Dendam_Pernikahan
Part. 2💔💔💔
Di ruang tamu rumah besar bernuansa hijau muda itu, Aira duduk tertunduk dengan perasaan campur aduk. Kedua tangan sibuk memelintir ujung kerudung merahnya. Suara langkah kaki membuatnya menoleh dan buru-buru mengusap sisa air mata di pipi. Mencoba tersenyum lalu mengucapkan salam.
“Kamu ke sini malam-malam, sudah minta izin suamimu belum?” Fida Ganiyah menaruh secangkir teh hangat ke meja, lalu duduk di samping Aira.
Aira menggeleng lemah.
“Ada masalah apa, Ra?” Fida menyentuh tangan Aira. Paham dengan gelagat wanita yang sudah dianggap sebagai adik sendiri itu pasti sedang mempunyai masalah besar.
“Maaf, Teh, kalau Aira mengganggu malam-malam begini.”
“Masih jam setengah sembilan. Bang Hizam juga belum pulang. Kamu ada apa? Sampai ke sini dan tidak izin suami. Ada masalah?”
Aira mengangguk. “Kami sempat bertengkar dan Bang Daffa juga pergi tadi, Teh.”
“Cerita sama Teteh. Ada apa sebenarnya? Kalian ini baru tiga hari menikah lho, masa sudah bertengkar begini?”
“Itu dia masalahnya, Teh. Bang Daffa nyuruh Aira KB, karena Bang Daffa belum ingin punya anak. Tapi Aira tidak mau, Teh. Terus, Bang Daffa marah dan mengancam ….”
“Mengancam apa?” selidik Fida, karena Aira terdiam tiba-tiba.
“Bang Daffa akan memaksa Aira buat gugurin kandungan kalau sampai hamil.”
“Astaghfirullahal adzim! Daffa bilang seperti itu?”
Aira mengangguk dan mengembuskan napas berat. “Aira bingung, Teh. Aira ingin sekali punya anak, tapi Bang Daffa menolak.”
“Nanti biar Bang Hizam yang bantu bicara dengan Daffa.”
“Jangan, Teh. Nanti Bang Daffa semakin marah.”
“Aira, ini itu sudah keterlaluan. Seharusnya Daffa bilang sebelum menikah. Bukan memaksa kamu menuruti keinginannya setelah menikah.”
“Aira tau, Teh. Aira juga bingung. Tapi Bang Daffa bilang, dia takut suatu saat terjadi ketidak cocokan lalu bercerai. Kalau posisi sudah memiliki anak, dia tidak mau anak yang menjadi korban perceraian orangtua.”
“Teteh tidak mengerti maksud kamu.”
“Aira rasa, Bang Daffa punya trauma perceraian orangtuanya, Teh.”
Fida mengangguk-angguk paham. “Kalau begitu, kamu harus bantu dia agar keluar dari rasa trauma itu.”
Aira mengernyitkan dahi dan menatap bingung.
Fida tersenyum dengan tangan mengusap pipi Aira. “Kamu mau dengar cerita dari Teteh?”
“Cerita apa, Teh?”
“Teteh tau apa yang ditakutkan oleh Daffa. Teteh tau rasanya jadi anak dari orangtua yang bercerai, Ra. Teteh juga pernah merasakannya. Ada ketakutan tersendiri dan menjadi sebuah trauma.”
Fida tersenyum getir dan menghela napas pelan sebelum melanjutkan. “Waktu awal menikah, Teteh juga tidak siap punya anak. Teteh kekeh ingin menunda memiliki momongan. Bahkan sampai satu bulan lebih, Teteh menolak berhubungan dengan suami. Tapi, alhamdulillah, Bang Hizam mempunyai hati seluas samudera. Kesabarannya sungguh luar biasa. Dia membujuk Teteh dengan nasihat-nasihat yang begitu lembut. Meski memiliki ilmu agama yang cukup, tapi cara Bang Hizam menyampaikan, tidak pernah menggurui sama sekali. Membuat Teteh akhirnya tersadar sendiri.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Pernikahan (Selesai)
General FictionDaffa Rayhaan Shakeil, lelaki 30 tahun yang baru saja menikahi seorang gadis 24 tahun bernama Humaira Chandani. Kisah rumah tangga baru yang penuh lika-liku karena sang suami masih terjerat rasa oleh mantan kekasih yang meninggalkannya untuk menikah...