Dendam_Pernikahan
Part. 7💔💔💔
Daffa memijat pelan kepala dan mengerjap membuka mata. Masih terasa berat juga berdenyut sakit di kepala entah apa sebabnya. Ia mengedarkan pandangan, menarik napas lega saat menyadari berada di kamar.
Pintu berderit, Daffa memicingkan mata melihat Aira datang membawa nampan dengan senyum mengembang. Ia berusaha bangkit dan duduk bersandar.
“Abang sudah bangun?” Aira tersenyum seraya menaruh nampan berisi segelas teh hangat dan semangkuk bubur ayam di meja samping ranjang. “Minum dulu, Bang. Biar anget perutnya.” Ia menyodorkan teh.
Daffa menerima dan meneguknya setengah. Aira meletakkan kembali teh lalu mengulurkan tangan menyentuh dahi Daffa. “Abang tadi subuh panas. Alhamdulillah sekarang sudah reda.”
“Jam berapa sekarang?” Daffa melirik jendela dan terlihat di luar sudah terang benderang.
“Jam sembilan, Bang. Abang mau mandi dulu atau sarapan dulu? Abang pasti lapar, tadi malam muntah-muntah terus.”
Daffa mengernyit. “Muntah?”
“Iya. Abang mabuk semalam dan pulang jam tiga subuh. Abang kenapa dan ada apa?”
“Mabuk? Siapa? Aku?” Daffa terlihat semakin bingung. Ia memicingkan mata, mencoba mengingat semua.
“Iya, Bang. Abang pulang dalam keadaan mabuk. Abang sama sekali tidak ingat?”
Daffa menggeleng pelan. “Siapa yang nganterin aku semalam?”
“Tidak ada. Waktu Aira keluar ingin membukakan pintu, Abang sudah tepar di lantai. Mobil juga sudah terparkir di halaman.”
“Astaga, Ra. Kalau aku mabuk berat, mana mungkin bisa pulang sendiri dan nyetir mobil? Kamu tidak melihat siapa yang antar?”
Aira menggeleng. “Abang cuma sendirian. Tidak ada siapa-siapa lagi.”
“Aneh.” Daffa memijat pangkal hidungnya, mendesis pelan merasakan nyeri di dalam kepala saat mengingat kejadian semalam.
“Abang kenapa? Sakit?” Aira berdiri, wajahnya khawatir, dan tangan menyentuh kepala Daffa.
“Bentar, Ra.” Daffa meraih tangan Aira, menatapnya tapi pandangan menerawang.
“Semalam itu ….”
Daffa membuang muka saat Andreas datang ke kedai dan masuk ke ruang kerjanya. Sendirian, membawa sebotol minuman juga dua gelas kecil. Langkahnya pasti seolah sore tadi tidak terjadi masalah berarti.
“Mau apa lo ke sini?” Daffa berdiri membelakangi di depan jendela dengan tangan dilipat di dada.
“Gue mau minta maaf.” Andreas menaruh bawaannya ke meja.
Daffa mendengkus kasar.
“Sorry kalau tadi udah keterlaluan sama lo. Gue emosi.”
Daffa menoleh dan menatap sinis. “Semudah itu lo minta maaf? Ini bukan lo banget kayaknya.”
“Gue cuma gak mau punya masalah berlarut-larut. Gue sadar kalau gue salah. Jadi, gue minta maaf. Gue serius.”
Tatapan mereka beradu, tapi Daffa memicingkan mata seolah tak percaya dengan apa yang didengar. Mereka sering bertengkar, dan butuh waktu sampai berhari-hari bahkan seminggu lebih untuk baikan. Sekarang, baru hitungan jam, Andreas sudah mau meminta maaf dan mengakui kesalahan?
Andreas tertawa kecil saat melihat Daffa seolah tak percaya. “Lo gak percaya sama gue, Fa? Ini gue serius minta maaf sama lo.”
Daffa menghela napas panjang dan mulai berjalan mendekat. “Gue juga minta maaf.” Ia mengulurkan tangan dengan senyum persahabatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/181888555-288-k284073.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Pernikahan (Selesai)
Ficción GeneralDaffa Rayhaan Shakeil, lelaki 30 tahun yang baru saja menikahi seorang gadis 24 tahun bernama Humaira Chandani. Kisah rumah tangga baru yang penuh lika-liku karena sang suami masih terjerat rasa oleh mantan kekasih yang meninggalkannya untuk menikah...