Bagian 28 Berakhir

461 49 23
                                    

Halo, saya datang lagi. Dipagi hari menjelang pemilu ini saya hanya berharap semoga Indonesia kedepannya lebih baik lagi. Siapapun pemimpinnya, semoga bisa bawa Indonesia lebih makmur lagi. Aamiin.

Eh, btw, Ada yang nungguin saya? Dan semoga setelah baca chapter ini, enggak ada yg mengutuk saya. 😁😁😁

🍃🍃🍃🍃

Music Playing : Acha Septriasa - Sampai Menutup Mata (Cover SIBI-sistem isyarat bahasa Indonesia)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Music Playing : Acha Septriasa - Sampai Menutup Mata (Cover SIBI-sistem isyarat bahasa Indonesia)

Pintu yang terbuat dari kayu jati itu terbuka. Menampakkan pria diusia empat puluh tahunan menatap Kala.

"Cari siapa?" tanya pria itu pada Kala. Suaranya begitu berat dan dalam.

Kala menghela nafas. "Bu Sisi atau Bu Susi."

"Oh," pria itu menyahut, "mereka sudah pindah, mas. Rumah ini dijual ke saya."

Semangat Kala yang membumbung tinggi seakan jatuh terperosok. Bahunya yang semula menegang kini lemah. "Pindah?" ulang Kala. Mungkin pendengarannya salah.

Pemilik rumah mengangguk.

"Ke mana?" tanya Kala.

Pemilik rumah menggeleng. "Saya kurang tau, mas. Pemilik sebelumnya enggak bilang apa-apa sama saya."

"Mereka enggak tinggalkan alamat?"

Pemilik rumah menggeleng. Kala menarik nafas panjang. Diusap wajahnya menggunakan tangan kanannya. Frustasi. Dia menatap pemilik rumah yang masih menunggunya diambang pintu. Kala mencubit hidungnya kesal. "Baiklah," desah Kala. "Saya permisi."

Pemilik rumah mengangguk. "Ya, mas. Mari."

Kala berbalik lalu melangkah meninggalkan halaman rumah Cinta yang luas. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak bisa berpikir jernih. Kala memilih untuk kembali ke penginapan. Lebih baik seperti itu. Kala menatap langit. Hari sudah mulai beranjak gelap. Kala memilih berjalan kaki. mencoba mengenang kembali masa kanak-kanaknya di kota itu.

Dahinya berkerut ketika mengingat sebagian besar memorinya di kota itu adalah Cinta. Dulu dia berpikir bahwa menyukai Cinta hanya sekedar suka biasa dan seiring berjalannya waktu, hal itu akan tergantikan. Namun, ternyata dia salah. Dia mencoba melabuhkan hatinya pada orang lain akan tetapi tidak berhasil. Mengingat itu, dia kembali teringat perkataan Faiz. Kala menghela nafas panjang. Pikirannya selalu tertuju pada Cinta. Sepertinya dia tidak bisa melupakan Cinta dan mengingat itu membuat hatinya terpilin begitu sakit. Kala menghentikan langkahnya. Pandangannya tertuju pada sebuah warung makan yang berada di sisi kirinya. Kala duduk di salah satu kursi kemudian mengecek ponselnya ketika seorang pria menghampirinya.

"Pesan apa, mas?"

Kala yang sedang sibuk membalas pesan masuk dari Di menjawab, "teh manis," lalu dia mendongak. Kala terkejut saat dilihatnya Rio berdiri di hadapannya.

KALA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang