Bagian 12 Rahasia

599 46 0
                                    

Music playing : Rachel Platten -  Fight Song

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bermodalkan penuturan dari mama, Kala mendatangi sebuah panti asuhan. Dia disambut seorang wanita dipertengahan usia 30 tahun. "Ada yang bisa saya bantu, Mas?"

Kala tersenyum. Dia melirik sekilas beberapa pengawal yang dia sewa. Memberikan kode agar berjaga-jaga di sekitar panti asuhan. Dia khawatir jika ada yang mengendus keberadaannya di panti asuhan terebut.

"Saya mau mencari informasi, Bu." Jawab Kala.

Wanita itu mengangguk, "mari, Mas, masuk." Wanita itu mempersilahkan masuk. Mereka duduk di ruang tamu. "Jadi, bagaimana, Mas?"

"Saya mau mencari informasi mengenai bayi yang pernah dititipkan di sini sekitar dua puluh tahun yang lalu, Bu."

Wanita itu nampak berpikir lalu menjawab, "siapa namanya, Mas?"

Kala sudah memperkirakan wanita di depannya ini akan menanyakan nama bayi itu. "Dahulu belum diberikan nama oleh ibunya, Bu. Yang memberikan nama ibu angkat."

"Siapa nama orangtua angkatnya, Mas?"

"Kinsley. Kami tinggal di Denmark waktu itu. Menurut informasi, pengangkatan bayi pada orangtua angkat hanya selang satu hari setelah ibu kandungnya menitipkan di sini."

Wanita itu mengangguk. "Akan saya carikan dulu dari buku tamunya ya, Mas. Butuh waktu juga. Karena dahulu yang pegang panti ini adalah almarhum ibu saya."

***

Kala menatap luar jendela restoran tempat makan siangnya setelah dua jam dia mengisi acara disebuah stasiun televisi lokal Kanada. Pencariannya beberapa hari lalu di Indonesia tidak membuahkan hasil. Nomor telepon yang diberikan oleh pengurus panti sudah tidak aktif dan alamat yang diberikan pun fiktif. Orang yang menjadikan satu-satunya saksi bagaimana rupa wajah ibu kandung itu sudah meninggal. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.

Kring! Kring! Kring!

Deringan telepon ponselnya membuyarkan lamunannya. "Halo?"

"Kamu sudah menemukannya?"

Kala menghela nafas, "belum. Alamat dan nomor telepon yang diberikan semuanya fiktif. Aku hanya berputar-putar sekitar alamat yang diberikan itu. Orang di sekitar situ pun tidak ada yang tahu di mana alamatnya."

Suara pria di seberang sana terdengar menghela nafas sedih, "sepertinya memang tidak ada yang bisa kamu lakukan. Ya, kan?"

Kala menelungkupkan kepalanya di meja restoran. Merasa teramat sedih. "Ya. Aku menyerah saja kalau begitu."

"Kamu sudah menunjukkan foto itu?"

Kala menggeleng. Merasa tidak masuk akal jika menunjukkan foto bayi yang kini sudah beranjak dewasa. "Pikirlah memakai logika. Mereka tidak akan tahu siapa wajah bayi itu. Aku tidak mau mempermalukan diriku."

KALA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang