8. Teman?

1.7K 300 40
                                    

"A-apa? Kau serius? M-maksudku---kelas khusus?" Aeri membulatkan matanya. Ia benar-benar terkejut dengan pernyataan Jungkook.

Jungkook mengangguk mantap. "Yeap."

"Tapi, Jeon---"

"Kau tidak percaya, ya? Meragukanku? Aku pasti bisa melakukannya, kok. Lihat saja nanti." Pria itu berdiri lalu menepuk celananya di bagian paha beberapa kali. "Sudahlah, ayo pulang. Sudah malam. Rumahmu searah denganku, kan?"

Aeri mengangguk. "Apa kau membawa kendaraan?"

Jungkook menggeleng. "Memangnya kenapa?"

"Aku lelah sekali, sumpah. Tadi pagi baru berputar lapangan lima belas kali," keluh Aeri. "Kakiku sepertinya hampir copot."

Jungkook menaikkan sebelah alisnya. "Kau ini memberi kode minta digendong, ya?" ujarnya dengan raut mengejek.

"Tidak, kok!" seru Aeri kesal. "Ck, sana kau pergi sendiri. Aku akan menelpon ibuku saja. Dasar menyebalkan!"

Jungkook terkekeh pelan. Pemuda itu melepas jaketnya lalu menarik lembut tangan Aeri agar gadis itu berdiri. Jungkook pun dengan telaten mengalungkan jaketnya di sepanjang pinggang ramping Aeri. Mengikatnya dua kali untuk memastikan jaket itu tak mudah lepas. Selanjutnya, pemuda itu berjongkok di depan Aeri. "Sudah, ayo naik! Nanti kalau menunggu Ibumu, bisa lebih lama lagi. Kau bisa mati beku di sini. Aku masih perlu tutor."

Aeri tersenyum kecil. Gadis itu memposisikan tubuhnya senyaman mungkin dalam gendongan Jungkook.

"Aku berat, ya?" tanya Aeri di tengah perjalanan.

"Yang jelas tidak seringan kapas," jawab Jungkook.

Aeri mendengus dan memukul pelan pundak pemuda itu. "Aku mempertimbangkan untuk diet. Apa kedengaran bagus?"

"Tidak usah diet. Kau ini sudah pendek, jangan terlalu kurus, nanti bisa terbawa angin." Jungkook sedikit membenarkan letak Aeri di pundaknya.

"Kenapa tadi tidak ikut ibumu pulang?" tanya Jungkook.

"Aku malas pulang. Nanti aku tambah dimarahi jika di rumah. Kubilang pada ibu jika aku masih punya pekerjaan kelompok sehingga ia bisa meninggalkanku di sana."

"Wah, kau ternyata penipu ulung."

"Kau juga, Jeon. Kau bilang kau penipu nomor wahid."

Jungkook tersenyum kecil. Mereka terus berjalan di tengah malam yang penuh bintang itu. Rasanya sudah lama sekali saat Aeri bisa menikmati aroma malam hari. Angin malam yang menerpa tubuhnya benar-benar menyegarkan. Aeri suka malam. Kegelapan malam bisa menyembunyikan kesedihannya sekaligus memeluknya dengan keheningan yang terasa lebih nyaman dan tulus.

Untuk Jeon Jungkook sendiri, ini adalah kali pertama dia berdekatan dengan gadis. Menurutnya Aeri cukup menyenangkan. Gadis itu cantik saat sedang diam dan menggemaskan saat marah. Itu cukup menghibur Jungkook.

"Hoi, Bocah!"

Jungkook mendongak saat mendengar seruan itu. Keningnya mengernyit sesaat setelah melihat sosok pemanggilnya. Seorang pria paruh baya dengan perut besar yang terlihat tengah mabuk berat.

Aeri yang melihat sosok si pria tambun pun menjadi sedikit takut. Tangannya mengalung erat di leher Jungkook, memeluk pemuda itu dengan lebih erat. "Dia siapa?" cicitnya.

"Aku tidak tahu," jawab Jungkook dengan berbisik.

"Dia tidak akan berbuat macam-macam, kan? Aku takut, Jeon."

Jungkook tidak langsung menjawab. Pemuda itu memperhatikan si pria paruh baya yang semakin mendekat ke arah mereka.

"Aeri, pura-pura tidur. Jangan mengatakan apapun. Hanya pura-pura tidurlah di pundakku. Cepat!" ujar Jungkook memerintah.

Me After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang