” Suara lembut itu menyambutnya datang. Aira berdiri dari kursi ruang tamu dan mendekati Daffa. Bersikap biasa saja dan meraih tangan Daffa lalu menciumnya.
“Kamu masih marah?” Satu pertanyaan meluncur, penyebab berbagai pertanyaan berikutnya yang mengganggu pikiran Daffa seharian ini. Daffa ingin mendengar jawaban pasti. Ingin segera menyelesaikan masalahnya.
Aira menggeleng lemah. “Kenapa Aira harus marah? Aira gak berhak marah sama Abang.” Wanita itu mencoba tersenyum, dan jelas terlihat dipaksakan.
“Kenapa gak ada WA? Kenapa WA-ku gak dibales? Kenapa telponku gak diangkat sama sekali?” Tiga pertanyaan selanjutkan Daffa lontarkan, tanpa basa-basi.
“Maaf, Bang. HP Aira ketinggalan di kamar. Aira gak pegang HP seharian ini.” Aira menjelaskan dengan tertunduk.
Daffa menghela napas panjang. Mencoba menahan emosi. Semua jawaban Aira sama sekali tidak memuaskan pertanyaannya. Ia ingin kejujuran, bukan kebohongan seperti yang Aira katakan barusan.
“Aira sudah siapkan air panas buat mandi Abang. Nanti makan malam setelah mandi aja, ya?” Aira tersenyum, lalu berjalan menuju dapur untuk menyiapkan air untuk mandi Daffa.
“Ya Tuhan!” Daffa mengusap wajah dan menjambak rambut. Ia teramat lelah dengan semua permainan takdir ini. Tidak adakah sedikit kebahagiaan untuknya? Mengapa ujian hidup bertubi-tubi datang padanya?
Tidak bisakah takdir bermain sesuai keinginannya saja?
💔💔💔
Saat ini, Daffa tengah duduk bersandar di ranjang menunggu Aira selesai sholat Isya. Ia sudah mandi, juga sudah makan. Satu jam berlalu dalam keheningan. Keadaan berubah total ketika Aira diam dan hanya sesekali memandangnya saat ditanya. Perubahan yang sangat Daffa benci. Maka malam ini, ia harus menyelesaikan masalahnya.
Aira melipat mukenah dan sajadah, lalu meletakkan di meja samping ranjang. Ia melepas ikat rambut, dan menggerainya bebas lalu naik ke ranjang. Ia bahkan sadar jika Daffa memerhatikannya sejak tadi. Namun, rasa kecewa itu membuatnya enggan untuk bertanya dan berbicara banyak.
“Aira ngantuk, Bang. Aira tidur dulu, ya,” katanya sambil merapikan bantal tapi gerakannya terhenti saat Daffa menyodorkan ponsel. Ia menoleh menatap tak mengerti.
“Aku minta maaf. Di sini sudah tidak ada foto siapa-siapa lagi. Kamu juga boleh memegangnya kapan saja.”
Aira terdiam. Matanya bergerak-gerak menatap wajah Daffa juga ponsel di tangan, tanpa mau menyentuhnya sedikit pun. Ia menggeleng lemah. Kabut tipis mulai muncul saat hatinya kembali nyeri dengan ucapan Daffa. Entah bagaimana ia menjelaskan rasa sakitnya. Ia sudah terlanjur kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Pernikahan (Selesai)
General FictionDaffa Rayhaan Shakeil, lelaki 30 tahun yang baru saja menikahi seorang gadis 24 tahun bernama Humaira Chandani. Kisah rumah tangga baru yang penuh lika-liku karena sang suami masih terjerat rasa oleh mantan kekasih yang meninggalkannya untuk menikah...