33. Sick

232 8 0
                                    

Happy reading :*

Enjoy, typo bertaburan :*

***

"Rasanya bagaikan terhempas ke dalam jurang. Rasa sakit ini sudah semakin mendalam di hati. Ingin rasanya menyerah dalam berjuang, meskipun belum mulai peperangan di medan perang. Bagaikan hati yang terus ditusuk dengan tombak, darah mengalir seperti air yang terus saja mengalir dan bau anyir yang menyengat sama halnya dengan wangi parfummu yang sulit kulupakan dari benakku."

***

Pagi-pagi aku pergi ke rumah Arnold. Aku sudah berjanji pada Tante Rina akan ke rumah. Aku membawa bingkisan yang isinya brownies coklat untuk Oma Ani. Anggap saja ini sebagai gantinya karena malam kemarin brownies nya kata Oma Ani terlalu manis. Sekarang aku yakin brownies coklat ini nggak terlalu manis ataupun kurang manis, menurutku manisnya pas.

Aku tak membawa mobil sendiri karena mobilku sedang diservice di bengkel. Jadi aku berangkatnya pun diantar oleh sopir pribadi Papa.

Gerbang rumah Arnold tertutup. Jika dilihat sangat sepi, seperti tidak ada pemilik rumahnya. Aku menekan bel yang ada di atas. Tak lama kemudian Pak Didin membuka kan pintu gerbang rumah Arnold. Aku tersenyum ramah pada Pak Didin.

"Eh Non Shafiya kirain siapa yang dateng," ucap Pak Didin.

Aku celingukan, rumah Arnold benar-benar sepi. "Sepi amat Pak? Pada ke mana pemilik rumahnya?" tanyaku bingung

"Iya sepi Non, di rumah cuma ada Ibu aja. Tuan sama Nyonya pergi keluar. Kalo Mas Arnold jemput Naomi, katanya Ibu mau ketemu sama Naomi," kata Pak Didin panjang lebar.

"Masuk Non Shafiya takutnya hujan." Pak Didin mengadahkan kepalanya. "Sepertinya mau hujan deh Non, udah mendung nih." Pak Didin membuka gerbang pintu lebar-lebar, namun langsung tertahan mendengar suara seseorang yang jaraknya sangat dekat.

"Didin!"

Pak Didin menoleh ke belakang. Aku tahu itu suara siapa, siapa lagi kalau bukan Oma Ani.

"Ya ada apa Bu?" tanya Pak Didin penasaran.

"Gerbangnya kenapa dibuka? Kasih aja uang pengemisnya terus kunci pintu gerbangnya!" perintah Oma Ani.

Pak Didin menatapku dengan perasaan nggak enak. "Tapi Bu ini ada Non Shafiya," jelas Pak Didin.

"Saya gak menerima tamu siapa pun, kecuali tamunya itu Naomi. Cepet tutup gerbangnya Didin!"

Pak Didin masih terdiam. Aku bisa membaca isyarat Pak Didin, "Bapak gak enak Non."

Aku berusaha tersenyum, menganggukkan kepala. "Gak papa, Shafiya nunggu di sini aja."

"Aduh Non Shafiya jangan, bentar lagi mau hujan. Lebih baik Non Shafiya pulang aja, nanti kalo ada Mas Arnold pulang, ke sini lagi."

Aku menggelengkan kepala. "Gak papa Pak, Shafiya nunggu di sini aja. Tutup aja gerbangnya! Oma pasti marah Pak."

"Didin... Kalo kamu nggak tutup gerbangnya saya PECAT kamu!" ucap Oma Ani dengan menekankan kata PECAT.

Pergi Untuk Kembali [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang