Dendam_Pernikahan
Part. 8💔💔💔
Daffa duduk bersandar di kursi kayu teras depan. Sesekali mengembuskan napas berat bersama asap rokok. Tatapannya menerawang dengan pikiran melayang. Tersenyum hanya saat membalas sapaan tetangga atau satpam yang lewat di pelataran. Ia mematikan rokok ke asbak lalu melepas kancing bagian dada. Cuaca siang ini cukup panas, bahkan pohon mangga di depan pagar, tak mampu menyejukkan.
Aira muncul membawa secangkir kopi susu, meletakkan di meja bundar lalu duduk di kursi seberang Daffa.
“Kamu libur hari ini?” tanya Daffa.
“Tadi pagi sudah minta izin sama Teh Fida.”
Daffa mengangguk-angguk dan bingung ingin bertanya apa lagi. Keduanya terdiam dalam kecanggungan. Hanya helaan napas berat yang terdengar bertanda bahwa ada kegelisahan di hati juga pikiran mereka.
“Abang ….” Aira menarik napas, ragu dan gugup saat ingin bicara. Kepala tertunduk dengan tangan memainkan ujung kerudung.
“Apa?” Daffa menoleh, menangkap ada keresahan di wajah Aira.
“Hari ini … Aira boleh ke rumah Teh Fida?”
“Boleh.”
Aira mengangkat wajah menatap Daffa. “Boleh … menginap untuk malam ini?” lirihnya hampir tak terdengar. Raut wajah menggambarkan betapa canggung dan gugup dirinya.
Daffa mengernyit. “Menginap? Maksudnya?”
Aira kembali menunduk, menghela napas panjang sebelum berujar, “Aira ingin menginap di rumah Teh Fida.”
“Kenapa?”
“Aira hanya ingin menenangkan diri sejenak, Bang.”
“Menenangkan diri untuk apa?”
Aira kembali mengangkat wajah, dan terlihat kabut tipis di netra hitamnya. Bibirnya bergetar ingin berucap, tapi hanya helaan napas sesak yang keluar.
“Aira ….” Suara Daffa tercekat, ia menarik napas panjang seraya mengusap wajah secara kasar. Ia tahu apa yang dirasakan istrinya sekarang. Sakit hati karena mengetahui sebuah fakta tentangnya. Namun, ia juga tidak tahu harus bagaimana, karena memang itu kenyataannya.
“Abang … boleh, ya?” Aira kembali memohon.
“Tidak!” jawab tegas Daffa. “Rumah kamu di sini, Ra. Tidak ada acara menginap di rumah orang lain.”
“Aira hanya ingin menenangkan diri, Bang,” sahut Aira cepat. “Lagipula, Teh Fida bukan orang lain. Dia keluarga Aira meski bukan kandung.” Setetes air jatuh dari sudut mata, cepat-cepat Aira mengusapnya dan memalingkan wajah.
Daffa beranjak dari kursi dan menghampiri, kemudian berdiri dengan bertumpu lutut tepat di hadapan Aira. Tatapan keduanya bertemu, terlihat keterkejutan di wajah Aira. Tangan Daffa terulur menyentuh pipi Aira dan mengusapnya.
“Maaf.”
Hanya satu kata yang keluar dari bibir Daffa. Namun, tatapannya mengisyaratkan bahwa banyak hal yang ingin ia ceritakan. Hanya saja, takut jika memperparah keadaan dan semakin membuat Aira terluka.
Entah berapa lama mereka saling pandang dalam diam. Aira justru semakin terisak, air mata tumpah membanjiri pipi. Daffa mengusap dengan lembut. Entah mengapa, hatinya ikut merasakan nyeri saat melihat sang istri sakit hati.
Daffa meraih tangan kanan Aira dan meletakkan di dadanya. Aira mengernyit dan bertanya lewat tatapan setelah mengusap kasar mata.
“Tolong, Ra … bantu aku untuk menghapus masa laluku. Tolong bantu aku untuk menatap masa depan sama kamu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Pernikahan (Selesai)
Ficțiune generalăDaffa Rayhaan Shakeil, lelaki 30 tahun yang baru saja menikahi seorang gadis 24 tahun bernama Humaira Chandani. Kisah rumah tangga baru yang penuh lika-liku karena sang suami masih terjerat rasa oleh mantan kekasih yang meninggalkannya untuk menikah...